Saat kami sedang berkumpul, ada satu party beranggotakan lima orang, semua anggotanya adalah perempuan. Mereka sama seperti kami, mereka adalah player level bawah yang keluar menuju Monster Zone hanya untuk mendapatkan koin emas demi terus hidup di dunia death game sialan ini.
"Mereka tidak elok!" Bisik gay, maksudku Rio. Satu-satunya yang tidak elok disinilah adalah Rio, tapi dia sendiri tidak menyadari hal itu, maksudku... Oh ayolah, aku tidak mau mengorbankan lubang pantatku untuk si gay sialan ini.
Ray melirik ke arah party perempuan tadi, lalu kembali menatap kami. "Bagaimana kalau berangkat sekarang?"
Kami semua mengangguk.
Saat menuju tempat yang di tuju, Ray berjalan di depan kami, sedangkan Yuki dan Maya berjalan berdampingan di depan kami. Iya, kami... Aku dan Rio. Sialan! Aku takut.
"Zack, bagaimana kalau malam ini kita tidur bersama?" Tanya Rio. Dia benar-benar mendekatkan bibirnya ke telingaku. Aku bahkan merasakan napas panasnya di telingaku.
"Tidak." Aku menolak dengan cepat. "Aku lebih suka tidur sendirian."
"Baiklah. Oh iya, Zack. Kau suka di bawah atau di atas?"
Aku langsung menoleh menatap Rio. "A-Apa?"
"Jujur saja, aku lebih suka jadi yang diatas."
"Hiiiii!!!" Aku buru-buru menutupi pantatku dengan kedua tanganku.
Ya Tuhan, berapa lama lagi sih perjalanannya?
Selama lima belas menit perjalanan, aku terus dihantui oleh rasa takut akan di tusuk dari belakang oleh Rio, bahkan puluhan Monster yang selalu menghadang jalan kami tidak membuatku takut sama sekali. Apakah di sodomi lebih menakutkan dari pada kematian?
Akhirnya setelah penantian tiada batas ini, kami berhasil sampai ke tempat di mana Ray stuck.
"TIDAAAAAAKKKK!!!"
Suara jeritan seorang perempuan membuat fokus kami teralihkan.
Jauh di depan kami, empat orang player perempuan di bunuh hanya dengan satu ayunan gada raksasa yang penuhi oleh duri.
"Apa itu?" Tanyaku.
"Raja Troll!" Jawab Ray. "Kenapa makhluk itu malah muncul sih? Oh, mereka yang memancingnya ya?"
"Maksudnya?"
"Jika kau membunuh lebih dari lima puluh Troll di tempat ini, maka Raja Troll akan menunjukan dirinya."
Tunggu! Empat orang player perempuan terbunuh? Empat?
Aku langsung berlari secepat yang aku bisa ke arah Raja Troll itu.
Aku bisa mendengar suara teman-teman partyku yang mencoba untuk menghentikanku, tapi aku tidak bisa melakukan itu, karena di depanku ada seorang gadis kecil yang menangis ketakutan. Dia menyandarkan tubuhnya ke sebuah pohon, matanya benar-benar ketakutan saat melihat wajah si Raja Troll.
"Haaaaaa!!!" Aku melompat ke kepala si Raja Troll dan menghantamkan perisai besi level dua ku. Lalu dengan cepat aku menusukan pedang level satuku ke kepala si Raja Troll, tapi saat aku melakukan itu, pedangku langsung patah. "Eh?"
"Level pedangmu kurang, Zack!" Aku mendengar suara Ray di belakangku. Dia benar! Aku lah yang bodoh karena langsung saja menyerang dengan perlengkapanku yang masih rendah ini.
Raja Troll memegang kaki kiriku, lalu membantingku ke tanah.
"Akh!"
Lalu dengan mudahnya Raja Troll ini melemparku.
HP barku langsung turun sampai di bawah empat puluh persen dan terus turun. Sialan! Aku tidak mau mati sekarang!
Aku mengambil dua healing potion sekaligus dan meminumnya. HPku memang bertambah, tapi langsung berkurang lagi. Aku terus meminum healing potion sampai akhirnya HPku tidak menurun lagi.
Dua puluh healing potion untuk satu serangan.
Gadis kecil itu menatapku dengan matanya yang penuh dengan air mata. "Tolong aku..."
"Haaaaaaaa!!!" Aku langsung berdiri dan bersiap untuk berlari, tapi Ray dan Gay memegangi kedua tanganku.
"Jangan kesana, Zack!"
"Aku tidak mau kau mati, Zack!"
"DIAMLAH!!! GADIS KECIL ITU BUTUH BANTUAN!!!"
Aku menyeruduk wajah Ray yang memegangi tangan kiriku, dan saat tangan kiriku yang memakai tameng bebas, aku langsung mengangkatnya tinggi-tinggi dan berteriak, "HATE REACTION!"
Aura berwarna merah keluar dari tubuhku, dan saat aura itu mengenai tubuh Raja Troll, dia menggeram keras dan menatapku dalam kemarahan.
"Kau gila, Zack!" Kata Rio dengan nada marah.
"KAU BISA LARI SEKARANG!!!" Teriakku pada gadis kecil itu.
Gadis kecil itu mengangguk paham, lalu langsung berdiri dan berlari berlawanan arah denganku.
"Kalian juga pergilah!" Kataku pada teman-teman partyku.
"Kau bisa mati, Zack!" Lagi-lagi Rio mengatakan itu. Dia memang peduli padaku. Mau bagaimana pun, aku rasa, rasa pedulinya padaku benar-benar nyata.
Aku tersenyum ke arah Rio, "Aku tidak berniat untuk mati di dunia bangsat ini."
Wajah Rio menunjukan kalau dia benar-benar peduli padaku, lalu tanpa aku sadar bibirnya sudah mencium pipi kananku.
"Eh?"
"Itu adalah jimat keberuntungan." Dia tersenyum polos.
"Aaaaaaahhhhhhh!!!"
Gay berlari menyusul gadis kecil tadi.
"Sialan! Tadi sih bukan jimat keberuntungan, tapi jimat kesialan!" Aku menoleh ke arah Ray, "Maaf soal yang tadi, tapi aku ingin kau melindungi gadis kecil tadi!"
"Jangan mati, Zack!"
"Iya."
Dan dengan itu, Ray yang levelnya paling tinggi dari kami semua pun berlari menyusul gadis kecil tadi.
Aku menoleh ke belakang, "Kalian juga lar- eh? Mereka sudah tidak ada?"
"Aaaaarrrrrggghhhh!!!"
Aku buru-buru menatap ke depan, dan saat aku menyadari hal itu, sebuah gada raksasa hampir mengenai kepalaku. Aku langsung menggunakan perisai besi level duaku untuk menahan serangan itu.
"Gah!" Walaupun aku sudah menggunakan perisai untuk menahan serangannya, tangan kiriku tetap terasa sakit dan HPku pun berkurang lumayan banyak.
Sekali lagi si Raja Troll mengangkat gadanya. Saat dia mengayunkan gadanya, aku langsung berguling ke arah kanan untuk menghindari gada itu. Saat gada itu menghantam tanah, ledakannya menghancurkan tanah dan debu bertebaran ke segala arah.
Aku pasti mati jika serangan itu mengenaiku secara langsung.
Aku langsung melarikan diri memanfaatkan kepulan debu itu. Aku terus berlari dan berlari masuk ke dalam hutan, tapi siapa yang bisa menyangkanya, ternyata si Raja Troll itu masih berlari mengejarku. Bahkan dengan tubuhnya yang besar, pohon-pohon besar ini seperti tidak memiliki harga diri dan dengan mudahnya si Raja Troll merubuhkan pohon-pohon yang ada.
Sial! Bagaimana caranya aku bisa menjauhkannya dariku? Tunggu! Di ujung sana ada jurang? Bagus! Aku bisa memanfaatkan itu. Fitur peta memang luar biasa.
Aku berlari dengan kecepatan yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya, bahkan karena hal itu sedikit demi sedikit HPku mulai berkurang. Kini si Raja Troll jauh berada di belakangku. Lalu saat akhirnya aku sampai di pinggiran jurang, aku langsung berbalik dan mengangkat perisai besi level dua ku, lalu berkata, "Hate Reaction!"
Geraman Raja Troll semakin keras.
"Hate Reaction!"
Geraman itu semakin keras lagi. Kini Hate Reaction Raja Troll padaku adalah level tiga, artinya dia benar-benar membenciku.
Akhirnya Si Raja Troll keluar dari kedalaman hutan. Dia berlari ke arahku dengan kecepatan yang tidak masuk akal untuk ukuran tubuhnya, tapi hal itulah yang akan aku manfaatkan untuk mengalahkannya.
Aku melepas kancing jubah di leherku, lalu saat jarak antara aku dan si Raja Troll sekitar dua meter, aku meninggalkan jubah kegelapanku dan aku sendiri berguling ke arah kanan.
Si Raja Troll menabrak jubah kegelapanku dan jatuh bersamaan dengan jubahku.
"Gyaaaaaahhhhhhh..."
Aku menengok ke kedalam jurang dan melambaikan tanganku, "Mati saja sana, Raja Troll!" Tunggu! Aku rasa reaksi serta kata-kataku berlawanan. Terserahlah.
Aku memeriksa ruang itemku. Jubah kegelapanku kembali, dan aku langsung memakainya lagi. Lalu aku melihat pedang level satuku. Patah. Sial! Aku tidak punya koin emas yang cukup untuk membeli pedang baru. Bahkan pedang yang paling murah pun seharga seribu koin emas, sedangkan aku hanya punya lima ratus lebih koin emas. Ah, sialan. Ditambah aku tidak dapat drop item apapun dari si Raja Troll, karena memang bukan aku yang mengalahkannya, tapi jurang ini.
Aku membuka sistemku, dan menekan menu party. Semua orang selamat, HP mereka tidak menunjukan tanda-tanda sedang bertarung atau semacamnya.
Aku mengetik di chat party.
Zack: Bagaimana kabar si gadis kecil?
Rio: Apa kau baik-baik saja, Zack?
Ray: Syukurlah, sepertinya kau baik-baik saja, Zack. Gadis ini baik-baik saja.
Zack: Dimana kalian?
Rio: Kami di safe zone kota awal.
Zack: Baiklah, aku akan kesana sekarang.
Sial! Bahkan Yuki dan Maya sepertinya tidak peduli padaku. Kasihan sekali sih hidupku. Maksudku, tidak ada satupun gadis yang peduli padaku, tapi entah kenapa seorang gay malah tertarik padaku. Aku harap aku bisa kembali ke masa di mana aku belum berbicara dengan Rio.
Aku membuka ruang itemku, lalu mengambil kristal teleportasi. Kristal teleportasi memungkinkanku untuk kembali ke safe zone terakhir. Kelemahan dari kristal teleportasi adalah saat kau sedang ditargetkan oleh Monster atau sedang ada di Labyrinth Boss, maka kristal teleportasi tidak akan bisa berfungsi. Aku membeli banyak kristal teleportasi yang harganya sama dengan healing potion, yaitu seratus koin emas. Setelah kristal teleportasi ada di tanganku, aku segera mengaktifkannya.
Cahaya berwarna biru menyelimuti tubuhku, dan dalam hitungan detik aku sudah ada di tengah kota awal. Aku segera berlari ke pintu keluar kota awal.
Mereka berempat sudah menungguku di sana. Aku melambaikan tangan kananku sambil berlari ke arah mereka.
Baru saja aku menghentikan langkahku, pelukan dari si gadis kecil menghangatkan tubuhku.
"Terima... Hiks... Terima kasih, Zack."
"Tidak apa-apa, gadis kecil. Lagian aku masih hidup." Aku mengelus-elus kepala si gadis kecil.
"Zack~ Zack~"
"Ha?" Aku melirik ke arah Ray yang membentuk angka sembilan belas dengan jari telunjuknya. "Apa maksudmu?"
"Ngomong-ngomong," Si gadis kecil melepaskan pelukannya dan menatapku dari bawah dengan mata basahnya. "Umurku sembilan belas tahun, jadi bisakah kau tidak menyebutku gadis kecil?"
"Eh? Sembilan belas tahun?"
"Iya."
"Eh?" Aku menatap Ray.
Ray mengangguk mantap.
Serius?
"A-Apa kau tidak sedang bercanda?" Tanyaku pada si gadis kecil.
"Iya."
"Kalau begitu kau lebih tua dari aku."
"Eh? Seriusan?"
"Iya, umurku baru delapan belas tahun."
"Hehe, namaku Rena."
Aku tersenyum, "Aku Zack."
"Terima kasih," Tiba-tiba air mata Rena menetes. Rambut ungu panjangnya berkibar kencang saat angin menerpa dirinya dan membuat air matanya terbang ke arah lain. "Rasanya sangat... Egois saat hanya aku yang selamat."
"Tidak juga, dalam bertahan hidup..."
"Tapi aku ingin hidup."
"Iya, kau benar. Bahkan teman-temanmu pun ingin hidup, tapi jangan biarkan dirimu tenggelam lebih jauh lagi, karena aku yakin tidak ada satu teman pun yang ingin temannya mati."
Maya berjalan ke arah Rena, memegang pundak kirinya dan berkata dengan lembut, "Jangan sia-sia'kan pengorbanan mereka. Aku akan memberimu diskon cakar level sepuluh, jadi jangan bersedih lagi ya, Rena?"
Rena menatap Maya dengan matanya yang masih sangat basah, "Iya, terima masih, Maya."
Aku menatap Maya, "Kau pandai besi?"
Maya tersenyum padaku sambil menunjukan peace dengan tangan kirinya, "Iya, aku adalah gadis tangguh yang memilih pandai besi sebagai class sampinganku."
"Class sampingan?"
"Oh, sepertinya kau tidak tahu tentang ini ya, Zack?"
Aku mengangguk, "Iya."
Maya tersenyum lembut padaku, "Kalau begitu besok pagi sekitar jam delapan, datanglah ke toko ku. Aku akan mengirimkan arahnya sekitar jam setengah delapan."
"Baiklah."
"Siip deh."
Aku rasa Maya adalah tipe gadis idamanku. Cantik dan kuat, serta bersemangat. Yah, setidaknya aku ternyata masih menyukai perempuan, karena orang-orang sering berkata bahwa mereka yang bermain bersama gay, maka lama-kelamaan kau juga akan menjadi gay, dan aku tidak mau hal itu terjadi padaku.
Ray mengangkat tangan kanannya untuk mendapatkan perhatian kami. "Kalau begitu party kali ini di bubarkan ya?"
"Eh?" Yuki menatap Ray. "Kau sudah mendapatkan apa yang kau cari?"
"Iya."
"Tapi, apa sih yang kau cari? Bukankah kau ingin menyelidiki pintu labyrinth?"
"Tidak. Itu hanya alasanku, karena sebenarnya aku hanya ingin mencoba bertarung secara berkelompok. Dan saat aku melihatnya, ternyata bertarung secara berkelompok bisa jadi sangat berguna, dan dari situ aku berencana membuat guild terkuat yang akan membawa kita semua menuju Area terakhir. Bagaimana?"
Kami semua mengangguk setuju. "Itu bagus."
"Jadi, apa kalian mau jadi anggota pertamanya?"
Maya mengangkat tangannya, "Maaf, aku rasa aku akan disibukan sebagai pandai besi kalau kau benar-benar ingin mengumpulkan orang-orang kuat."
Kemudian Yuki mengangkat tangannya, "Aku rasa aku akan berpikir lagi."
"Bagaimana denganmu, Rena?"
Rena mengangguk, "Walau aku tidak kuat, tapi jika aku berkumpul dengan orang-orang kuat, aku yakin nanti juga aku akan jadi kuat."
"Oke, anggota pertama sudah di dapatkan. Zack, bagaimana denganmu?"
"Eh? Ah yah, aku... Aku rasa... Umm... Bagaimana ya... Aku..."
Ray tertawa kecil, "Kalian semua pasti akan selalu disambut di guildku nanti." Lalu Ray menatap gay, maksudku Rio. "Rio?"
Rio mengangguk, "Aku masuk."
"Bagus. Aku akan mendaftarkan guildnya sekarang." Lalu Ray berjalan menjauh dari kami.
Rio mendengus lelah, "Aku rasa aku akan istirahat." Kemudian Rio menatapku, "Mau ikut?"
"Eh! Yah, tidak."
"Oke deh." Dan akhirnya dia pergi. Sekarang aku merasa aman.
Maya kemudian memegang tangan Rena, "Ayo ke toko ku!"
"Iya."
Dan mereka berdua pun pergi. Rena melambaikan tangannya padaku saat dia berjalan pergi dengan Maya. Aku hanya mengangguk ragu.
"Kau terlalu ceroboh!" Tiba-tiba Yuki mengatakan itu.
"Yah, tapi Rena membutuhkan pertolongan."
"Kalau bukan karena kelincahanmu, kau pasti sudah mati."
"Iya."
"Saat kau berkeinginan untuk menyelamatkan orang, kau harus jadi lebih kuat lagi."
"Iya, aku akan jadi lebih kuat lagi."
"Aku sarankan class sampinganmu adalah assasin atau thief, dengan begitu kau akan memiliki gerakan yang luar biasa cepat."
"Bagaimana class sampinganmu, Yuki?"
"Class sampinganku adalah Swordman, dan class utamaku adalah penyihir."
"Eh? Kau penyihir berpedang?"
"Iya."
---
Aku membuka mataku dan menatap langit-langit berwarna coklat dari kayu. Kemarin aku sudah mendaftarkan class sampinganku sebagai Thief atau pencuri. Dan dengan class itu sebagai class sampinganku, tidak kusangka kelincahanku benar-benar bertambah pesat, dan bukan hanya itu saja, aku juga mendapatkan bermacam-macam skill yang menarik, seperti menghilang selama beberapa detik, gerakan cepat, lompat tinggi, memanjat tembok, parkour, melihat dalam gelap, dan penglihatan jarak jauh. Semua skill itu benar-benar sangat berguna dalam pertempuran.
Aku melihat jam di atas petaku. Jam menunjukan pukul setengah delapan, dan sama seperti yang Maya katakan kemarin, dia benar-benar mengirimiku arah menuju tokonya. Aku segera bangun dari ranjangku dan berjalan keluar. Saat sampai di resepsionis, aku menaruh kunci kamarku di mejanya.
"Terima masih banyak, Tuan." Katanya.
"Iya." Kataku, sambil berlalu.
Dalam perjalananku menuju toko pandai besi Maya, aku melihat berbagai macam player. Kini mereka sudah mulai bisa hidup di dunia game ini, setidaknya mereka tidak terlalu stress dan memikirkan untuk bunuh diri. Mereka saling bercengkrama satu sama lainnya, bahkan ada beberapa anak-anak yang berlarian.
Aku tersenyum melihat semua ini.
Yang di butuhkan sekarang adalah pasukan garda depan. Kita semua membutuhkan player-player pemberani yang mau mempertaruhkan nyawa mereka untuk semua orang. Kita sudah mendapatkan setidaknya tiga orang, Ray, Rio, dan Rena. Jika apa yang dikatakan Ray benar, maka guildnya akan sangat terkenal dan dalam beberapa minggu mungkin dia akan menjadi pemimpin guild yang paling di hormati.
Aku merasakan hawa aneh datang dari belakangku. Aku langsung menoleh ke belakang, tapi tidak ada yang aneh, maksudku... Yah... Hanya ada orang-orang biasa yang sedang berjalan-jalan di pagi hari. Lalu, hawa apa yang baru saja aku rasakan? Aku rasa ini adalah salah satu skill dari Thief, merasakan hawa keberadaan seseorang yang bersembunyi atau semacamnya. Yah, pencuri memang harus memiliki skill itu, karena pada dasarnya kami bisa menghilang atau bersembunyi. Yah, mungkin jika itu benar adalah pembunuh, dia tidak mungkin mengarah aku, karena apa yang bisa diambil dariku benar-benar tidak ada.
Butuh setidaknya tiga puluh menit perjalanan jalan santai ke toko Maya.
"Aku rasa itu." Gumamku.
Ada sebuah bangunan kecil diantara beberapa bangunan lainnya. Oh, ada tulisan di atas pintu masuknya. 'Pandai besi Maya' itu benar-benar toko miliknya. Aku membuka pintunya, "Permisi?"
Saat pintunya terbuka, suara lonceng terdengar.
Maya berdiri di belakang konter, "Selamat datang. Oh, Zack... Kau benar-benar datang."
"Iya, aku memang membutuhkan pedang baru."
"Ah, pedangmu yang kemarin patah ya?"
"Iya. Dan aku sudah membuangnya."
"Hmm? Aku kira kau mau memperbaikinya."
"Eh? Bisa diperbaiki?"
"Asalkan potongan pedangnya masih ada padamu, pedangnya bisa diperbaiki."
"Oh, kalau begitu aku tidak bisa melakukannya. Potongan pedangnya hilang saat aku melarikan diri dari Raja Troll."
Maya menyentuh bibirnya dan berjalan mendekatiku, "Benar! Soal itu, apa kau benar-benar membunuh Raja Troll?"
Aku menggeleng, "Aku hanya menjebaknya dan membuatnya jatuh ke jurang."
Maya tersenyum senang, "Kau keren, Zack!"
"Eh? Yah... Tidak..."
"Jadi, kau mau pedang yang mana? Kau bisa memilihnya sesukamu."
"Anu, aku rasa aku hanya punya setidaknya lima ratus koin emas. Bagaimana?"
"Hmm." Maya menyentuh dagunya seperti sedang berpikir. "Kalau kau ada bahan-bahannya, aku bisa membuat pedang level sepuluh dengan lima ratus koin emas."
"Wow! Level sepuluh? Pedang apa itu?"
"Pedang sisik Trenggiling!"
"Ha? T-Trenggiling? Hewan pemakan semut itu?"
Maya mengangguk semangat, "Iya."
"Ah, yah."
Maya mengembungkan pipinya dan menatapku tajam-tajam. "Kau," Aku hanya bisa menghindari tatapannya. "Kau meremehkan Trenggiling ya?"
"Ti-Tidak juga."
Gawat! Aku tidak boleh berlama-lama berbicara dengan seorang gadis cantik. Aku benar-benar payah jika harus berbicara dengan mereka, tatapan mataku hanya akan terfokus pada wajah atau bibir mereka.
"Asal kau tahu saja ya, Trenggiling memiliki sisik yang sangat kuat, bahkan bisa memantulkan peluru handgun yang di tembakan dari jarak yang sangat dekat."
"Serius?"
"Serius!"
"Dimana aku bisa mendapatkannya?"
"Memangnya kau bisa apa hanya dengan perisai besi kecil itu?"
Aku menatap perisai besi level duaku, "Hehe."
"Trenggiling yang akan kita cari adalah Trenggiling level sepuluh, jadi setidaknya kau harus punya senjata berlevel di atas lima. Kau punya?"
"Yah, aku datang kesini karena aku tidak punya senjata apapun lagi selain senjata yang kemarin patah."
Maya menghembuskan napas kesal, "Ayo, aku ikut denganmu! Lagian pengunjung selalu saja tidak ada, karena player yang pergi ke Monster Zone sangat sedikit. Mereka juga hanya berburu Monster Slime atau yang lebih lemah, jadi mereka benar-benar tidak membutuhkan pandai besi sepertiku."
"Ka-Kau akan ikut denganku?"
"Iya, dan aku juga akan meminjamkanmu," Maya mengeluarkan sebuah pedang pendek dari ruang itemnya. "Ini! Ini adalah pedang pertama yang aku buat, dan levelnya adalah level tujuh!"
"Berapa kalau aku membelinya?"
"Tidak boleh! Kita harus berburu Trenggiling!"
"Aku yakin kau hanya ingin memanfaatkanku kan?"
"Hehe."
Yah, setidaknya ini adalah kali pertama seorang gadis memanfaatkanku, tidak buruk juga untuk seorang pemula sepertiku.
"Mereka ada di Monster Pangolin Area. Mungkin perjalanannya sekitar setengah hari dari sini."
"Ja-Jauh banget."
"Iya, maka dari itu aku membawa tenda untuk kita berdua."
"A-Anu, apa kita akan tidur terpisah?"
Maya menggeleng, "Sayang sekali aku hanya punya satu, jadi kita tidur satu tenda."
Eh? Aku tidur satu tenda dengan seorang gadis cantik?
"Ah, yah... Tapi... Apa tidak masalah untukmu?"
Maya tertawa kecil, "Wajahmu memerah, lho."
Aku langsung menutupi wajahku saat dia mengatakan itu.