webnovel

Pentas Seni Sekolah (7)

編集者: Wave Literature

Background-nya adalah tirai berwarna merah. Taozi yang mengenakan kostum pohon natal tampak tersenyum lebar menghadap kamera. Sedangkan Shen Mochen yang berada disampingnya, hanya melihat kamera tanpa ekspresi. Bahkan, dia juga menciptakan jarak diantara Taozi. 

Ibu Taozi tidak mampu menahan tawanya, "Mereka berdua kelihatannya tidak hanya zamannya yang berbeda, tapi jarak mereka bahkan 1800 mil jauhnya." katanya.

He Yu pun membalas perkataan ibu Taozi, "Hahaha, tapi mereka polos sekali! Apalagi Chen Chen ini, sedikit ekspresi pun tidak ada. Haduh… Kapan bisa melihat anak ini setiap hari tersenyum seperti Taozi, ya? Aku dan ayahnya bahkan tidak pernah berbuat kasar atau memaksa Chen Chen dalam bentuk apapun. Tapi, kenapa aku seperti sedang berhutang 10 ribu Yuan ke dia?"

"Kamu jangan berbicara seperti itu. Kalau saja Taozi memiliki setengah kepintaran dari Chen Chen, aku juga mau kalau kamu menyuruhku berhutang 10 ribu Yuan kepadanya." jawab ibu Taozi.

Kedua ibu itu tertawa karena obrolannya sendiri. Saat ini, Taozi sudah berganti baju yang biasanya dia pakai. Dia lalu berjalan menemui orang tuanya dan duduk di kursi yang ada. Dia juga melihat Profesor Chen dan He Yue duduk di sebelahnya, dan dengan senyum manisnya dia menyapa kedua orang tersebut, "ibu mertua, ayah mertua!"

"Eh, Taozi!" sahut Profesor Chen dengan tersenyum. Mereka akhirnya duduk bersama dan mulai fokus menikmati acara malam itu.

Hati Taozi tidak berhenti berdebar ketika memperhatikan Shen Mochen dengan senyum tipisnya membawakan acara. Kesan yang melekat pada Shen Mochen adalah dia yang selalu garang kepada Taozi, sikap yang selalu dingin dan acuh kepadanya. Taozi juga membayangkan kapan Shen Mochen bisa setiap hari tersenyum manis seperti ini kepada dirinya. Baiklah, bahkan dia juga sudah memutuskan kalau ini cukup menjadi harapan ulang tahunnya tahun ini.

Malam tahun baru dan perayaan ulang tahun sekolah ke-60 tahun akhirnya selesai. Taozi dan keluarganya berada di belakang panggung dan menemukan Shen Mochen yang bersiap untuk berganti baju. Profesor Chen kemudian tampak berjalan ke sampingnya. "Nak, kedua keluarga kita akan pergi makan malam bersama. Apa kamu ada sesuatu yang ingin kamu makan?" tanya Profesor Chen sambil mengusap lembut kepalanya. Namun, dengan cepat ia menyingkirkan tangan ayahnya dari kepalanya.

"Terserah. Tunggu aku selesai ganti baru kita bicarakan lagi," jawab Shen Mochen.

"Eh eh eh, jangan ganti dulu. Kita foto bersama dulu!!" kata He Yue yang langsung menarik tangan Shen Mochen ketika dia akan berjalan ke ruang ganti. He Yue dengan segera memberikan kamera yang dipegangnya dan memberikan kepada Guru Chen yang sedang berdiri di sampingnya, "Pak Chen, maaf mengganggu sebentar. Tolong fotokan keluarga kami!" katanya.

"Oh, baik!" jawab Guru Chen. Dia lalu melihat beberapa orang berdiri di depannya, dan ternyata mereka semua adalah keluarga Shen Mochen dan Su Tao. Dia merasakan kehangatan dalam hatinya, Ah… Secepat ini mereka sudah menjadi satu keluarga! batinnya.

Keempat orang dewasa tersebut berdiri di belakang kedua anak mereka dan tersenyum ketika melihat kamera. Guru Chen memegang kamera tersebut dan menunggu selama beberapa saat. Lalu, dia menyadari kalau ekspresi Shen Mochen sedari tadi hanyalah ekspresi datar yang ditampilkan. Dia kemudian menurunkan kameranya, dan berteriak kepada Shen Mochen, "Shen Mochen, senyum! Sama seperti yang barusan kamu lakukan di atas panggung!" katanya.

Namun, kalimat barusan malah membuat ekspresi Shen Mochen semakin 'ganas'. He Yue lalu menoleh dan melihat Shen Mochen dengan seksama. Dia yang menyadari ekspresi Chen Chen langsung memberikan sinyal kepada Taozi. Taozi pun menganggukkan kepalanya dan sangat mengerti tentang sinyal yang diberikan oleh He Yue. Kedua tangan kecilnya seketika menarik lengan Shen Mochen, mendekatkan Shen Mochen kepada dirinya. Cup. Secara tiba-tiba, dia menempelkan bibirnya ke wajah Shen Mochen.

"Kamu!!!" kata Shen Mochen yang kaget beberapa saat, namun tanpa respon apapun.

"Cepat! Cepat foto!" pinta He Yue kepada Guru Chen. Guru Chen pun benar-benar kehabisan kata dan tanpa basa basi langsung memotret mereka.

Cekrek!

Meskipun ekspresi Shen Mochen tidaklah segarang sebelumnya, tapi ekspresinya saat ini justru bingung. Wajahnya yang memerah dengan ekspresi bingungnya cukup untuk menjadi senjata bahan tertawaan untuk beberapa tahun kedepan...