Beberapa minggu kemudian. Nayoung sedang mengemasi pakaian Eunbyul yang akan dibawa ke rumah orang tua Nayoung. Nayoung beserta Eunbyul akan menginap disana untuk beberapa hari, ia sudah meminta izin pada suaminya, Jungguk. Awalnya Jungguk juga ingin ikut menginap, namun ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Jarak rumah sakit dan rumah ayah Nayoung lumayan jauh. Jadi, mau tak mau Jungguk mengizinkan istri dan anaknya menginap disana tanpa dirinya.
Ayah Nayoung akan pergi ke China untuk mengurus bisnisnya yang terbengkalai disana, pria paruh baya itu meminta Nayoung ke rumah agar ada yang menemani Sobin jika dirinya tak ada untuk beberapa waktu.
"Eunbyul-a, apa semua barang-barang yang kau perlukan sudah siap?" tanya Nayoung.
Eunbyul menegakkan tubuhnya dari sofa, ia mengangkat tas ransel berukuran kecil miliknya. Nayoung mengangguk, lantas menarik kopernya keluar kamar diikuti Eunbyul tentunya dari belakang.
"Jungguk-a?" seru Nayoung saat melihat Jungguk keluar dari kamar mereka dengan terburu-buru.
"Ada urusan mendadak di rumah sakit. Ah, kalian sudah mau pergi?"
"Iya. Kau akan mengantar kami?" tanya Nayoung.
"Sepertinya tidak bisa, dokter Jang menyuruhku cepat datang ke rumah sakit. Maafkan aku ya," sesal Jungguk.
Eunbyul menundukkan kepalanya sedih. Jungguk yang melihatnya, lantas menggendong gadis kecilnya untuk dibawa turun ke bawah.
"Eunbyul-a, ayah janji besok pagi akan mengantarmu ke sekolah bagaimana?"
Seketika mata Eunbyul berbinar-binar. Nayoung yang melihatnya hanya diam saja.
"Benarkah? ayah tidak bohongkan?"
"Ayah janji. Besok ayah akan ke rumah kakek, lalu setelahnya kita jalan-jalan sore di taman bermain."
"Janji?" Eunbyul mengangkat jari kelingkingnya, Jungguk menutkan jari kelingkingnya dengan milik Eunbyul.
"Janji. Cium ayah dulu," pinta Jungguk sembari menyodorkan pipinya. Eunbyul mengecup pipi ayahnya dengan lama.
Mata Jungguk beralih pada Nayoung yang diam saja.
"Kau kenapa? apa ada masalah?" tanyanya.
Nayoung tersentak kaget. Kemudian tersenyum tipis, lalu menggeleng kepalanya.
"Tidak ada. Ah, iya katanya kau akan berangkat sekarang?"
"Baiklah. Aku akan berangkat, tapi aku pesankan taksi dulu untukmu."
Jungguk merogoh kantong celananya, untuk mengambil ponsel. Ia memesankan taksi untuk Nayoung dan Eunbyul.
Selagi menunggu Taksi datang, Nayoung melirik suaminya yang sedang asyik memainkan ponselnya sampai mengabaikan Eunbyul yang sedang bercerita.
Tak lama Taksi datang, Nayoung segera masuk ke dalam bersama Eunbyul setelah meletakkan koper milik Eunbyul ke dalam bagasi mobil.
Eunbyul melambaikan tangannya pada sang ayah, yang tentunya dibalas oleh Jungguk. Taksi yang ditumpangi Nayoung telah melaju meninggalkan Jungguk yang masih berdiri di teras rumah mereka.
Nayoung sempat melihat Jungguk lewat kaca spion mobil. Pria itu masih memainkan ponselnya.
Ia menghela napas lelah.
Sementara itu, Jungguk berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan ponsel di telinganya.
"Nayoung sudah pergi, kau bisa datang kesini bersama Eunbi."
"Hanya semalam? oh ayolah, Nayoung dan Eunbyul akan lama di rumah mertuaku sayang. Aku khawatir meninggalkan kalian berdua di rumah tanpa pengawasanku."
"Hah, baiklah. Tapi, ingat pesanku sebelum kesini, kau harus pastikan dulu jika tidak ada yang mengikutimu. Mengerti?"
Jungguk memutuskan sambungan ponselnya. Ia beralih pada foto pernikahannya dengan Nayoung yang tertempel sempurna di dinding yang menghadap langsung ke pintu utama. Ukuran foto tersebut lumayan besar, karena ibunya yang mencetak foto itu.
Dengan pelan Jungguk melepasnya, lalu meletakkannya di balik sofa yang memang tidak bisa di lihat orang. Ada apa dengan pria ini?
***
Paginya, Jaemin bersiap pergi ke rumah sakit namun sebelumnya ia menyiapkan sarapan untuk sang adik yang sudah tinggal dengannya beberapa minggu ini. Kamar di apartemen Jaemin cuma satu, dengan terpaksa Jaemin tidur di ruang tamu dan membiarkan sang adik menguasai kamarnya. Jika gajinya sudah terkumpul banyak, ia akan membeli apartemen yang lebih besar lagi.
Jaein keluar dari kamar, ia mendudukkan dirinya di meja makan. Ia mencomot Roti selai kacang yang sudah disiapkan kakaknya lalu memakannya.
"Pagi, kak." sapanya setelah Jaemin duduk di depannya.
"Hmm, pagi. Jam berapa nanti pulangnya?" tanya Jaemin di sela minum kopi hangatnya.
Gadis berseragam sekolah itu meneguk susu putihnya. "Eum, sekitar jam 5. Kenapa?"
"Lama sekali. Yang aku tau, anak SMA Hwanhee tidak jam segitu pulang. Kau mau ke rumah teman dulu ya?"
Jaein menggelengkan kepalanya.
"Kakak, aku kan sudah bilang kalau aku ada pelatihan dengan kak Nayoung di studionya. Masa lupa?" sungut Jaein.
Dahi Jaemin mengkerut. "Kak Nayoung? siapa?"
Jaein mendengus sebal. "Kakak kan lulusan universitas Hwanhee, masa tidak tau cucu perempuan pemilik gedung itu. Bahkan kau sekarang bekerja di rumah sakit Hwanhee, kenapa bisa tidak tau?"
Jaemin ingat sekarang. Tuan Seo, pemilik tempatnya bekerja pernah bilang kalau dia punya cucu perempuan dan laki-laki. Cucu perempuannya sudah menikah dan punya anak. Sedangkan yang laki-laki masih sekolah. Tuan Seo juga melihatkan foto Nayoung padanya, dan ya yang ia lihat waktu itu adalah Nayoung. Yang bersama Yena.
"Kau berlatih lukis dengannya? kenapa aku bisa lupa. Aishh." gerutunya.
Jaein memutarkan matanya malas.
"Iya. Kan aku menang kompetisi lukis yang diadakan Kak Nayoung, ya otomatis aku berlatih lukis dengannya dan tentunya aku sekolah disini karena dia." ucap Jaein.
Jaemin tersenyum kecil. Pria berkemeja rapi itu, mengusap rambut Jaein lalu setelahnya ia lekas berdiri dari duduknya. Jaein juga ikut berdiri.
"Kak, aku berangkat dulu. Sudah hampir jam 7,bye."
Jaein melangkah keluar apartemen Jaemin sebelum pria itu membalas ucapannya.
Setelah membuka pintu, Jaein terkejut melihat seorang wanita yang juga sama-sama terkejut sepertinya. Wanita itu membawa paper bag yang isinya tidak diketahui Jaein.
"Maaf, anda siapa?" tanya Jaein.
Wanita itu, Eunhye menatap Jaein dengan tatapan tak suka.
"Harusnya aku yang bertanya, kau siapa? setauku yang tinggal di kamar ini hanya satu orang dan orang itu laki-laki."
Jaein melipat kedua lengannya di dada. Ia tersenyum kecil.
"Aku? aku Bae Jaein. Adik dari pemilik kamar ini, nona." ucapnya sedikit angkuh.
Sekali lagi Eunhye kaget. Ia baru tau bahwa Jaemin punya adik perempuan.
"Jaein-a, kenapa belum beran-- oh Eunhye-ssi? apa yang kau lakukan disini?" tanya Jaemin yang akan berangkat ke rumah sakit.
Eunhye tersenyum manis. "Aku baru tau kau punya adik Jaemin-ssi."
"Ne, ini adikku Jaein. Dia baru pindah dan bersekolah disini."
Eunhye menganggukkan kepalanya, lalu beralih pada Jaein. Ia tersenyum lembut pada Jaein.
"Halo, aku Song Eunhye. Kau bisa memanggilku kakak." Eunhye mengulurkan tangannya pada Jaein. Jaein hanya meliriknya saja, kemudian berlalu dari sana tanpa mengucapkan apapun.
Jaemin melotot tak percaya dengan tingkah sang adik.
"Aishh, anak itu. Maafkan adikku Eunhye-ssi. Dia memang begitu."
"Tidak apa-apa, Jaemin-ssi. Ah, iya aku membawakan puding coklat untukmu. Tadi, aku berkunjung ke apartemen temanku yang satu lantai di bawahmu. Dia sedang sakit, jadi aku membuatkannya puding sekalian aku membuatkan untukmu juga."
Eunhye menyerahkan kotak bekal berisi puding buatannya pada Jaemin. Jaemin menerimanya.
"Ah, kau tidak perlu seperti ini. Aku merasa tidak enak padamu, Eunhye-ssi." ucap Jaemin dengan segan.
Eunhye mengibaskan tangannya di depan wajah sambil tersenyum.
"Jangan sungkan begitu. Aku hanya berbuat kebaikan saja, lagipula ini hanya puding. Jika kau tidak mau, kau bisa membagikannya pada rekan kerjamu."
"Ah, nde terima Kasih Eunhye-ssi. Lain kali aku akan mentraktirmu juga."
Eunhye tersenyum begitu juga Jaemin.
Sebenarnya ini hanya rencana Eunhye saja untuk berkunjung ke apartemen Jaemin,ia tidak punya teman di apartemen yang sama dengan Jaemin. Ia hanya ingin mendekatkan diri pada Jaemin, pria yang disukainya. Tapi, saat ia melihat Jaein keluar dari apartemen Jaemin, Eunhye mengira itu kekasih Jaemin. Namun dugaannya salah, ternyata itu adik Jaemin.
Tolong, tinggalkan jejak kalian berupa vote dan power stone nya... agar penulis lebih semngat lagi melanjutkan ceritanya :)