webnovel

Kamu Itu Memang Biang Masalah

Dimas gerah melihat itu, dengan sigap dia menarik Hening dari atas tubuh pemuda yang berusaha melepaskan diri dari jerat kaki si Hening.

Hening mukul Dipta dengan brutal, pemuda itu gak bisa nyerang balik karena tangannya melindungi mukanya yang di pukulin Hening membabi buta.

Hening terasa tubuhnya di tarik, dia pikir pelakunya Bayu, mulut udah siap nyembur, eh ... gitu liat kalo Dimas yang megang tangannya. Langsung senyum-senyum gak jelas si Hening, matanya berbinar lagi.

Bayu sama Nur cuma bisa geleng kepala.

"Jadi perempuan itu tau malu! Bikin rusak nama kampung aja, dari dulu kamu itu memang biang masalah."

Alis Hening mengkerut, "aku biang masalah? Gak salah denger? Bahkan penghuni sungai tau kalo yang salah itu anak monyet ini." Tunjuknya ke Dipta yang baru bangkit sambil membersihkan pasir di tubuhnya.

Dimas menatap Hening tajam dengan meremas kuat tangan Hening, gadis itu berusaha gak meringis, "kalau di bilangin itu dengar! Jangan membantah, kalau gak bisa jaga nama baik sendiri. Pikirin nama baik orang tua dan desa." Ketusnya.

Lalu dia menghempas tangan Hening, gadis itu hampir terhuyung kalo Bayu gak nahan dengan sigap. Walau dia kesal sama Hening tapi sekarang ini emosinya memuncak sama Dimas.

Bisa-bisanya ngomong kaya gitu sama Hening di depan semua orang termasuk para pendatang dari kota.

"Bukan urusan lo, ngapain lo ikut campur?" Ketus Dipta. Dia menghampiri Dimas tapi singletnya di tarik Hening, gadis itu menggeleng lemah.

"Gue paling gak suka ada yang ikut campur urusan gue. Apalagi orang itu cupu." Dia menghempaskan tangan Hening yang memegang ujung singletnya.

Ketampanan Dipta semakin bertambah dengan cahaya matahari yang mulai berwarna jingga, bentar lagi gelap.

Dia menatap Dimas yang tingginya sama dengan dia, sambil nunjum muka Dimas, dia berkata, "lo gak perlu jadi pahlawan kesorean, pakek bawa nama baik kampung pula. Emang lo udah jaga nama baik kampung tericinta lo ini?"

Setelah itu Dipta meninggalkan sungai itu tanpa mengatakan maksud dari ucapannya. Dia merasa seluruh orang di kampung ini udah gila.

Sebelum benar-benar meninggalkan sungai dia berbalik, "urusan kita belum selesai," ucapnya tepat menatap mata Hening yang melotot padanya.

Cewe gila, harusnya melotot sama Dimas yang sok heroik bukan sama dia yang jadi korban pelecehan.

Dia juga menatap Dimas, "dan lo ... jangan berani ikut campur atau bersiap jadi samsak gue. Gue gak perduli lo siapa."

Setelah itu dia meninggalkan sungai dan semua orang yang cengok.

Pekaranya gak ada yang berani berkata kasar sama Dimas, bukan karena pemuda itu anak juragan tanah melainkan karena Dimas di kenal karena tutur bahasanya yang sopan begitupun dengan kepribadiannya. Nggak pernah melihat orang lain rendah meski status sosialnya tinggi di kampung ini.

Hening yang gak enak hati langsung ngomong, "maaf ya ... dia mang gak ada sopan santunnya. Nanti aku bilang abah supaya negur dia."

Dimas menoleh, menatap Hening malas, "sebelum ngatain orang coba bercermin. Kamu lihat dirimu, jauh lebih buruk dari dia." Setelah mengatakan hal yang menyakitkan, Dimas menarik tangan Shalom untu beranjak dari tempat itu.

Terlihat Shalom menahan senyum pas Dimas bicara dengan sangat ketus. Johannes dan yang lainnya juga meninggalkan tempat tersebut tanpa mengatakan apapun. Mereka gak punya hak untuk berkomentar.

"Sebelum kami tanya ada masalah apa sama mas jin, kami mau marah sama kamu. Demi Tuhan, apa kamu gak bosen di kasarin terus sama dia? Coba buka hati non ..., dia sama sekali gak suka sama kamu. Semakin kamu ngejar dia semakin dia benci, dan akhirnya apa? Kamu yang malu! Kami sebagai sahabat gak rela kalo liat kamu menderita karena cinta yang bertepuk sebelah tangan."

Dada Nur naik turun, emosi kali rasanya luat temen di permalukan kaya gitu. Tapi apa bisa di kata, dia gak biasa marah sama orang lain apalagi cowo. Bisa-bisa ayan mendadak.

"Pok ame-ame yang gak bertepuk sebelah tangan," ucap Hening acuh. Dia meninggalkan dua temannya itu.

*

Susi yang sedang ambil air sembahyang di pancuran air yang ada di samping rumah heran melihat Dipta pulang dengan tubuh di penuhi pasir.

Padahal pergi mandinya udah lama. Dengan cepat dia menghampiri pemuda itu.

"Aden kenapa?" Tanyanya sopan. Dipta melihat pancuran air tempat ibunya Hening ambil wudhu.

"Boleh aku mandi di situ?" Alus Susi mengkerut. Air pancuran itu gak pernah di bikin buat mandi. Gunanya cuma untuk ambil air sembahyang, membersihkan bahan masakan sama buang air dadakan kalo malem.

Tanpa menunggu jawaban Susi, Dipta langsung menuju pancuran air tersebut. Tau gini, mandi disini aja tadi. Sial kali hari ini, bencana alam menimpanya, untung gak patah atau bengkok.

Pas Susi mau berbalik masuk, Dimas menyapanya dengan sopan. Rumah Hening sejalan sama sungai, udah pasti siapapun yang mau kesungai pastilah ngelewatin rumah sederhananya Hening.

"Eh ... nak Dimas. Udah lama pulangnya? Bibi belum ada ketemu ibumu, jadi gak tau kamu ada disini."

Dimas tersenyum sopan, "kebetulan lagi libur bi. Abah Banyu mana?" Tanya pemuda tampan itu.

"Oh ... sudah ke langgar." Dimas mengangguk setelah itu pamit. Nggak sengaja dia liat Dipta sedang mandi di air pancuran samping rumah Hening.

Jadi benar mereka tinggal serumah, pikirnya.

"Hati-hati, nak," ucap Susi mengantar kepergian Dimas dengan beberapa pemuda pemudi seusianya, mungkin teman kuliah.

"Ya ampun ... Ning ... kenapa bepasir gitu badanmu!" Suara jeritan Susi masih dapat di dengar Dimas cs.

"Anak monyet itu ajak gelut!" Ketus Hening yang masih bisa di dengar Dimas cs. Setelah itu suaranya perlahan hilang.

"Pantes Hening cakep, maknya cakep gitu. Masih kaya abege, cocok jadi kakaknya Hening." Celetuk salah seorang teman Dimas, di angguki yang lain termasuk Johanes.

"Buat apa cantik kalo gak punya sopan santun?" Ucap Shalom dengan percaya diri yang tinggi. Temen ceweknya mengangguk setuju. Dasarnya mereka gak suka sama Hening apalagi saat tau gadis itu tinggal sama pria setampan dewa.

Makin gak suka.

"Kaya situ sopan aja. Mana ada cewe cowo gandengan lengket banget kaya kalian. Apalagi ini desa, yang tata kramanya masih terjaga," ucap salah seorang teman cowoknya.

"Sory bro ... mulut gue gatel kalo liat cewe sok iye ...." ucapnya pada Dimas yang menatapnya tak suka.

*

Hening menahan diri buat gak maki Dipta sebab harus sholat maghrib dulu. Tapi, begitu selesai dia langsung mendobrak pintu kamar pemuda yang tengah baringan karena badannya sakit semua akibat berguling-guling gak jelas di sungai tadi.

Susi yang mendengar suara pintu di dobrak langsung keluar dari dapur, "apalagi ini? Dinding baru aja di ganti abahmu, jangan pintu lagi."

"Anak monyet ini bikin Hening di marah mas Dimas. Hening gak terima!"

Dipta membuka matanya lalu berkata dengan santai, "sakit jiwa."

Mata Hening melotot, dengan segera dia menghampiri Dipta, tanpa aba-aba menarik kuat rambut pemuda itu sambil teriak.

"AKU GAK GILA!!!"

Susi menatap datar keduanya, "berhenti gak? Kalo gak, ibu siram pakek air mendidih kalian berdua."

Dipta yang juga udah jambak Hening sampe gadis itu teriak langsung melepas tangannya begitupun Hening.

次の章へ