webnovel

Ketulusan

Kamu pernah trauma akan suatu peristiwa? Ah, semua orang pasti pernah mengalaminya. Baik itu trauma karena keluarga, sahabat, kejadian sesuatu bahkan juga cinta. Tugasmu hanya satu, maju atau terperangkap masa lalu.

***

Mata gadis manis itu terus saja menatap pemuda yang tengah bercengkrama di sudut sana, Khalil-mahasiswa sastra semeseter terakhir. Pemuda yang dulu sangat dekat dengannya, kini menjauh karena masa lalu Ayasha.

Ayasha atau kerap di panggil Shasa itu tersenyum, saat mata mereka tidak sengaja bertemu. Gadis itu mendesah pelah, tersirat jelas kerinduan sekaligus kekecewaan di matanya. Bagaimana tidak, mereka yang dulu dekat kemana-mana berdua. Bahkan dijodoh-jodohkan oleh semua anak-anak, dianggap couple yang cocok. Selain satu jurusan, mereka juga selalu terlibat setiap acara puisi dan lain-lain.

"Huft ... Lupain Kak Khalil, Sha," gumam Ayasha menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Hei," sapa seseorang mengahampirinya.

Gadis itu menoleh, menatap orang tersebut heran.

"Kenapa menatap, Kakak gitu, Dek?" tanya orang tersebut.

"Ga apa-apa kok, Kak," jawab Shasa sambil terseyum.

Keduanya pun diam larut dalam pikiran masing-masing, pemuda yang menghampirinya tadi bernama Ishaq mahasiswa jurusan agama semester empat. Mereka sudah mengenal lama, tapi hanya saat ada kegiatan dakwah di kampus. Ishaq sendiri adalah mahasiswa yang aktif dan terkenal di eskul seni khususnya musik.

"Gabung eskul Kakak ya, Dek," ujar Ishaq memecah keheningan.

"Ha? Gabung sama, Kakak?" tanya Ayasha tidak percaya.

"Iya, biar rame. Kakak lihat kamu anaknya aktif."

Perkataan Ishaq membuat gadis itu tertawa kecil, menutup mulutnya membuat pemuda itu menatapnya takjub.

'Benar apa yang dikatakan orang, dia unik,' batin Ishaq sambil mengulum senyum.

"Shasa itu, belum mampu di musik, Kak,-"

"Kamu'kan anak seni, Dek."

"Shasa anak lukis loh, Kak."

"Apa salahnya? Kita sama-sama belajar, Dek."

"Boleh, asal jangan dijadiin pimpinan ya," kata Shasa menahan tertawa.

"Lah bagus dong, biar kamu bisa bantu, Kakak."

"Ga, Kak. Shasa takut ga amanah," ujarnya tertuduk.

"Semua orang itu pernah salah, Kakak aja suka posting tentang agama bukan berarti sudah baik, Dek," ujar Ishaq menatap Shasa.

"Iya, Kak. Shasa mau deh gabung," jawab Shasa tersenyum.

"Makasih, Dek."

Shasa hanya tesenyum, dan mengangguk.

"Makasihnya nanti kalau, Shasa dah gabung, Kak."

Ishaq hanya tersenyum manis kearah Shasa. Sejak saat itu, Shasa bergabung eskul musik. Tidak ada yang istimewa, mereka bercengkarama layaknya teman biasa. Apa lagi Ishaq adalah kakak tingkatnya. Kita hanya berencana, selebihnya hati telah diatur sang Maha Mengetahui. Sedikit demi sedikit mereka mulai membuka diri, kehadiran Ishaq mulai mengobati kekecewaan hati atas menjauhnya Khalil.

"Assalammualaikum, Dek," sapa Ishaq ketika mereka bertemu di perpustakaan.

"Kakak?"

"Gimana kabarnya?" tanya Ishaq tak mengindahkan keheran Shasa.

"Alhamdulillah, baik."

"Syukurlah."

Diam, dan hening. Baik Shasa mau pun Ishaq sama-sama bingung ingin membahas apa.

"Dek,"panggil Ishaq memecah keheningan.

"Iya, Kak kenapa?"

"Kakak baca cerita kamu bagus-bagus," puji Ishaq.

"Biasa aja, Kak. Shasa masih belajar."

"Kakak suka ceritanya, itu kisah kamu, ya?"

Pertanyaan Ishaq membuat gadis itu menghentikan kegiatan membacanya, rasa sakit itu kembali menjalar di hatinya. Bayangan keakraban bersama Khalil menari di pelupuk mata. Shasa tersenyum dan mengangguk berusaha bersikap biasa saja.

"Shasa hanya ingin memberi tahu sebenarnya pada dia, melalui cerita itu, Kak."

"Semoga dia paham, dan membacanya, Dek," ujar Ishaq menyemangati Shasa.

Shasa hanya diam dan mengamini perkataan kakak tingkatnya itu, Ishaq yang paham suasana hati gadis itu segera mengalihkan pembicaraan.

"Kakak duluan, ya." Pamit pemuda itu sambil berlalu.

Ishaq mengusap wajahnya kasar, rasa kagumnya akan gadis itu begitu besar. Benar dugaannya, ternyata apa yang dibacanya adalah kisah Shasa.

"Bisakah aku menjadi pengahapus lara di matamu, Sha?" tanya Ishaq pelan entah kepada siapa.

***

Hari ke hari, mereka semakin akrab. Apa lagi saat eskul selalu bertemu. Seperti hari ini saat istirahat mereka bertemu.

"Dek, kasih Kakak puisi dong," kata Ishaq sambil tertawa.

"Puisi apa, Kak?" tanya Shasa bingung.

"Puisi apa aja terserah, Adek," jawab pemuda itu.

"Boleh, kejap ya, Kak," jawab gadis itu semangat, "Oh, ya suasana hati, Kakak apa?"

"Bahagialah, Dek."

Gadis itu bertanya sambil menulis, sesuai suasana hati Ishaq. Setelah beberapa menit, puisi itu pun jadi. Ishaq dengan fokus membaca puisi itu, bibirnya berdecak kagum.

"Wah, kamu emang the best, Dek," puji Ishaq menatap Shasa senang.

"Shasa cuma buat sesuai suasana hati, Kakak."

"Bagus, Kakak suka."

***

Hadirnya Ishaq perlahan membuat gadis itu bersemangat. Kata orang ketulusan itu akan membuka hati, dan kesungguhan seseorang akan meluluhkan perasaan yang membeku. Begitu pun dengan Shasa, hatinya yang semula membeku dan sulit untuk percaya pada laki-laki. Sebab takut kejadian seperti Khalil terjadi lagi, kini mulai perlahan membuka hatinya untuk Ishaq walau pun belum sepenuhnya.

Sekarang mereka sering terlihat bersama, meski pun tidak sesering ketika ada Khalil. Setiap sore atau sehabis kuliah dan kegiatan Shasa dan Ishaq selalu ke laut.

Rasa sayangnya pada Shasa membuat ia rela menemani gadis itu. Ya, Ishaq tidak menyukai laut. Pemuda itu menganggap laut biasa saja. Pemuda itu mendesah pelan sembari menatap ke sampingnya. Shasa terlihat cantik saat menutup mata sambil tersenyum, lalu membuka matanya perlahan membuat Ishaq segara menatap ke arah lain.

"Lautnya bagus ya, Kak," ujar Shasa sambil menatap laut lepas.

Ishaq hanya mengangguk, dan berusaha tersenyum sambil menatap gadis itu dalam-dalam.

"Kenapa, Kak?" tanya Shasa yang sadar tengah di perhatikan.

"Kakak ga suka laut, Dek," ungkap Ishaq pelan, membuat Shasa terbelak kaget.

"Kenapa? Kenapa, Kakak ga bilang dari kemarin-kemarin," ujar Shasa bersalah.

"Karena kamu suka," jawab pemuda itu menatap mata Shasa.

Deg, jantung Shasa berdetak kencang. Dia tidak menyangka pemuda yang selama ini, selalu menemaninya ke laut untuk melihat sunset. Ternyata sama sekali tidak suka laut, dan yang paling membuatnya bersalah gadis itu pernah memintanya untuk ke laut dan Ishaq menyetujuinya.

"Maaf, Kak," ujar Shasa dengan mata berkaca-kaca.

"Ga, apa-apa kok, Dek. Kakak sekarang juga udah suka laut," jawab Ishaq menenangkannya.

"Tapi, Shaha bersalah ga pernah tahu kalau selama ini Kakak ga suka laut."

"Kakak suka, tapi mungkin terlalu sering melihatnya jadi biasa saja. Mungkin itulah menyebabkan Kakak tidak suka."

Shasa terdiam dan menatap lurus ke depan, dia tidak menyangka. Air matanya pun luruh.

"Dek, sudah ya jangan mikir yang aneh-aneh. Kakak udah mulai suka kok," ujar Ishaq menatap Shasa lembut.

"Maaf," ujar Shasa sedih.

"Udah, yah. Jangan mikir yang engga-engga, Kakak suka, Dek sama laut."

***

Malam itu Shasa tidak bisa tidur, teringat kata-kata Ishaq yang tidak menyuka laut.

"Kakak ga suka laut, Dek."

"Karena kamu suka."

Perkataan itu terus bergema di telinganya, bersama air mata di pipi Shasa. Dalam hatinya masih terukir nama Khalil, walau pun Ishaq telah mengobati lukanya. Namun, sosok Khalil tetap selalu dirindukannya.

"Please lupaian, Kak Khalil, Sha," ujar Shasa pada dirinya sendiri.

'Andai melupakan Khalil semudah melupakan masa lalu, mungkin Aku tak ragu melangkah.'

Sayangnya kenangan dengan Khalil yang singkat itu, terlalu indah dan sulit di lupakan. Meski pun Ishaq berhasil membuat hatinya tersentuh, tapi rasa takut dan ragu membuka seutuhnya hati buat pemuda itu tidaklah mudah. Sebab masih ada rindu, pada Khalil.

***

Kamu tidak akan pernah bisa membuka mata hatimu, ketika kamu terlalu fokus pada satu titik. Bukalah mata hatimu, lihatlah ada orang yang berjuang meyakinkanmu. Jangan takut melangkah, karena tidak semua orang itu sama. Lihatlah pengorbanannya untukmu, kamu hanya perlu memberanikan diri membuka hati dan akan tahu betapa besar dia mencintaimu.

次の章へ