"Em, ada apa denganmu? Kenapa dari tadi kau hanya diam saja? Tidak seperti biasanya," tanya Roland. Ia melihat sikap sang kekasih sangat berbeda dari sebelumnya. Padahal, setiap Roland datang, Emely selalu riang dan banyak bicara.
"Mungkin itu hanya perasaanmu saja." Emely berujar disertai senyum palsu.
Pemuda di hadapannya tetap tidak percaya. Ia sangat yakin kalau Emely sedang menyembunyikan sesuatu. "Hm ... oke." Roland mulai mendekati gadis itu, ia berniat memeluknya. Namun, gerakan Roland malah berhenti setelah melihat sedikit tanda hitam di balik lengan baju Emely.
"Em, apa ini?" Tanpa Emely duga, Roland membuka lengan bajunya dan melihat dengan jelas gambar itu. "Tato? Sejak kapan kau memakainya?" lanjut pria itu
"Roland! Apa-apaan kau?" Emely memekik sambil mendorong tubuh sang pacar begitu saja, dengan segera ia menutup kembali lengan bajunya.
Roland mengernyit. "Kau marah hanya gara-gara aku melihat itu?" Dia sungguh terkejut karena sikap Emely yang berlebihan. Namun, gadis yang tampak diselimuti raut gelisah itu hanya membisu dan cukup untuk memberi jawaban atas pertanyaan Roland tadi.
Tatapan sinis Roland masih terkunci pada wajah gadis di hadapannya, ia terlihat emosi. "Kau berangkat ke kampus sendiri saja." Pria itu melangkah lebar meninggalkan Emely yang masih sibuk mencari alasan.
"Roland, tunggu!" Untung saja pemuda yang memiliki rambut halus di dagunya itu masih mau mendengarkan seruan kekasihnya. Ia menghentikan langkah walau tanpa menoleh sedikit pun. "Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku ... hanya takut kalau kau marah setelah melihatku memakai ini," lirih Emely dengan ragu.
"Kau yakin?" Roland berbalik dengan tatapan menyelidik.
Gadis itu hanya mengangguk dengan mimik yang masih takut. Sementara pria yang barusan hendak pergi kini kembali berjalan mendekati Emely dengan tatapan menyeringai, membuat kekasihnya semakin yakin kalau Roland benar-benar marah besar.
"Tato yang unik, aku suka." Itulah bisikan yang keluar dari mulut Roland tepat di telinga gadisnya. Emely mengembuskan napas lega karena ia berhasil membuat Roland percaya.
Jadi ... ternyata ini benar tato, batin Emely meyakini bentuk hitam pekat di lengannya.
"Sudah, kau jangan gelisah seperti itu. Tenang saja, aku tidak jadi marah padamu." Roland tersenyum manis seraya mengecup birai gadis itu lembut.
Akan tetapi, pikiran Emely sekarang malah tertuju pada tempat pembuatan tato. Kenapa ia baru memikirkan tentang hal itu?
"Di tempat pembuatan tato bisa juga untuk menghapus tato, bukan?" tanyanya dengan wajah polos. Roland langsung mengangguk cepat mendengar itu. "Ya sudah, sekarang kita pergi ke sana."
"Untuk apa? Membuat tato lagi?" terka Roland menautkan kedua alis.
"Menghapus tato ini!" Emely menegaskan kalimatnya sembari menarik tangan Roland untuk segera pergi.
"Kenapa harus dihapus? Itu tato yang bagus, Em. Gambarnya juga unik. Lagian, kita sekarang harus ke kampus." Emely tidak mendengarkan ocehan Roland, ia terus menariknya sampai keluar dan segera mencari taksi. Kebetulan, waktu kelas di kampusnya masih tiga puluh menit lagi dan Emely harus bisa memanfaatkan waktu yang tersisa untuk menghapus tatonya.
ΦΦΦ
Pria paruh baya dengan kaki pincangnya tengah sibuk menuangkan cairan-cairan kimia ke dalam wadah, matanya sangat jeli menatap setiap cairan yang terkucur. Hingga akhirnya, terdapat gelembung-gelembung kecil yang mendominasi cairan tersebut dan menghasilkan kepulan asap yang tidak terlalu banyak. Sunggingan miring pun tercetak di wajah sangarnya. Namun, ia kembali menarik senyuman itu tatkala seseorang datang memasuki ruangan.
"Ayah membuat racikan apa lagi kali ini?" ucapnya ketus sembari mendaratkan bokong di salah satu kursi, lalu memberi tatapan sinis pada pria yang sedang berdiri di hadapannya.
"Walaupun Ayah beri tahu, kau tidak akan mengerti." Masih dengan posisinya, Mr. Ex berucap tanpa menoleh sedikit pun pada sang anak.
"Benar kata orang, Ayah memang ilmuwan yang aneh!" Chris berdiri berniat pergi lagi. Padahal, dia datang ke laboratorium untuk memberi tahu ayahnya kalau dia dipanggil oleh Dekan. Namun, sepertinya Chris melupakan hal itu.
"Ingat, Chris. Nanti sore kita pergi ke Irlandia Utara." Perkataan Mr. Ex sontak membuat langkah pria berambut cokelat itu tertahan.
Dengan mengeraskan rahang dan memberi tatapan tajam, Chris menjawab, "Ayah sudah tahu jawabanku!"
"Kau akan menyesal jika kau melakukan itu!" sergah Mr. Ex kembali membuat Chris terpaku.
"Ya, aku mengerti. Pasti Ayah akan menakut-nakutiku lagi dengan berbagai cerita konyol karanganmu kalau aku tidak melakukan persembahan itu! Asal Ayah tahu, aku sudah tidak peduli!" Kini Chris benar-benar melangkahkan kaki keluar, ia tidak tahu kalau ayahnya terus memberi tatapan menusuk.
"Aw!"
Tepat saat Chris keluar dari laboratorium, ia menabrak seseorang yang sedang membawa tumpukan buku di tangannya. Alhasil, buku itu jatuh berceceran. "Kau?" Chris sepertinya mengenal wanita yang ditabraknya itu.
"Lagi-lagi kau menabrakku!" Emely berseru sambil memunguti buku-buku di lantai.
Pemuda dengan sorot tajam di depannya hanya memutar bola mata, ia sama sekali tidak tertarik untuk merespons perkataan gadis itu. Bahkan, untuk membantunya pun dia enggan. Dengan tak acuh, Chris kembali melangkah meninggalkan Emely yang sedang kesusahan membawa setumpuk buku.
"Apa kau tidak berniat membantuku?" Pertanyaan Emely berhasil mencegat langkah Chris yang belum jauh.
Chris menoleh dan tersenyum remeh. "Itu bukan urusanku!" cetusnya lalu kembali melenggang.
Mendengar itu Emely semakin geram, padahal tujuan mereka sama.
Sombong sekali dia! Kalau aku bisa, aku akan melemparkan buku ini kepadanya! gerutu gadis itu di dalam hati.
Namun, detik berikutnya kejadian aneh muncul membuat Emely hampir tidak bisa bernapas. Buku-buku yang digenggamnya melayang begitu saja dan menimpuk kepala pria yang berjarak beberapa meter dari tempatnya. Sumpah serapah gadis itu ternyata menjadi kenyataan.
"Aduh!" Chris tersentak saat buku-buku itu jatuh tepat di kepala. Dengan cepat ia berbalik lalu memberikan tatapan maut pada gadis yang sedang mematung. "Kau sengaja melempar buku ini, hah? Kau benar-benar membuatku marah!"
"Tidak, tidak! Bu-bukan aku yang melemparnya." Dengan terbata-bata, Emely berucap sangat ketakutan. Ia sampai meremas pakaian kala Chris berjalan mendekatinya.
"Ikut aku!" pinta Chris menariknya dengan paksa.
Sedangkan, mata Emely masih terpusat pada buku-buku yang tergeletak di lantai. Ia berpikir, kenapa itu bisa terjadi? Apakah buku itu tahu tentang pikiran Emely? Untung saja, saat itu koridor sedang sepi.
Tanpa mereka sadari, Mr. Ex melihat kejadian tadi. Matanya memicing dan terus mengikuti gerakan Emely.
Kekuatan telekinesis? Sebenarnya ... siapa gadis itu?
ΦΦΦ
Semua mahasiswa baru kini tengah berkumpul di gedung utama. Mereka sedang mendengarkan pembicaraan Dekan yang membahas kegiatan camping esok hari. Acara ini memang sengaja diadakan lebih awal untuk memperkenalkan mahasiswa luar negeri agar lebih tahu lagi perihal kehidupan Irlandia, terutama mengenai keindahan alam.
Namun, tatapan Roland malah fokus memperhatikan gadisnya yang dari tadi terus memegangi pundak.
"Kau sebenarnya habis apa tadi? Sampai kau terlihat kesakitan begitu." Pria itu bertanya sambil mengulurkan tangan berniat membantu memijat pundak kekasihnya.
"Um ... aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja sakit." Emely terpaksa berbohong, ia tidak mau membuat Roland khawatir dan malah akan berdampak buruk. Jangan sampai dia mengetahui yang sebenarnya kalau tadi Chris habis menimpuknya dengan beberapa buku di perpustakaan.
"Mungkin cukup sekian pengumuman hari ini, semoga acara besok bisa lancar sampai akhir." Ucapan penutup dari Dekan membuat mahasiswa berhamburan segera bergegas pulang.
"Roland, bagaimana kalau kita pergi ke tempat pembuatan tato yang lain? Untuk menghapus ini." Emely menunjuk pangkal lengannya. Karena ia mendapat kabar buruk dari tempat pembuatan tato yang tadi siang ia kunjungi. Pembuat tato itu bilang, kalau tato pada lengan Emely tidak bisa dihapus. Ditambah, ia mengatakan bentuk pada tato itu adalah gambar makhluk mitologi Irlandia yang bersifat abadi, yaitu Banshee.
"Lain kali saja, Em. Sekarang kita harus prepare untuk besok," ucap Roland memberi senyuman penenang.
"Ya sudah, kalau begitu kau cari taksi saja dulu. Aku ke toilet sebentar."
Beberapa menit kemudian, Emely sudah selesai dengan urusannya di toilet. Namun, saat langkahnya melewati sebuah ruangan yang terlihat usang, dia semakin menajamkan indra pendengaran. Dirinya seperti mendengarkan sesuatu di balik ruangan itu.
Dengan ragu, gadis bersurai pirang itu sedikit mencondongkan badan dan menempelkan telinganya pada pintu besar yang di atasnya bertuliskan 'Perpustakaan'. Tulisan tersebut terlihat sudah berkarat dengan tembok yang kusam, ternyata itu adalah perpustakaan tua yang sudah tidak terpakai. Semakin jelas Emely mendengar pembicaraan dua orang di dalam sana, semakin jelas pula kalau itu adalah suara antara pria dan wanita.
"Jadi ... dialah orangnya? Tapi kenapa gadis itu mempunyai kemampuan telekinesis? Apakah itu salah satu kutukannya?"
"Ya, dia Emely Cathwill. Selain mendapat kutukan, dia juga mendapat percikan kekuatan tersendiri dari kalung batu diamond. Semua kekuatan itu muncul bersamaan dengan berjalannya kutukan yang kuberikan. Namun, untuk mengendalikan kekuatannya itu tidaklah mudah."
"Setelah melihat wajahnya, aku semakin muak!"
"Kau harus hati-hati. Jaga buku XVIII dengan baik, jangan sampai dia menemukannya. Karena itu adalah jalan untuk mengubah nasibnya."
Emely semakin terkejut saat mendengar namanya disebut oleh seseorang di dalam sana. Terlebih, saat ia mendengar tentang kutukan. Apa hubungannya Emely dengan kutukan itu? Namun, ia yakin kalau orang itu mengetahui perihal keanehan-keanehan yang terjadi pada dirinya. Apalagi saat ia mendengar tentang buku XVIII, itu semakin membuat gadis itu penasaran.
ΦΦΦ
Tanpa orang lain tahu, sedari tadi Mr. Ex berada di perpustakaan tua dan terus bercakap-cakap dengan sebuah patung kecil di depannya, membuat pria itu jadi seperti orang tidak waras.
Kilatan cahaya merah terlihat meredup secara perlahan dari mata patung itu, pertanda percakapan mereka sudah berakhir.
Raut wajah Mr. Ex mulai berubah marah setelah patung itu memberi tahu fakta tentang gadis yang dicurigainya. "Tidak akan kubiarkan kau terlepas dari kutukan itu!" Seringai Mr. Ex tercetak jelas di wajahnya yang mulai termakan usia.
Pria paruh baya itu mengepalkan tangan tatkala pikirannya mengingat kajadian delapan belas tahun silam. Di mana ada seorang wanita yang dengan beraninya mengambil batu diamond dari patung yang ia anggap sebagai Tuhan. Karena itu, kekuatannya jadi tidak sempurna dan malah membuat dirinya celaka.
ΦΦΦ
• XVIII = Angka Romawi 18 •