webnovel

Sang Alpha

Vano tentu saja tidak percaya. Bagaimana ceritanya dia menjadi manusia serigala dalam satu malam. Tubuhnya toh baik-baik saja sekarang meskipun memang pakaiannya terkoyak.

"Bagaimana bisa? Kenapa kau melakukannya padaku? Jadi semua yang terjadi semalam bukan mimpi?" tanya Vano tidak percaya.

"Aku minta maaf, tapi kau membuatnya sulit. Akan lebih mudah bagiku kalau kau tidak melawan, tapi justru sebaliknya. Manusia biasa tidak akan bisa menang denganku bahkan untuk memberontak saja sulit. Sekuatnya mereka melawan, itu bagai debu saja yang bisa kutiup dengan mudah. Aku menyadari satu hal saat kau berhadapan denganku semalam. Entah kau menyadarinya atau tidak, kau punya kekuatan serigala itu dalam dirimu. Kau sudah memilikinya dan aku hanya menyempurnakannya," kata si pria lagi.

"Maksudnya?" tentu saja Vano bingung.

"Aku tidak tahu siapa, tapi kau punya leluhur manusia serigala," ucap pria itu mantap.

"Apa? Hah! Ini masih sulit untuk aku percaya," Vano hanya bisa menggeleng saja.

"Tidak mudah menerimanya. Aku bahkan harus belajar terbiasa setiap bulan selama 20 tahun belakangan," ucap si pria lagi.

"Lalu siapa kau?" tanya Vano kini menatap.

"Ah, aku Leon. Sebenarnya aku dulunya juga seorang alpha. Pemimpin kawanan. Hingga alpha lainnya mengajakku bertarung dan aku kalah. Dia memang lebih muda dariku dan ya aku terlalu tua untuk ini. Itu kenapa aku mengasingkan diri kemari," ucap Leon kemudian.

"Ah begitu. Aku sama sekali tidak mengerti tentang ini. Semua ini masih terlalu berat untuk aku cerna," Vano melihat lengannya sendiri yang tidak berubah.

"Aku tahu banyak hal yang pasti ingin kau tahu tentang menjadi seorang manusia serigala. Aku akan selalu bisa kau temui di sini atau di sebuah rumah kayu di samping aliran sungai di sana. Aku akan menceritakan semuanya. Aku harus pergi sekarang. Teman-temanmu pasti segera akan menemuimu di sini," ucap Leon yakin.

Sepeninggal Leon, guru dan beberapa teman Vano memang datang. Mereka khawatir ada sesuatu yang menimpa putra besar di sekolah mereka itu. Bisa menjadi masalah serius nantinya kalau terjadi hal buruk pada Vano.

Hari-hari sebagai manusia serigala memang dilakukan Vano sejak itu. Setiap bulan purnama, dia akan berubah menjadi serigala seutuhnya. Leon memang mengajarkan padanya untuk memangsa binatang seperti rusa, kerbau, dan lain sebagainya. Hanya saja memang rasanya tidak akan pernah seenak daging manusia. Entah bagaimana ada sensasi tersendiri saat melihat seseorang meraung memohon ampunan. Vano bukan pria seperti itu tapi instingnya sebagai serigala kadang memang membuatnya bertindak di luar nalar.

Vano biasanya selalu mengasingkan diri saat bulan purnama mencapai waktunya. Dia sering menggunakan rumah Leon untuk bersembunyi dan memangsa di sana. Bahkan hingga tiga tahun kemudian tepatnya saat Vano sedang kuliah. Leon pelan-pelan jadi mengenal sosok Vano juga. Cepat atau lambat dia akan menjadi hebat di kedua sisinya. Manusia juga serigalanya.

"Kau ingat aku pernah mengatakan kau punya darah serigala dalam dirimu kan? Apa kau sudah bisa menebak dari siapa kau mendapatkannya?" tanya Lano satu hari.

"Belum. Aku sama sekali tidak tahu. Sepertinya keluargaku bisa menutup rahasia dengan baik. Hanya saja kalau dipikir-pikir, sepertinya itu dari ayahku. Selama ini aku tidak pernah bertemu dengan salah satu pun dari keluarga ayahku. Ibuku bilang ayah memang tidak memiliki keluarga. Entahlah hanya aku tidak yakin," Vano berusaha mengingat.

"Kau tahu kan kau punya kesempatan menjadi Alpha kalau kau bisa menemukan keluarga ayahmu itu. Kau punya potensi, kekuatan, dan kedudukan. Paling penting kau bisa mendapat restu dari mereka," ucap Leon lagi.

"Apa bagusnya menjadi Alpha?" tanya Vano yang belum paham.

"Kau akan mendapatkan berlipat-lipat kekuatan. Kekuatan itu tidak hanya meliputi fisik tapi juga kemampuan kau mempengaruhi dan mengendalikan orang lain. Semua itu termasuk saat kau menjadi manusia. Kau akan menjadi pemimpin yang luar biasa," ucap Leon memberi kesempatan.

"Itu, cukup menarik. Lalu apa yang harus aku lakukan agar bisa menjadi Alpha?" tanya Vano ingin tahu.

"Selain mendapat restu dari leluhurmu, kau akan bisa melakukannya saat kau memangsa Alpha yang lain. Meninggalkan jejak kakimu saja sudah akan cukup membuat kawanan tahu bahwa kau lah sang Alpha. Kau tahu kan itu menunjukkan kekuatan dan dominasi," ucap Leon lagi.

"Alpha lainnya? Aku tidak mengenal Alpha kain selain-" Vano menghentikan ucapannya.

"Ya benar. Gunakan aku," kali ini Leon menatap serius tentu saja mendapat penolakan keras dari Vano.

"Jangan mengatakan hal yang bodoh! Aku tidak mungkin memakanmu, Leon! Kau ini sudah seperti guruku juga temanku. Mungkin lebih seperti ayah juga yang sudah lama tidak aku temui. Tidak mungkin aku membunuhmu!"

"Hei, aku sudah tua. Aku sendirian. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain memangsa hewan di sekitar sini. Aku sudah kehilangan kawananku. Aku terlalu malu untuk hidup lagi," ucap Leon meyakinkan.

"Tidak! Aku tidak ingin menjadi Alpha kalau begitu! Pasti ada cara lain!" Vano masih menolak dengan tegas.

"Ini semua bukan tentang kau, tapi aku! Aku yang memohon padamu. Kau ini sudah dewasa sekarang. Aku yakin kau sudah mengerti juga mengenai hal-hal yang menyangkut kita," ucap Leon meyakinkan.

Sungguh Vano tidak pernah menyetujuinya, tapi Leon terus meyakinkannya. Bagaimana dia menjadi penyebab seseorang kehilangan nyawa. Apalagi itu seseorang yang sangat dekat dengannya. Vano memang pernah memangsa manusia walau masih hitungan jari. Dia biasanya akan memangsa orang-orang jahat. Pelaku kekerasan seksual atau perampok yang membunuh, tapi Leon.

Entah berapa malam Vano merenung dan memikirkannya. Bulan purnama akan terjadi tiga hari lagi dan saat itu keputusan sudah harus dibuat. Pada akhirnya Vano kembali datang ke rumah Leon. Saat pria itu terlihat sedang kesakitan. Tersungkur menggunakan sebuah kursi sebagai pegangan. Vano segera berlari menghampiri. Ternyata memang kondisi Leon sedang tidak baik-baik saja. Sejak diserang saat itu, Leon tidak baik-baik saja. Ada luka dalam yang ternyata dialaminya. Cepat atau lambat dia akan meregang nyawa.

"Mangsa aku dan kau bisa ber-erterima kasih dengan membalaskan den-dendamku," suara Leon sudah terbata meremas dadanya sendiri yang nyeri.

"Siapa dia? Siapa yang sudah membuatmu seperti ini?" tanya Vano cepat.

"Will-william Arie. Kau akan bisa mengetahui tentangnya di buku ini. Sekarang waktunya. Lakukan untukku!" Setelah menyerahkan buku yang ternyata ada di balik tubuh Leon sejak tadi.

"Maafkan aku, Leon!" ucap Lano penuh kesedihan.

Pria paruh baya itu mengangguk lemah dan adegan mengerikan itu terjadi. Vano berubah menjadi si serigala saat tengah malam. Melahap tubuh lemah Leon yang juga sudah berubah menjadi serigala dengan bulu coklat keemasan. Sengaja meninggalkan kepalanya dan banyak tulang belulang. Meninggalkan juga beberapa jejak kakinya di dinding.