Happy Reading
***
"Oce?" Seorang wanita setengah baya memanggil Ocean dengan suara cemasnya. Dia mendengar insiden yang dialami puteranya, membuatnya harap-harap cemas mengenai keadaan Putranya sejak tadi. "Kenapa jam segini baru sampe, Oce?" tanya Maya Cakrawala-Mama Ocean.
Dipanggil dengan suara bergetar seperti itu, Ocean hanya tersenyum tipis dengan sejuta kecemasan yang Mamanya perlihatkan. Dia memperhatikan langkah Mamanya dengan penuh perhatian, yang berjalan cepat menuruni anak tangga istana yang terlihat mewah ini.
Takut-takut wanita tua yang masih terlihat cantik dan menawan itu terpeleset. Bisa gempar seluruh istana ini. Bisa-bisa Macan tua jantan pemilik istana ini murka dan mengamuk melihat wanitanya terluka. "Hem … Papa, Mama," gumam Ocean dalam hati-selalu bahagia melihat sampai detik ini orangtuanya masih sangat mesra dan saling melengkapi. Matanya berbinar sendu saat semakin jelas terlihat raut wajah Mamanya yang mengkhawatirkan akan sesuatu.
"Hai, cantik. Selamat sore." Ocean langsung mendekati Mamanya saat dia sudah berada di ujung tangga.
"Jangan bercanda, ih!" Maya langsung mendekap tubuh putra kesayangannya ini, "Kau tidak apa-apa?" Matanya menatap penuh khawatir pada putra semata wayangnya ini. "Mama dengar-"
"Jangan memanjakanku, Cantik," sahut Ocean cepat. Dia amat senang memanggil Mamanya dengan sebutan 'Cantik' sebab Mamanya memang wanita tercantik didunia ini. Seperti biasanya, ia mengecup kening Maya dengan penuh kasih sayang, "Aku tidak apa-apa, lihatlah!" Ocean berputar di hadapan Mamanya.
"Syukurlah. Ada yang luka? Mama dengar mobilmu penyok, sudah dibawa ke bengkel? Husni bilang kau tidak bisa berkonsentrasi dalam bekerja? Kepalamu pusing, hem? Katakan pada Mama. Kita ke dokter sekarang, iya? Kau sudah makan? Oce..."
Bla ... Bla ... Bla
Ocean menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mendengar pertanyaan sekaligus ocehan Mamanya yang beruntun secara random dan tanpa tanda baca di belakangnya.
"Woohoo, santai Mah, satu-satu tanyanya," potong Ocean cepat, terkikik geli. "Mama memata-mataiku seharian ini? Apa saja yang dikatakan Husni dan Qanshana? Sampai Mama tahu semua aktivitasku dari pagi hingga menjelang sore, dan lagi…" Ocean menghentikan ucapannya, menatap penuh selidik pada Mamanya. Ocean benar-benar sangat gemas melihat wajah Mamanya yang salah tingkah seperti ini, "Apa yang dibawa Qanshana untuk makan siangku, Mah?" tanyanya ingin membuktikan prasangkanya.
"Qanshana membawakanmu bento lengkap dengan lauk kesukaanmu 'kan? Dan lagi Qanshana membawakan buah-buahan kesukaanmu, 'kan?" kata Maya berucap polos.
"Nah, tuhkan! Ketahuan!!" seru Ocean langsung tertawa, mengecup kedua pipi Mamanya dengan gemas.
"Eh, Oce, ih!" Maya memukul gemas lengan putranya ini. Selalu, dia tidak pernah bisa berbohong di depan Ocean apalagi di hadapan suaminya yang seperti macan kumbang. Jika sedikit saja dia berbohong bisa-bisa suaminya menerkam dan mengulitinya hingga tandas.
"Hem, dasar Mama." Ocean sudah mengatakannya berulang kali jika dirinya sudah dewasa bukan anak kecil yang harus diawasi selama 24 jam penuh. Dan lagi, bisa tidak Husni-sahabatnya dan Qanshana-kekasihnya tidak melaporkan semua kegiatannya pada Mamanya ini.
"Aku bukan anak kecil lagi, Mah," protes Ocean.
"Iya, Mama tahu, Oce. Maksud Mama, emm … Mama tadi ingin datang ke kantor melihatmu. Tapi, Papa tidak mengijinkan Mama pergi, kata Papa…"
"Oce!" Kali ini suara seorang Pria yang terdengar amat berat dan mendominasi memanggil Ocean, "Bagaimana kau bisa bertemu dengan Yasa dan Sari? Apa yang mereka katakan padamu?" cecar Mahad-ayah Ocean tanpa basi-basi.
Ocean mengangkat bahunya dengan acuh, "Mereka berdua menabrak mobilku tanpa sengaja."
"Kok bisa?" tanya Maya, raut wajahnya mendadak menjadi pias. Lalu tanpa sadar dia melihat kearah suaminya dengan bergetar menahan kecemasan.
Mahad memberi isyarat pada Maya, menyuruh istrinya untuk tenang.
"Selain itu?" tanya Mahad dengan tatapan menyelidik pada Ocean.
Ocean mengernyit bingung, Apalagi ini? Kenapa lagi-lagi ada yang aneh dengan situasi ini?
Saat dia mengirimkan alamat rumah pasangan suami istri itu, Papanya langsung menelepon dirinya. Menanyakan kejadian runtutnya dan suara Papanya terdengar seperti mengkhawatirkan sesuatu.
Ocean melihat Mamanya, wajahnya tampak pucat, seperti sedang mencemaskan sesuatu. Atau jangan-jangan sesuai dugaannya jika pasangan suami istri itu adalah penipu.
"Ada apa, Mah?" tanya Ocean, memegang bahu kanan Maya. Membuat Maya mendongakkan kepala, mencoba tenang didepan putranya ini.
"Mereka berdua benar penipu 'kan? Hanya mengaku-mengaku sebagai sahabat Papa dan Mama?" Ocean bertanya lagi dengan emosi tertahan lalu dia melihat Papanya dengan tatapan penuh selidik dan penasaran.
Mahad menghembuskan napas, menenangkan dirinya sendiri. Salahnya juga membuat segala sesuatu menjadi tegang seperti ini. "Mereka berdua memang sahabat Papa dan Mama," ujarnya mengakui jika Yasa dan Sari memang sahabat mereka. Itu dulu, saat semuanya masih baik-baik saja.
"Eh, yakin?" tanya Ocean. Belum percaya 100%. "Mah?"
"Benar kata Papa, Oce. Mama hanya terkejut setelah sekian tahun tidak mendengar kabar mereka. Tiba-tiba saja mereka mengundang kita makan malam." Maya tersenyum penuh ketenangan pada Ocean. Namun di balik bola mata cokelat hazelnya yang indah itu, kedua matanya bergetar penuh ketakutan memikirkan segala sesuatunya. Dan pemandangan itu sedikitpun tidak luput dari Mahad-suaminya. Mahad tahu betul apa yang diresahkan istrinya itu.
"Mama yakin?" tanya Ocean mengusap pipi Mamanya yang tampak pucat, "Mama sakit iya, Pah?" Ocean melihat Papanya. Kesehatan Mamanya jauh lebih dari apapun. "Lebih baik jika keberatan batalkan saja acara makan malam ini. Tolak saja acara makan malamnya. Asalkan Mama…"
"Tidak apa-apa, Ocean sayang." Maya memegang tangan Ocean, lalu mengecup punggung tangan putranya ini, "Selain itu apa yang mereka katakan padamu?"
Dahi Ocean mengernyit heran melihat Papa dan Mamanya, wajah mereka berdua tampak mengeras dan menegang seperti meredam emosi yang tidak bisa dikeluarkan oleh kata-kata.
"Pasti Papa dan Mama menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi apa?" batin Ocean ikut menerka-nerka apa yang terjadi.
"oce, kenapa diam?" Mahad bertanya dengan suara tegasnya, membuyarkan lamunan Ocean. Mahad paling tidak suka jika Ocean mengabaikan pertanyaannya atau istrinya ini.
"Eh, tidak lebih. Mereka hanya mengundang kita makan malam. Alamat rumahnya sesuai dengan apa yang kukirim pada Mama dan Papa," ucap Ocean. "Datang tidak?" tanya Ocean mereka bergantian.
"Datang," sahut Mahad singkat. "Kalian berdua bersiaplah." Mahad berlalu meninggalkan ibu dan anak ini.
"Jika keberatan…"
"Bersiaplah, Oce!!" potong Mahad cepat.
"Mama bagaimana?" tanya Ocean sekali lagi.
"Datang, Oce!!" seru Mahad, dia terus berjalan tanpa melihat Ocean.
"Dih! Galak kayak macan kurang kasih sayang," ucap Ocean menyindir Papanya.
"Oce!" Maya mencubit perut keras Ocean dengan gemas.
"Habisnya..."
Mahad tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar. Tidak memperdulikan sindiran serta gerutuan Ocean yang membicarakan dirinya di depan istrinya itu. Hal itu sudah biasa.
Yang ada dipikirannya kali ini adalah kedua orang brengsek itu. Yasa dan Sari.
"Setelah sekian tahun. Apa mau mereka sekarang?" batin Mahad, menolehkan kepalanya sekilas. Melihat Ocean-putra satu-satunya yang selama ini dia jaga sepenuh hatinya lalu matanya meneduh saat melihat bibir Maya yang selalu memikatnya-mengembang dengan begitu cantiknya.
Walau keriput sudah menghampiri wajah sang istri selamanya Maya Andalasy adalah wanita tercantik yang pernah ia temui. Selamanya Maya Andalasy adalah belahan jiwa yang selalu melengkapi hidupnya dan Maya Andalasy akan selalu menjadi cahaya dalam hidupnya yang gelap.
"Lupakan masa lalu, Maya. Gunakan nama belakangku. Hiduplah bahagia denganku. Selamanya kau adalah Maya Cakrawala-Istri Mahad Cakrawala. Wanita Terhormat dari keluarga kasta tertinggi di negeri ini. Rawatlah Putra kita yang akan kuberi nama Ocean Cakrawala jadikan dia Pria sejati dan tangguh sepertiku. Tutuplah masa lalumu itu. Aku, kau dan Ocean kita akan menciptakan masa depan penuh kebahagian. Janjiku padamu! Tidak akan ada yang berani menyakiti, menghina ataupun mengancammu lagi."
Itulah, janji setia yang diucapkan Mahad pada Maya 25 tahun lalu. Saat, Ocean baru saja dilahirkan. Ocean-si bayi mungil itu, telah melengkapi kebahagian dan kesempurnaannya sebagai seorang Pria Sejati. Merubah segala persepsi akan prasangka yang dimiliki istrinya. Yang selama Ocean belum lahir selalu menghantui isi kepala istrinya.
Butuh waktu yang sangat lama untuk mendapatkan hati Maya, dia memperjuangkan Maya mati-matian kala itu. Meyakinkan pada Maya jika wanita itu bisa keluar dari dunia gelap dan menjijikan yang melekat pada tubuhnya sejak remaja. Membuat Maya percaya jika dia adalah wanita yang memang pantas bersanding dengan dirinya dan Maya memang ditakdirkan untuk dirinya. Hidup bersama dirinya hingga maut memisahkan.
Hish!!
***
Salam
Busa Lin