Axel berkacak pinggang sambil berdecak kasar ketika melihat tatapan Lova yang hanya terpaku pada layar ponsel di tangan kanan gadis itu, sampai-sampai tidak memperhatikan jalanan koridor yang sudah mulai ramai. Bahkan Lova tak menyadari keberadaannya yang sudah berdiri beberapa langkah di depan gadis itu.
Axel terkekeh kecil dengan rencana jahil yang baru saja terpikirkan oleh otak di dalam kepalanya itu. Saat tinggal dua langkah lagi Lova sampai di posisinya berdiri, Axel menyembunyikan kedua tangan di belakang punggung seraya melebarkan kedua kakinya sedikit. Axel mensejajarkan posisi bibirnya dengan kening Lova. Menatap gadis itu dengan sorot geli.
Cup!
"Eh?!" pekik Lova kecil. Reflek memegang kening dan menghentikan langkah kakinya ketika ada benda kenyal dan basah menyentuh keningnya. Lova mengangkat wajahnya dan tatapannya langsung bertemu dengan mata Axel.
"Serasa dunia milik berdua emang lo, my Lov. Gue invisible! Jalan, tuh lihat ke depan jangan nunduk lihat ponsel mulu, elah!" sewot Axel kembali menutup kedua kakinya.
Lova nyengir kuda hingga deretan gigi putihnya yang tersusun rapi itu terlihat sambil menurunkan tangan dari keningnya. "Morning, good looking ..." sapa Lova dengan wajah ceria dan suara riang.
Axel mengibaskan satu tangannya. "Basi-basi! Males!"
Raut wajah Lova langsung berubah menjadi cemberut. "Kok, Axe gitu, sih ... sama Lova. Penonton jadi kecewa, tahu ..."
Sebelah alis Axel terangkat naik.
"Eh! Gak lucu ya, Axe?" Lova cekikikan. "Lova lagi bujuk-bujukin Axe, lho ini. Axe mau lihat ponsel Lova? Gak apa-apa, kok." Lova menggeleng pelan. "Lova mau telepon Axe tadi, tuh. Mau tanya Axe lagi ada dimana." terang Lova sambil menyodorkan ponselnya di depan wajah Axel.
Axel reflek memundurkan wajahnya. "Hilih!" Axel mengibaskan satu tangannya. "Bujukin model apaan, kaya gitu doang?" Axel menarik ponsel Lova dan memasukkannya ke dalam saku celana.
"Namanya, juga Lova coba-coba."
"Buat pacar, kok coba-coba."
"Dasar korban iklan!"
Axel terkekeh geli. Tangan kanannya terulur mengacak rambut Lova pelan.
Lova tiba-tiba saja terdiam dan memperhatikan setiap inci wajah Axel lekat-lekat membuat laki-laki itu berdehem salah tingkah sendiri.
"Gitu amat lihatin gue, lo!" Axel mengusap wajah Lova pelan.
Lova tersenyum lebar. Tangan kanannya terulur menepuk kepala Axel tiga kali. "Anak baik deh, Axe. Gak ada nambah luka lagi. Jadi semalam gak ada berantem-berantem."
Axel melirik ke arah atas menatap tangan Lova. Lalu berdehem pelan sambil menurunkan tangan gadis itu. Tatapannya turun pada paper bag yang ada di tangan kiri Lova. "Itu--" Axel mengedikkan dagunya sekilas. "Lo bawa apaan, my Lov?"
Lova perlahan menundukkan kepalanya sedikit menatap paper bag warna coklat itu. "Oh, iya!" Lova menepuk keningnya sedikit kencang. "Kok, Lova jadi lupa, sih!"
"Ck! Ya, gak pakai tepok-tepok jidat, lah!" tegur Axel dengan suara keras sambil mengusap pelan kening Lova pelan. "Sakit?"
Lova meringis sambil menggelengkan kepalanya. "Udah diusap-usap sama Axe. Jadi gak sakit lagi, dong."
"Hilih! Gimbil!"
Lova terkekeh kecil. "Oh, iya. Nih--" Lova menyerahkan paper bag berukuran sedang itu pada Axel yang langsung diterima laki-laki itu. "Itu, ada sarapan buat Axe. Daddy yang bikinin tadi."
Axel langsung mengarahkan paper bag itu sedikit ke wajahnya. Kening Axel mengerut samar. "Ini, ada tiga, buat gue semuanya, my Lov? Gak salah, lo?" tanya Axel seraya mengangkat wajahnya dan menatap Lova bingung. "Gue gak bisa makan banyak-banyak kalau pagi, my Lov. Pasti bakalan sakit perut."
Lova menggeleng pelan. "No! Itu nanti sekalian buat Malik sama Abdul juga, kok. Axe, kan kalau bolos, tawuran sama mereka berdua. Pas makannya sendirian aja, masa?"
"Ngapain? Gak usahlah!"
"Yah ... Udah terlanjur, dong Axe. Lova udah sarapan gak mungkin sarapan lagi. Kenyang." kata Lova sambil mengusap-usap perutnya dengan kedua tangan. "Sama sahabat itu harus saling berbagi tahu."
Axel hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh. Dia tidak memberikan label sahabat pada Malik dan Abdul seperti yang Lova pikirkan. Jadi untuk apa juga dia harus repot-repot berbagi layaknya mereka bertiga itu adalah sahabat. Merepotkan sekali!
Kedua alis Lova terangkat naik. "Kok, Axe jadi diam? Axe mau sarapan dimana?"
Axel menghela nafas samar. "Kantin. Mereka berdua lagi ada di sana." terang Axel sambil mengulurkan tangan kanannya.
Lova menatap tangan Axel sejenak. Lalu mengangkat wajahnya menatap Axel. Lova tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya menerima uluran tangan laki-laki itu. "Yuk! Kita, go!"
Axel terkekeh kecil seraya menautkan jarinya di sela jari Lova dan menggenggam tangan gadis itu erat. Berjalan menggiring Lova menuju kantin diselingi dengan celotehan Lova.
"Axe, kok bisa gak telat masuknya? Tumben banget?"
Axel melirik Lova sejenak. "Bagus, dong!"
"Oh, iya. Bagus, dong." Lova cengengesan. "Kaya gini aja terus. Kalau bisa masuk kelas juga sama Lova ya, Axe. Temenin Lova, gitu ..."
"Hmm," gumam Axel pelan. Walau jawabannya terdengar ogah-ogahan, tapi bukan sama sekali karena dia merasa terganggu atau risih dengan segala celotehan Lova yang sangat polos. Axel tersenyum amat tipis.
Lova melongok wajah Axel. "Beneran, ya Axe, ya. Temenin Lova, lho. Biar Lova gak dighibahin terus gara-gara Lova sekarang jadi pacarnya, Axe. Sekarang aja fans-fans Axe lihatin Lova yang udah kaya pengen telan Lova hidup-hidup." kata Lova lirih di akhir kalimatnya dan agak beringsut pada Axel.
Axel seketika menghentikan langkahnya membuat langkah Lova otomatis ikut terhenti. Mengedarkan pandangan ke sekelilingnya sebentar. Axel menunduk menatap Lova.
"Kenapa, Axe?" tanya Lova tidak mengerti sambil menatap Axel bingung.
Axel berputar ke samping menghadap Lova. "Siapa yang berani ghibahin lo, my Lov?" tanya Axel dengan suara yang sengaja ditinggikan membuat pemilik mata-mata yang sedang menatap Lova sinis langsung mengkerut.
"Hah?"
Axel menghela nafas samar dan perlahan membungkuk mensejajarkan wajahnya pada wajah Lova. "Siapa yang udah berani ghibahin pacar gue, hm?" tanya Axel halus.
Lova tersenyum kecil. "Gak ada kok, Axe. Lova asal ngomong aja tadi. Udah ah, yuk." Lova menepuk pipi Axe pelan sebanyak dua kali. "Kita jalan ke kantin lagi, yuk. Nanti keburu masuk. Lova gak bisa nemenin Axe sarapan."
Axel sejenak menatap Lova lekat. Lalu menegakkan posisi berdirinya. Axel meremas pelan tangan Lova yang ada di genggamannya dan kembali menggiring gadis itu berjalan menuju kantin.
"Weh! Pagi-pagi udah pacaran aje lu, bos!"
Axel tak menghiraukan ucapan Abdul. Meletakkan paper bag yang sedari tadi dibawa di atas meja. Axel mengambil duduk bangku yang bersebrangan dengan bangku Malik dan Abdul yang sedang duduk bersebelahan.
Lova tersenyum manis seraya melambaikan tangan kanannya pada Malik dan Abdul. "Morning!"
"Morning too, Vava." balas Abdul riang sambil melambaikan tangannya membalas lambaian tangan Lova. Sementara Malik hanya tersenyum tipis. Inginnya, sih langsung memeluk Lova erat.
Sebelah alis Axel terangkat. "Va-va? Apaan?" tanya Axel sambil bergeser sedikit dan menarik pelan siku Lova hingga gadis itu duduk di sampingnya.
"Namanya Lova itu, kan ada Va-Va nya. Ya, udah aja gue panggil Lova, Vava. Gak salah, dong gue panggil begitu?"
"Si bego!" umpat Malik tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponselnya.
"Lo ngatain gue, Lik!"
"Oi! Sensi amat, dah lo. Macam chili-chili. Lagi ngegame gue, Nyet!" Malik menunjukan layar ponselnya pada Abdul.
"Oh?" Abdul ber-oh singkat.
"Si tolol!"
"Lo lagi ngegame juga, bos? Tapi ponsel lo mana?"
"Abdul bego!"
"Tolol!"
Umpat Axel dan Malik terdengar hampir secara bersamaan.
Lova tertawa kecil melihat interaksi dari ketiganya. Bagaimana orang lain tidak mengira mereka bertiga itu sahabat jika melihat kedekatan di antara ketiganya?
"Gue?" Abdul menunjuk dirinya sendiri.
"Allahu Akbar! Bukan temen gue." Malik menggeser duduknya menjauhi Abdul.
Abdul menatap bingung Axel dan Malik secara bergantian.
Axel mengibaskan tangannya sekilas. "Gak ada, gak ada. Gak ada Vava-Vava-an! Berasa Lova itu pacar lo aja. Ada panggilan sayangnya segala."
Abdul mencolek lengan Malik dan menatap sahabatnya itu dengan tatapan jahil. "Njir, lah Lik! Baru kali ini gue lihat si bos cembokur. Epik parah gak, tuh?" tanya Abdul sambil mendekatkan wajahnya pada Malik dan memainkan kedua alisnya naik turun.
"Sialan bacot lo, Dul! Gue gak cemburu, anjim!" sangkal Axel keras.
Malik melirik Axel dan Lova secara bergantian. "Kalau gak cemburu. Kagak sayang Lova, lah bos lu itu."
Abdul manggut-manggut. Sementara Lova melirik ke arah Axel sekilas, lalu tersenyum sangat tipis ketika melihat tidak ada tanggapan dari Axel.
Tbc.
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!
Like it ? Add to library!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.