Ketika Kavi, seorang arkeolog muda, menemukan Mustika Dyah Pitaloka di situs Trowulan, hidupnya berubah selamanya. Artefak kuno itu membuka pintu menuju masa lalu, membawa Kavi ke dalam ingatan Arjuna—seorang Assassin yang hidup di era Majapahit. Dengan bantuan teknologi mutakhir bernama Renesia, Kavi menggali memori genetik Arjuna dan menemukan rahasia kelam tentang perebutan artefak Eden, persahabatan yang hancur, dan konspirasi besar yang mengancam Majapahit. Namun, masa lalu bukan hanya kenangan. Kavi segera menyadari bahwa artefak Eden masih menjadi incaran kekuatan gelap di masa kini. Di tengah penglihatan akan masa lalu dan ancaman nyata di masa sekarang, Kavi harus memilih: membiarkan sejarah terulang atau menjadi bagian dari perang yang belum berakhir selama tujuh abad. "Assassin’s Creed: Oracle" adalah kisah yang penuh misteri, pengkhianatan, dan perjuangan lintas waktu untuk menjaga keseimbangan dunia.
Dinasti Yuan, 1332.
Guntur menggelegar di langit malam, memecah kesunyian dengan suara yang menggetarkan. Cahaya bulan sabit, tajam dan pucat seperti pisau, mengintip dari balik awan gelap yang bergulung-gulung. Angin kencang bertiup tanpa henti, menerjang pepohonan yang bergoyang liar, seolah-olah tangan-tangan raksasa merentang-kan sayap mereka dalam bayang-bayang malam. Pekikan elang yang melintasi langit menembus keheningan, mengiringi seorang penu-nggang kuda yang memacu tunggangannya dengan kecepatan pe-nuh, melarikan diri dari kejaran segerombolan prajurit bersenjata.
Jubah panjang sang penunggang berkibar liar di tengah badai. Setiap lompatan kudanya melalui semak dan akar pepohonan men-ciptakan percikan lumpur yang menyatu dengan guyuran hujan deras. Di balik jubah itu tersembunyi sebuah pedang, tersimpan rapi dalam sarungnya, dan sepucuk surat penting yang ditulis langsung oleh Kaisar Yuan ke-13. Sebilah pisau lipat yang tersembunyi di balik sarung tangan kulitnya tidak membuat gerakannya terganggu se-dikit pun. Kedua tangannya dengan mantap menggenggam tali ken-dali, sementara matanya yang tajam memindai jalan di depan.
Hujan deras yang turun bagai cambuk tak mengurangi determi-nasi penunggang itu. Tudung hoodie-nya, yang sebagian besar me-nutupi wajahnya, hanya menyisakan sepasang mata yang berkilat tajam seperti elang. Sorot matanya mengungkapkan tekad yang tak tergoyahkan, meskipun di dalam dadanya jantungnya berdetak cepat. Ia sadar bahwa maut begitu dekat, namun menyerah bukan-lah pilihan. Misinya terlalu penting untuk gagal.
Di belakangnya, pengejaran dipimpin oleh Pemimpin Wilayah, seorang pria dengan wajah keras dan sorot mata tajam, serta Orin, keponakannya yang terkenal kejam, Toghon Temur Khan. Para praju-rit elit Yuan mengiringi mereka, wajah mereka mencerminkan kebencian yang membara seperti api di tengah badai. Pekikan perin-tah menggema di antara raungan angin dan gemuruh petir.
"Tangkap dia! Jangan biarkan dia lolos!" teriak Orin, suaranya membelah malam yang penuh dengan kegaduhan alam.
Prajurit-prajurit itu tidak hanya mengandalkan kecepatan kuda. Hujan anak panah melesat dari busur mereka, terbang di udara seperti badai es yang mematikan. Salah satu anak panah mengenai paha kuda yang ditunggangi penunggang misterius itu. Kuda itu meringkik keras, tergelincir, dan akhirnya terjatuh dengan bunyi gemuruh yang mencampuradukkan lumpur dan air hujan. Sang penunggang terlempar ke udara, tetapi ia menunjukkan kelincahan-nya yang luar biasa. Dalam satu gerakan mulus, ia mendarat dengan mantap di tanah, segera melompat, dan berlari di antara pepohon-an, gerakannya secepat dan selincah kucing liar.
Di belakangnya, Toghon Temur Khan mengejar tanpa ampun. Gerakannya tak kalah lincah, tetapi lebih menyerupai jaguar yang mematikan daripada kucing jalanan. Wajahnya menyiratkan deter-minasi yang penuh kebencian. Setiap langkahnya menggema, me-nyatu dengan derap kaki para prajurit di belakangnya.
"Menyerahlah! Kau tidak punya harapan untuk melawan!" teriak Toghon Temur dalam bahasanya, suaranya menggelegar di tengah badai.
Namun, penunggang itu tidak mengerti sepatah kata pun. Baginya, hanya ada satu pilihan: bertahan hidup dan menyelesaikan misi. Dengan napas terengah-engah, ia memutuskan langkah ter-akhir yang berani. Sebuah tebing tinggi menjulang di depannya, di bawahnya laut yang bergolak dengan ombak besar yang saling ber-adu. Tanpa ragu, ia melompat, tubuhnya melesat ke udara seperti elang yang menyelam untuk menangkap mangsa.
"Hentikan!" teriak Pemimpin Wilayah, menarik bahu Toghon Temur Khan yang hendak maju lebih jauh. "Jangan bertindak ge-gabah!"
Toghon Temur Khan berdiri di tepi tebing, matanya menatap tajam ke laut yang bergejolak di bawah. Wajahnya menegang, dipenuhi oleh kemarahan yang mendidih. Di tangannya, ia meng-genggam erat sebuah simbol Freemasonry yang berlumuran darah segar, simbol yang tampaknya menyimpan rahasia besar.
Tanpa menoleh, ia berbicara dengan nada dingin kepada para prajuritnya. "Cari tahu siapa mereka dan dari mana asalnya. Urusan kita belum selesai!"
Gemuruh petir terakhir mengguncang langit, seolah menjadi saksi dari awal sebuah konflik besar yang akan mengguncang sejarah.
________________________
[1] Orin : Calon penerus Kaisar.