"Aapaaaa? Dimana Dia sekarang??", Rangga kini mulai emosi mendengar penjelasanku
Dreeet Dreeet Dreeet
Rangga mengambil handphone disakunya, melihat nama si penelpon dan mengangkatnya. Sebelum Aku sempat melanjutkan ceritaku tadi.
"Bagaimana?"
(Diam, menunggu jawaban)
"Huffff... Baiklah kalau begitu! Aku coba cari tahu sendiri!"
Klik
Memasukkan kembali handphonke ke saku celananya.
"Kenapa yang?"
"Banu, Dia ga tahu masalah bunga yang dikasih ke Kamu sebelumnya. Ada kemungkinan bunga itu bersih dari Dimethylmercury. Tapi tetap Aku harus memastikan. Kita masih harus nunggu hasil test dari Airin!", jawab Rangga.
"Apa Dia coba meracuniku setelah Aku menolaknya?", tanyaku ke Rangga lagi.
"Kapan kamu menolaknya?", Kini Rangga menatapku.
"Hari sebelum Aku menabrak motormu."
"Baiklah, semoga hasil test mu bersih.. Aku bisa tenang kalau begitu.. Huffff!!", Rangga memijat dahinya dengan tangan kanannya
"Yang... "
"Ceritakan lagi tentang hari itu! Ulang tahunmu.. Dan bagaimana Dia mencoba membunuhmu?"
"Hari itu, Kakek dan Nenek memberikan kejutan rahasia di sana. Seluruh keluarga berkumpul disana, dan saat sebelum makan malam, di pesta api unggun itu, Kak Doni datang, mengejutkan Kami semua. Tapi Aku pikir, itu sudah diatur oleh Kakek dan Nenek. Dia membawakanku lima belas bunga tulip kuning, surat yang saat Aku baca, isinya sama persis dengan surat yang dibawa Metha ke apartemenku, lalu menyatakan perasaannya padaku. Saat itu, semua anggota keluarga menyambut dengan tepuk tangan. Kami sedikit lengah, hingga tak menyadari, ada seorang dari arah pantai mendekati kami. Aku ga inget bagaimana dia datang dan mengambil Air panas yang ditaruh dalam panci ditengah api unggun, mencoba menyiramku dengan sepanci Air panas mendidih. Tapi untungnya, Kak Doni sigap dan membalik panci itu mengenai muka orang itu sendiri dan melepuh. Tapi dia ga berhenti, tetap mengeluarkan pisau dan ingin menusukku, walaupun mukanya dan badannya sudah melepuh. Saat itu, luka bakar sudah ada diwajahnya. Tapi, mommy berlari justru ke arah anak itu, minta Kak Doni ga menyerangnya lagi. Mommy bilang, anak itu anaknya dari pernikahan sebelum dengan Daddy.. ", Aku diam sebentar "Kakek marah besar, dan bertanya kenapa dia melakukan itu ke Aku.. Dan kenapa bisa anak itu di sana. Akhirnya, Mommy ngaku, kalau Mommy mentelantarkannya, menitipkannya di panti asuhan, karena membenci ayah anak itu dan Mommy ingin mengubur masa lalunya. Tapi, Mom menyesal, makanya Mommy selalu datang ke panti untuk menemuinya. Hanya saja, anak itu membenciku. Dia ingin membunuhku karena, Akulah penyebab Dia dibuang. Tapi Mom bilang, Dia tidak tahu kalau sampai anak itu tega menyerangku."
Aku menjelaskan semua yang ku tahu.
"Apa Kamu tahu dimana anak itu sekarang?", Tanya Rangga yang hanya Aku jawab dengan gelengan kepala.
"Mom memohon ke Kakek melepaskan anak itu dan Mommy membawanya ke rumah sakit. Dan Aku sangat sedih.. Mommy ga pernah sepeduli itu ke Aku. Sikapnya terlihat sangat menyayangi anak itu. Tapi aku ga tau lagi kelanjutannya.. Karena waktu itu Kak Doni bil..."
"Haaah, sudah.. Aku ga suka bagian yang itu!", Rangga protes.
Dia bener-bener imut kalau lagi cemburu. Hihi...
"Aku akan minta Sandy cari tahu semuanya.. Kamu jangan khawatir! Aku akan melindungimu.. Sampai maut memisahkan Kita.", Rangga bicara masih sambil memegang tanganku. Taoi, posisinya duduk tegak didepanku. Sedangkan Aku, duduk bersender di bantal. Jadi, Aku ga bisa melihat wajahnya.
"Satu hal lagi..", Kali ini Rangga menatapku,
"Hmm.. Apa Ya... Aaaaaah, Yang...", Rangga sudah menaikkan baju rumah sakitku dan mengulum payudaraku sebelum Aku sempat melarangnya. Sangat buas dan liar..
"Aaaah.. Yang, ampuuun.. Aku mohon...", tubuhku sudah menegang, kakiku menggeliat dan rasanya kewarasanku semakin hilang.
"Jangan panggil dia Kak lagi, minimal didepanku! Aku ga suka!! Aku lebih tua darinya dua tahun.. Aku ga suka Kamu memanggilnya seperti itu, Kamu mengerti, sayang??", Rangga mengangkat kepalanya, dengan kedua tangannya masih bermain di area dadaku.
"Ii..iyaa.. Maafkan Aku, yaang.. Aaaah...!", Aku bener bener kehilangan kewarasanku, dan...
Seperti tadi, Rangga menghentikan permainannya disaat tanggung.. Hufff... Dia benar-benar mempermainkanku!!!!
"Itu hukuman buat Kamu, sayang.. Udah bikin Aku cemburu ga jelas gini..", Katanya dan langsung mengulum bibirku... "Hmm.. Kamu makin manis kaya gini, sayang.. Bibir Kamu juga makin menggairahkan..", dan tangannya memainkan bibirku.
"Yaaang.. Jangan giniin Aku dong..", Aku memohon ke Rangga.
"Hmmmm... Kamu juga nyiksa Aku, sayang.. Nih pegang!", Rangga mengarahkan tangan kananku ke selangkangannya, memegang sesuatu yang sangat keras didalam celananya.
"Ka..mu...",
"Aku nahanin ini dari pagi, sayang... Makanya Kamu harus cepetan sembuh.. ", Rangga menjelaskan dengan mimik wajah yang sangat lucu, hihi..
"Ko Kamu ketawa sih?"
"Kamunya mesum, yang.. Istri lagi sakit gini juga, dimintain jatah!", Kataku masih sambil tertawa.
"Hm... Istri Aku Hot sih...mmmuuuah", Satu buah ciuman mendarat lagi di bibirku, kemudian Rangga mengambil remote kasur, memposisikan kasur lebih datar, dan meletakkan kepalanya didadaku, sambil tangan kanannya memelukku.
"Cepetan sembuh, ya sayang...",
Aku ga menjawab, hanya mengelus kepala botak bayi besarku.
Hari ini cukup melelahkan.. Beberapa kali emosiku naik turun.. Tapi, hari ini belum berakhir. Semoga sampai malam semua baik-baik saja.. Aku... Ingin menikmati sisa hariku sekarang tanpa masalah dengan Rangga..
"Yang... "
"Hmm...."
"Mm.. Apa persaan Kamu waktu Kita pertama kali ketemu?", Aku bertanya sedikit penasaran.
Rangga mmengangkat kepalanya, menaikan posisi badannya sehingga kepalanya sejajar denganku dengan posisi miring menatapku dan disangga tangan kirinya.
"Kamu bukan tipe-ku. Jadi Aku ga ada rasa apa-apa, hehe.."
"Issshh!!!", Aku pasang muka kesel, sama keselnya kaya waktu didepan Restoran Fancy, Rangga juga bilang seperti itu.
"Tapi.. Itu dulu, sayang.. Pas kejadian di apartemenku, tubuhmu udah jadi candu buat Aku, sejak pertama kali Aku nyobain!", Kali ini.. Rangga menghentikan kata-katanya dengan mencium pipi kananku..
"Jadi maksud Kamu, Aku cuma jadi pemuas..", Sedikit kesal Aku mendegar penjelasannya.
"Bukan, sayang... Jangan salah sangka. Aku bisa bayar banyak wanita kalau cuma ingin dapat kepuasan.. Tapi Kamu.. Ada rasa lain di hatiku yang Aku juga ga tau kenapa bisa bikin Aku gila kaya gini.. Aku sayang banget sama Kamu.. ", Rangga menjelaskan sebelum Aku selesai bicara..
"Gombal!!!", Celetukku. Tapi.. Aku seneng sih, digombalin Rangga. Hihi..
"Aku serius, sayang.. Kamu udah bikin Aku mau menerima perusahaan papaku. Padahal, sudah lima tahun Aku cuma dibelakang layar, mengatur semuanya!",
"Jadi FGC selama lima tahun ini ka..."
Dreeet Dreeet Dreeet
Belum sempat Aku menyelesaikan kalimatku, handphone berbunyi dari kantong Rangga, dan Dia mengeceknya.
"Sayang..."
"Apa yang?"
"Metha menelepon! Ibumu mengamuk di kantor, karena ga bisa menarik uang yang dimintanya dan.. tambah marah ketika tahu perusahaanmu sudah bergabung dibawah FGC.", Rangga menjelaskan.
"Ehm.. Berapa yang Dia minta?"
"Lima puluh milyar."
"Aa..apaaa??? No, yang... That's too much!!", Aku ga tahu harus jawab apa, kemarin Mommy baru tarik lima belas milyar, sekarang minta lagi lima puluh milyar??? Huffff... Ada yang ga beres.. Aku harus segera sembuh...
"Baiklah!", Rangga mengetik sesuatu dan mengirimnya.
"Yang, tolong cek aliran dananya... Aku mau lihat secepatnya! Tolong cek juga, dokter yang menangani Kakek, Aku mau tahu latar belakang, jumlah kekayaannya, keluarganya, dan kredibilitasnya! Tolong, suruh orangmu ikutin Mommy. Kemana Dia pergi, orang yang ditemui, semuanya!!! sadap teleponnya, Aku ingin tahu semua percakapan teleponnya dan tolong pasang perekam suara di tas atau mobilnya..", Aku berbicara tanpa jeda.. Semoga Rangga mengerti semua yang Aku katakan...
"Dan satu lagi, yang.. Tolong rahasiakan ini dari papamu! Mommy memusatkan kebenciannya pada papamu!", Aku mencoba menjelskan..
"Hehehe..", Rangga melirikku dan tertawa.
"Semua perintahmu tadi, sudah Aku lakukan, sayang.. Kan tadi Aku bilang.. Suamimu ini akan melindungimu.", memposisikan dirinya kembali disampingku.
"Laporannya?"
"Nanti malam Sandy kesini untuk menginformasikan semuanya! kamu jangan khawatir! Pikirkanlah kesehatanmu... Aku.. Tadi tanya ke Kamu perihal uang.. Maksudku, ingin menanyakan apa perlu dikasih? Mungkin ingin digunakan untuk selametan Kakek."
"Ya elah, yang.. Masa selametan sampe lima puluh milyar!!!", Aku protes.
"hmm.. Yang, apa ga bisa Kamu bawa Aku ke kuburan Kakek?", Aku coba membujuk Rangga lagi.. Bicara selametan, Aku jadi keinget sama Kakek..
"Gaaaa boleh! Aku ga tahu apa yang menunggu Kamu disana!", Rangga galak lagi...
"Jadi.. Tempatku paling aman sekarang, cuma disini, sama Kamu, yang?"
"Heehmmmm..", Rangga mengangguk dan tersenyum puas.
Dreeet Dreeet Dreeet
Belum sempat Aku berbicara, handphone Rangga sudah bergetar lagi. Dia mengambil dari saku celananya, melihat nomor penelepon dan duduk
"Ada apa?"
Diam menunggu jawaban
"Aku ga bisa.. Saat ini. Aku sedang menunggu Istriku!"
Diam menunggu jawaban
"Maafkan Aku!"
Klik
Rangga mematikan handphonenya.
"Siapa yang?"
"Papa"
"Perlu penting?"
Rangga yang masih dalam posisi duduk tegak ke arah depan, berbalik dan menatapku.
"Katanya akan menyampaikan sesuatu tentang Shanti Rose."
"Mommy??", Aku kaget mendengar penjelasan Rangga! Jadi benar, Anwar mengenal Mom?
"Apa.. Ga sebaiknya Kamu pergi?", Tanyaku, karena Aku juga ingin tahu.
Rangga menggeleng.
"Tapi, yang..."
"Sudahlah.. Kita juga kan ga tahu informasi itu benar atau enggak. Penekanan pesan Mommy hanya pada papaku dan menuduhku ikut permaian papaku. Jadi, Aku lebih memilih mencari informasi itu sendiri. Bang Shandy membantuku untuk itu! Kamu jangan khawatir!", Rangga kembali duduk menghadap depan. Dan mengetik sesuatu di handphonenya.
Ingin Aku bertanya lebih... Tapi, Aku sudah ga kuat lagi menahan kantuk.. Efek obat yang Aku minum, sepertinya.. Atau obat yang disuntikkan langsung ke infus? Dan mungkin juga Aku memang kelelahan dari tadi.. Banyak peristiwa menguras emosiku pagi ini.
"Yang... Aku ngantuk!"
"Tidurlah!", Itu perkataan Rangga terakhir yang Aku dengar sebelum akhirnya Aku tertidur.
RANGGA PLOT
"Vin...", Aku menoleh ke belakang. Tapi Vina sudah tertidur pulas. Efek obat, sepertinya... padahal masih ada yang ingin Aku tanyakan.
Dreeet Dreeet Dreeet
"Ada Apa?", Aku menjawab dering handphone ditanganku.
"Apa Vina sudah tidur?", Airin bertanya dari ujung telepon
"Sudah!", Jawabku.
"Baguslah! Cepat ke ruanganku! Dia tidak akan bangun, efek obatnya delapan jam!"
"Baiklah. Aku segera ke sana!", jawabku singkat
Klik
Dan mematikan telepon.
Aku turun perlahan dari tempat tidur Vina, mengambil tas kerjaku dan menaruh handphone pink dengan pom pom berwarna senada didekat tangan kanannya. Hanya untuk jaga-jaga, supaya kalau Istriku terbangun dan Aku belum kembali, Vina ga panik dan bisa menghubungiku.
Klek
Aku membuka pintu kamarnya, dan menutupnya kembali.
"Jangan biarkan siapapun masuk. Kecuali perawat yang bertugas! Dan harus ada yang menemani masuk, melihat apa yang dilakukan perawat itu didalam!", Aku mengingatkan para bodyguards didepan pintu.
"Baik Tuan!"
Aku melangkah meninggalkan ruangan Vina menuju ruang kerja Airin.
Klek
Aku membuka pintu ruang kerja Airin. Dia sedang duduk, masih sibuk dengan handphonenya.
"Ada apa?", tanyaku, Aku juga cukup kesal padanya sudah memberikan obat tidur pada istriku. Apa maksudnya? Ingin segera kutanyakan padanya.
"Kamu tidak memberitahu yang sebenarnya pada Vina?", Airin bertanya dengan masih memandang handphonenya.
"Belum waktunya. Semua belum jelas!", Aku menjelaskan
TOK TOK TOK
"Masuk!", Airin menjawab.
Klek
Sandy memasuki ruangan dan duduk dikursi disebelahku.
"Katamu akan datang nanti malam?", Aku memandangnya sedikit bingung. Karena Sandy ga pernah berbohong sebelumnya. Kata-katanya selalu sama dengan perbuatannya.
"Aku akan datang nanti malam menjenguk Vina. Tapi sekarang, kita bicara disini!", Dia menatapku serius kali ini.
"Ada masalah apa?", Aku memandangi pasangan suami istri ini satu persatu.
"Ada beberapa hal yang harus Aku sampaikan kepadamu dan satu hal yang harus istriku tahu!", Sandy menjelaskan.
Kami semua diam. Menunggu Shandy menyelesaikan perkataannya.
"Pertama, untuk Cindy, ini alamat orang yang membawanya.", Sandy memberikanku kertas bertuliskan alamat dipinggiran kota Jakarta. Ada yang aneh dengan alamat ini..
"Kau merasakan keanehan yang sama?", Sandy bertanya padaku.
Aku menganggu, paham maksudnya.
Sandy memang menginformasikan padaku, bahwa seseorang mengambil Cindy dari sel tahanan. Memberikan jaminan cukup besar dan membawa Cindy. Merasa ada yang aneh, Sandy menawarkan diri untuk menyelidiki mereka. Dan Aku menyetujui.
"Kedua, Aku sudah menanyakan kepada Fani, sekretaris SMC dan berdasarkan informasinya, tidak ada Methylmercury dibunga sebelumnya!"
"Itu bohong!", Airin kali ini menyanggahnya.
"Vina harus melaksanakan terapi Kelasi secepatnya! Aku ingin lakukan hari ini. Tapi ga mungkin melihat kondisinya! Besok akan Aku persiapkan semuanya!", Airin melempar amplop berisi hasil tes darah dan urine Vina.
Hufff... Kini Aku sudah sangat kesal, Aku berdiri dari kursiku
"Hey, duduk! Mau kemana Kau??", Airin berkata dengan nada tinggi dan Sandy memegang tanganku untuk tetap duduk dikursiku.
"Aku mau ke penjara!!",
"Mau memukuli Andika?!! Haha .. Tak ada guna bagimu. Dia hanya akan memperkeruh suasana dengan menyulut emosimu!", Kini giliran Sandy yang berusaha menyadarkanku. Tapi. Kata-katanya benar. Dan Aku harus kembali duduk.
"lanjutkan... ", Aku berusaha untuk mengontrol diriku..
"Kondisinya sudah membaik sekarang, sudah jauh dari kondisi kritis.", Kali ini Airin yang berbicara.
"Apa kamu masih akan menyembunyikannya dari Vina?"
Aku mengangguk.
"Kita belum tahu siapa yang melakukan itu! Tapi, kondisi tubuh pria tua itu cukup kuat, untungnya! Chan su sangat berbahaya...", Airin mengehla napas setelah menyelesaikan kata-katanya.
"Bagaimana dokter itu? Apa bisa dipercaya?", Aku menatap Airin.
Airin mengangguk
"Dia tidak ingin melakukan tindakan itu.. Tapi keluarganya disandera. Dia terpaksa untuk melakukannya.", Airin melanjutkan penjelasannya.
"Apa ada kaitannya?", kali ini aku menatap Sandy dan Airin.
Dan Sandy mengangguk.
"Jadi, ujungnya adalah orang yang sama??"
"Belum tentu.. ", Sandy menyanggah prediksiku.
"Apa kau sudah cek aliran dana itu?", tanyaku lagi.
"No idea.. Uang itu ditarik cash. Tapi kemudian dibawa ke rumah pribadinya. Dan tak ada tamu ke sana. Tak ada yang mencurigakan. Ibu Vina hanya keluar sekali, itu juga hanya ke rumah sakit membawa kakek Vina. Dan tak ada yang datang ke rumah itu. Tak ada yang ditemui di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.
"Jadi.. bukan Dia yang mencoba membunuh Kakek Vina?", Aku mencoba memastikan.
"Untuk saat ini, ya, belum ada yang memberatkannya. Justru pria itu yang mencoba membunuh kakek Vina!", Sandy menjelaskan.
"Dia juga menyiksa Cindy. Apa kau mau Aku segera menyelamatkannya?", tanya Sandy.
Aku menggeleng.
Aku memang sudah tidak peduli pada Cindy, dan Aku tidak mau menolongnya juga. Aku tidak mau ikut campur dengan masalahnya.
"Jangan lakukan pertolongan apapun pada Cindy! Jangan masuk perangkapnya, tapi awasi saja, karena Aku yakin, Dia punya tujuan tertentu menebus Cindy!", Aku mencoba menjelaskan, karena tak ingin masuk perangkap apapun dan Aku juga tak ingin berurusan dengan wanita itu lagi.
Dreeet Dreeet Dreeet
Handphone disaku celanaku bergetar. Aku mengambilnya disaku, lalu kumasukkan lagi.
"Kenapa ga diangkat? Berikan padaku!!", Airin sangat memaksa.. Aku tak bisa menolaknya.. Seperti Aku menolak keinginan mama.. Wajahnya betul-betul mirip dengan mama. Akhirnya kuberikan handphone itu pada Airin.
"Halo?"
(Diam)
"Aku bukan Vina. aku kakak ipar Vina. Apa kamu Dennis?", Tanya Airin.
(Diam)
"Vina sedang beristirahat dikamarnya karena luka kemarin. Suaminya tak akan mengizinkanmu berbicara dengan Vina!", Kali ini Airin menatapku dengan menjulurkan lidahnya tanda mengejek.
(Diam)
"Iya, Vina sudah tau."
(Diam)
"Tidak! Memang ada sesuatu yang ingin Kau sampaikan padanya?"
(Diam)
"Kau tahu sesuatu?"
(Diam)
"Ah, baiklah.. Datanglah ke Rumah Sakit Harapan Hati. Carilah Dokter Airin. Aku menunggumu diruanganku!"
(Diam)
"Baiklah, terima kasih!"
Klik
Airin mematikan teleponnya dan memberikan kepadaku.
"Kak, kenapa mengundang Dia ke sini???", Tanyaku sangat jengkel pada Airin yang mengambil keputusan tanpa berkoordinasi.
"Ada sesuatu yang dapat membantu Kalian untuk kasus ini, yang Dennis ketahui!", Airin menjelaskan.