webnovel

Penyetujuan

Diana tidak tahu apa yang harus dia lakukan ketika sang nenek menghampirinya dengan tatapan yang terheran-heran. "Diana? Kamu pulang?" Meski wajahnya sangat bingung, wanita itu masih sempat memeluk sang cucu untuk melampiaskan rindu yang sekian lama terpendam.

"Kamu apa kabar? Dan mereka siapa?" tanyanya saat melihat kehadiran Bintang dan Tama tepat di belakang Diana.

"Bu, kita jelaskan di dalam saja, ya? Biar enak." Fatimah merangkul nenek Diana. Meski biasanya wanita itu akan memberontak saat Fatimah menyentuhnya seperti sekarang, tapi karena ada orang lain, terpaksa dia menerima perlakuan palsu Fatimah ini.

Setelah duduk di ruang tamu, Diana menarik tangan Bintang agar menyita perhatian laki-laki itu. Diana juga membisikkan sesuatu sehingga Bintang mengernyitkan dahinya. "Jangan kasih tahu nenek sama kakek tentang kejadian malam itu."

Sungguh, Diana tidak tahu dan tidak biasa membayangkan betapa kecewanya kakek dan neneknya ini saat tahu Diana bermain liar di perantauan. Yang mereka tahu, Diana hanyalah gadis desa yang merantau di Jakarta untuk kuliah sekaligus bekerja paruh waktu. Tidak pernah sedikitpun terlintas di benak nenek maupun kakeknya kalau Diana akan menikah dalam waktu dekat seperti sekarang.

Kakek Diana mempersilahkan Bintang untuk menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke sini. Diana sempat meremat tangan laki-laki itu saat telinganya mendengar pertanyaan dari sang kakek yang berhasil membuat detak jantungnya berdegub kencang.

"Kenapa kamu mau melamar Diana? Bukannya kalian masih sama-sama kuliah?" Bintang tampak mengangguk untuk respon awal dari pertanyaan kakek Diana.

"Saya tahu dan sadar kalau pendidikan itu berada di atas segalanya, bahkan kedudukannya melebihi karir saya. Tapi, apabila boleh berterus terang perihal alasan kenapa kami harus menikah ddalam waktu dekat itu karena sebuah peristiwa yang tidak mengenakan, yang terjadi di antara kami berdua."

Jantung Diana mencelos seketika. Agaknya Bintang enggan mendengar permohonan Diana agar merahasiakan peristiwa malam itu. Benar saja, yang paling terkejut atas pernyataan Bintang adalah nenek Diana.

"Maksud kamu? Peristiwa kurang mengenakan seperti apa?"

Diana menelan ludahnya dengan susah payah. Dia memejamkan mata, teralu takut untuk melihat respon dari sang nenek saat Bintang mengatakan fakta yang sebenarnya terjadi.

"Kami berdua melakukan hubungan badan ketika selesai menghadiri pesta ulang tahun teman kami."

"APA?!" Diana menutup matanya rapat-rapat saat dia merasakan kehadiran tiba-tiba sang nenek yang duduk di sampingnya.

"Nenek nggak salah dengar kan, Diana? Kamu nggak mungkin melakukan perbuatan itu kan, Nak? Bilang sama Nenek kalau yang dikatakan anak ini hanya kebohongan belaka? Ayo bilang sama Nenek!" Diana tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menundukkan kepalanya saat sang nenek menggoyang-goyangkan tubuhnya. Meminta Diana untk segera meralat kalimat menjijikan yang diucapkan oleh Bintang.

"Diana! Ayo ngomong sama Nenek kalau semuanya itu bohong! Nggak mungkin kamu berani melakukan dosa besar itu kan, Nak?!" Diana menggeleng pelan.

"Maaf, Nek. Tapi apa yang Bintang bilang, itu semua benar."

Wanita paruh baya itu kontan berdiri sembari menutup mulutnya menggunakan tangan. Dia menatap tidak percaya pada sang cucu yang baru saja mengakui perbuatanya yang kepalang salah besar.

"Diana, kamu pamit sama Nenek itu untuk kulian sambil bekerja, bukan untuk melakukan dosa yang seperti ini, Nak? Tapi sekarang apa? Kamu hamil dan harus menikah? Astaga, Nenek nggak habis pikir sama kamu, Diana."

Diana ikut berdiri, sebisa mungkin ia meraih tubuh sang nenek untuk dipeluk meski wanita itu menahan keras. "Diana minta maaf, Diana nggak bermaksud beruat dosa seperti yang Nenek bilang. Itu semua terjadi di luar kendali Diana, Nek."

Neneknya enggan dipeluk atau hanya sekedar disentuh tangannya oleh Diana. "Seharusnya kamu bisa jaga diri baik-baik. Untuk apa kamu bekerja keras untuk biaya kuliah kalau akhirnya kamu akan jadi wanita rusak seperti ini? Apa yang adik kamu pikirkan nanti saat dia sudah besar dan tahu alau kakaknya bukanlah perempuan baik-baik? Dan apa reaksi mendiang ibu kamu kalau tahu anak sulungnya bukan lagi perempuan terhormat?'

Diana menggeleng kuat. Air mata sudah tak bisa dia tahan saat melihat neneknya menangis juga. "Aku nggak bermaksud buat berbuat kayak gitu, Nek. Semuanya terjadi begitu aja. Aku ataupun Bintang sama-sama nggak sadar malam itu. Kita berdua nggak sengaja minum obat yang ada di minuman pesta. Nenek harus percaya kalau aku Diana nggak mungkin bisa melakukan hal kotor itu dengan sengaja."

"Bu, maaf menyela." Suara Tama menginterupsi dan membuat Diana juga neneknya behenti menangis.

"Ada hal yang perlu saya lurukan perihal rencana pernikahan antara Diana dan Bintang ini." Diana langsung menuntun neneknya agar kembali duduk.

"Sebelumnya Ibu harus tahu kalau saya adalah salah satu anggota partai pemerintah yang sebentar lagi harus menghadapi pemilu. Kedua, Bintang, putera saya adalah publik figur yang sekarang sinetron yang dibintanginya sedang tayang dan sedang naik daun. Dengan adanya rumor kalau Diana dan Bintang terlibat cinta satu malam, itu bisa menghancurkan kami semua. Saya akan berdampak besar bagi partai yang menaungi saya. Yang artinya semua yang disiapkan anggota partai parlemen akan sia-sia dan hancur begitu saja kalau sampai media juga panitia tahu perihal ini. Juga karir Bintang yang bisa saja hancur dalam sekejap hanya karena berita itu. Maka, demi mencegah itu semua, alangkah baiknya kalau Diana dan Bintang segera menikah agar menutup rumor ini."

"Jadi, kamu bermaksud menjadikan cucu saya tameng?" Kakek Diana bertanya.

"Bukan begitu, Pak. Ini semua demi kebaikan kedua belah pihak. Saya paham kalau pernikahan bukanlah permainan, dan untuk memutuskan agar diadakan pernikahan juga sudah kami pikirkan baik-baik resikonya. Dan kami merasa kalau kami sanggup menjadikan Diana sebagai anggota keluarga kami, lebih tepatnya sebagai menantu bagi saya juga istri bagi Bintang. Kami juga siap menanggung semua finansial Diana, termasuk biaya pendidikannya sampai selesai juga biaya pendidikan adiknya."

"Dan jangan lupakan orang tuanya yang harus dikirimkan uang setiap bulan." Fatimah menyela, sehingga membuat Tama menambahkan kalimatnya.

"Iya, termasuk untuk biaya yang akan terus diberikan kepada orang tua Diana, juga adiknya."

Semuanya terdiam. Hanya ada suara isakan kecil dari Diana saja sampai suara sang kakek menginterupsi. "Kami sebagai orang tua Diana hanya bisa mendukung, meski kami tahu semua yang berawal dari kesalahan pasti akibatnya fatal. Tapi sepertinya, untuk kali ini solusinya memang harus pernikahan."

"Jadi, Bapak setuju?" Kakek Diana mengangguk.

"Saya juga setuju, saya dan istri saya akan datang ke pernikahan Diana juga Bintang untuk menjadi walinya."

"Biarkan Ridwan saja yang datang, kakek sama nenek di rumah saja, begitu juga dengan paman. Supaya adik kamu nggak perlu tahu kalau kakaknya menikah, tapi tidak dipublikasikan."