"Udah bangun?" Tanya Deren yang sedang duduk di meja makan dan melihat Callista turun dari tangga.
"Kok aku di sini?" Tanya Callista yang masih merasa kepalanya pusing.
"Kamu mabuk" Ucap Deren cuek.
"Kok bisa sama kamu?" Callista masih bingung.
"Ya terus sama siapa? Mau sama Nathan? Nathan aja malah biarin kamu mabuk-mabuk an" Deren fokus pada laptop nya.
"Bentar-bentar...kok...kok bisa sampe ke Nathan apa hubungannya?" Callista mengerutkan kening.
"Ya kamu di restoran itu sama Nathan kan? Kamu mabuk sama Nathan kan? Semenjak kapan si kamu suka mabuk?!" Deren menatap Callista dengan dahi mengerut.
Sedangkan kepala Callista semakin pusing.
"Enggak...aku ke kafe bukan sama Nathan...kok kamu bisa ngambil ke simpulan itu gimana?" Callista menatap bingung ke Deren.
"Ya jelas aku ambil kesimpulan itu, Ta. Waktu itu...
"Ta, ta...Callista" Nathan mencoba menyadarkan Callista.
"Ta, kok lo bisa mabuk sih? Ta, bangun dong" Nathan masih berusaha.
Tapi Callista tidak sadar juga.
Akhirnya Nathan membopong Callista menuju parkiran, saat Nathan mau memasukkan Callista ke dalam mobilnya, tiba-tiba Deren datang.
"Lo apa in Callista?" Deren menatap ke Callista lalu menatap tajam Nathan.
"Dia mabuk" Ucap Nathan.
"Lo biarin dia mabuk?" rahang Deren mengeras, lalu Deren mengambil Callista dari pelukan Nathan.
"Lo kalo gak bisa jagain cewek, gausah sok ngajakin pergi malem-malem! Lo tau kan Callista itu calon gua?! Awas aja kalo ada apa-apa sama Callista." Deren pergi membawa Callista ke mobil nya." Deren menceritakan panjang lebar.
"Der, tapi-" ucapan Callista terpotong.
"Apalagi sih, Ta? Kamu masih belain Nathan?!" Deren menatap tajam ke Callista.
"Tapi aku kemaren bukan pergi sama Nathan. Melainkan Friska!" bentak Callista.
Deren lalu menatap lekat Callista.
"Friska? Ngapain kalian?" Deren terlihat semakin marah.
Callista merasa semakin takut, tatapan Deren seperti menusuk hati Callista.
"Di-dia ngajak ketemuan, ka-katanya penting" Ucap Callista gugup.
Callista tak berani menatap Deren balik.
"Kenapa kamu mau? Kenapa kamu gak ngomong sama aku? Kamu tau kan Friska itu bahaya! Coba kalo ada apa-apa...aku bakal jelasin gimana ke mamah sama Papah kamu..." nafas Deren tak teratur.
"Der...maaf in aku kalo aku ngerepotin kamu...demi apapun, aku gak bermaksud gitu...maaf ya, kalo selama ini aku selalu bikin beban pikiran kamu bertambah...tapi aku gak pernah bermaksud untuk selalu jadi beban pikiran kamu. Der, maaf in aku ya..." Callista menundukkan kepalanya.
Deren menatap Callista tanpa ekspresi.
"Siapa yang bilang kalo kamu beban pikirin aku? Aku cuma takut kamu kenapa-kenapa, Ta." Deren menatap Callista dengan tatapan sayang.
"Kata Friska aku ini beban pikiran kamu...aku selalu gak bisa bikin kamu bahagia...iya ya?" Callista memberanikan diri menatap Deren.
"Dia ngomong apa aja ke kamu?" suara Deren mulai terdengar agak marah.
"Ya itu tadi..." Callista menunduk lagi.
"Kalo di ajak ngomong jangan natap ke bawah...tatap ke orang yang ngajak ngomong" Deren menaikkan dagu Callista, membuat Callista menatap nya.
"Jadi yang bikin kamu mabuk itu Friska?" Deren menatap mata Callista.
Callista dengan ragu menatap mata Deren juga.
Callista hanya mengangguk.
Tangan Deren mengepal.
***
"Friska lo di mana?" tanya Deren lewat telfon.
"Kantor." jawab Friska singkat.
"Ke kantor gua sekarang" suruh Deren dengan nada jelas sedang marah.
"Der!-" ucapan Friska terpotong.
"Sekarang Friska!" Bentak Deren.
Lalu Deren menutup telfon nya.
***
"Kamu kenapa kaya mikirin sesuatu?" Alvano menatap ke Karina yang hanya diam saja sepanjang perjalanan bersama Alvano di mobil.
"Hem? Eh..." Karina mencoba baik-baik saja.
"Enggak, enggak papa" Karina menatap ke arah depan.
Mereka sekarang sedang berhenti di lampu merah.
"Yakin?" Alvano menaikkan salah satu alisnya.
"Cerita aja" Lajut Alvano.
Karina menunduk memainkan kuku-kuku nya.
"Aku sebenernya mikirin Callista...dia dari kemaren sore ga pulang ke apartemen...aku udah telfon berkali-kali, tapi ga di angkat...tapi aku belom tanya ke Pak Deren sih..." ucap Karina.
"Emang Callista kemana?" Alvano mengerutkan kening.
"Dia katanya ada janji kemaren..." Karina tampak resah.
"Sama siapa?"
"Gak tau...kayanya penting...tapi sampe sekarang dia gak ke kantor, gak balik ke apartemen juga...aku takut ada apa-apa lagi...hape nya mati lagi..." Karina menghela nafas.
"Tenang aja...nanti aku tanyain ke Deren" Alvano mengusap-usap puncak kepala Karina lalu tersenyum.
Karina terdiam menyadarinya.
Kepalanya di usap Alvano? Sungguh hal langka.
***
"Gua selama ini ga pernah bertindak saat lo mencoba buat bikin Callista jauh in gua" Deren menatap tajam Friska yang sedang duduk di kursi depan meja kerjanya.
"Tapi kali ini gua gak akan diem. Apa maksud lo bilang kalo dia itu beban pikiran gua? Apa maksud lo bikin dia mabuk? Apa maksud lo hasut dia buat ninggalin gua?" Deren terlihat sangat marah.
"Apa perlu gua jawab?" Suara Friska terdengar bahwa dia akan menangis.
Deren menarik salah satu sudut bibirnya.
"Tentu" jawab Deren.
"Karena gua sayang lo, Der! Gua pengen memiliki lo! Apa lo ga pernah peduliin perasaan gua ini? Apa emang ga sepenting itu perasaan gua buat lo pikirin?" mata Friska berlinang.
"Apa rasa lo ke gua ga setulus itu sampe gua harus balas budi?" Deren menatap ke Friska, Deren menarik salah satu sudut bibirnya.
Berhasil menghantam hati Friska.
"Lo mau tau kenapa gua gak pernah terima perasaan lo?" Deren mendekat ke Friska.
Friska mendongak kan kepalanya menatap Deren.
"Karena gua tau lo ga pernah tulus. Makanya gua ga pernah terima perasaan lo. Biar lo belajar tulus juga, Fris"
Mulut Friska terbuka sedikit.
"Lo ngomong gitu, karena lo ga pernah ada di posisi gua, Deren!" Friska mendorong bahu kanan Deren dengan jari telunjuknya.
"Buat apa gua ngerasain jadi orang ga tulus" timpal Deren.
"Yah...terserah lo. Tapi yang gua tau pasti, lo tulus karena lo nganggap Callista bukan sebagai dia, tapi sebagai Sherly" Friska menarik salah satu sudut bibirnya. Merasa menang.
Jelas Deren kaget, bagaimana bisa Friska juga tau apa yang ia rasakan?
"Lo pasti bertanya-tanya kenapa gua bisa tau kan? Gua baru sadar, Der. Saat Callista senyum, emang dia sekilas kaya Sherly, sifat dia juga kaya Sherly, tanggal lahir mereka sama. Cara berpakaian mereka sama..." Friska terkekeh renyah.
"Bodoh karena gua baru tau sekarang" Friska menonjolkan ilat nya ke salah satu pipinya.
Deren hanya terus terdiam.
"Inget, Der. Dia Callista bukan Sherly. Cuma beberapa dari dia yang kaya Sherly, tapi lo ga bisa membohongi diri lo sendiri. Kalo hati lo masih setia sama Sherly. Kasihan dia, Der. Cuma jadi bahan halusinasi."