webnovel

S2-70 RAJAMANGALA STADION

"The soul of demon ...."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Pukul 8 tepat, channel dengan nama "RDTV" dan "YuZuTV" pun live dengan pampangan bendera-bendera gigantis stadion. Kain super lebar dipasang pada bagian kanan dan kiri. Diterpa angin malam yang dingin. Juga dihiasi ratusan ikat balon merah. Chaos sekali di dalam sana. Para penonton terhibur oleh penyanyi lokal dan internasional yang hadir sebagai bintang tamu. Bersorak-sorai menggunakan lightstick dan papan dukungan untuk idol masing-masing. Beberapa juga menggunakan peluit berisik. Bertepuk tangan untuk rasa selamat. Ikut senang dengan perubahan sejak channel mulai berpindah kepemilikan.

Program-program dan acara lawas yang membosankan sudah diganti. Sinetron-sinetron panjang tak berkualitas dirubah dengan tayangan edukatif berbentuk talkshow, plus ajang penjaringan bakat serta chef challenge untuk anak kecil. Ya, sebenarnya lebih banyak lagi perubahan yang ada. Jadwal cartoon session pun semakin banyak. Dan itu dihajar habis saat weekend datang.

"MARI KITA SAMBUT BINTANG TAMU BERIKUTNYA: TAYLOR SWIIIIIFFFFFFTTT!" teriak MC wanita dengan suara hype-sync yang melengking tinggi.

"WOAAAAAAAAAAAAAAAHHH!"

Bersamaan dengan lampu yang menggelap tiba-tiba, tepuk tangan meriah pun menyambut kedatangan si penyanyi cantik yang berdiri di atas panggung yang ditarik melayang ke awang-awang. Dia memainkan keyboard di atas sana. Pinggangnya dipasangi tali pengaman, jika ada kemungkinan jatuh. Dan rambutnya berkelebat selama beraksi. (*)

(*) Desain panggung selama penyerangan mirip ini banget. Disarankan play sebentar kalau mau lihat suasananya.

Stadion pun terguncang dengan betapa megahnya lagu "Love Story" yang dibawakan penuh power oleh Taylor. Tidak ada kata bosan atas karya wanita tersebut. Dan rasanya berkah melihatnya berada di sini.

Para penonton ikut bernyanyi bersama dia. Menghentak udara diantara sorotan lampu-lampu. Kepulan es kering, dan permainan warna panggung yang berubah-ubah.

Sungguh, segalanya lancar saja hingga Taylor berganti Wiz Khalifa. Disusul Post Malone, TXF, Radiohead, Jorja Smith, Coldplay ... tapi tidak lagi setelah Younha naik ke panggung.

PLAKH!! CRASSHHH!! BRUGH!

"AAAAAAAAAAAAAAAA!!"

Penyanyi Korea itu mendadak dilempari botol jus dari penonton. Panggung yang dia pijaki merosot jatuh mendadak. Membuatnya ambruk, padahal ini waktunya naik perlahan-lahan.

TEEEEETTTTT!! TEEEETTT! TEEEEEEEEEEEEEET!

Lampu siaga di bagian programmer pun langsung menyala. Mereka mengisyaratkan tayangan channel diganti iklan promosi skincare dalam rencana. Karena itu pertanda penyerangan dimulai.

BRAAAKKHHHH!

Sisa cluster pun menyebar untuk membantu kawan yang lengah. Lari ke bawah panggung. Sementara beberapa staff membantu Younha berdiri.

"Apa Anda tidak apa-apa? Ah, hati-hati--"

BRUGH!

"Akh! Hiks ... hiks ... hiks ... hiks ...."

Younha pun menangis karena kakinya terkilir hingga berdarah. High-heels-nya patah karena tertimpa tubuh. Dan cairan merah itu mengalir di betis kiri.

Dia dibopong seorang bodyguard karena sudah tidak bisa jalan. Kekacauan juga terjadi diantara penonton yang kaget. Dan mereka berteriak karena suara letusan kembang api dadakan di atas stadion.

PIUUUUUUUUUUUU! DOORRR!!

PIIUUUUUUU!! DORRR!! DORR!

PIUUUU!! DORRRR!! DORRR!! DOR! DORRRR!! DORRRR! KRATAK! DORRR! DORRR! DORRR!!

Para penonton yang tidak mengerti hanya menganggapnya kendala konser. Kejutan pengalihan, dan bocah yang menangis jadi tertawa lagi.

"HA HA HA HA HA! LIHAT KE SANA!"

"WOAAAAAHHHHHHH!!!"

Namun, SALAH BESAR! Diantara gaduhnya fireworks di atas sana, kini tembakan pun ikut terdengar dari segala arah. Melesat acak. Bahkan ada yang mengenai cluster berwajah Paing Takhon.

DORRR!! DORRR!! DORR!!

"AAAAAAAAAAAAARRRRGHH!" teriak para penonton yang terdekat dengan suara tembakan.

BUAGHHH! BUAGHHH!

Si cluster yang memakai anti-peluru pun menghajar orang bertopeng yang dianggap musuh. Dia bertarung tanpa ampun. Namun, Bretha di balik mesin program hanya ikut mengawasi dengan mata datar.

"Paing, lihat ... mereka sudah mulai menyerang," kata Bretha, yang prihatin saat menoleh ke spot pita peresmian. "Kau bahkan tidak diberi kesempatan selebrasi, Sayang. Mereka kelamaan menunggu hingga momen karpet merah."

Paing yang sedang diskusi dengan gerombolan Jeffsatur pun menoleh. "Iya, biarkan dulu. Sebentar aku ingin mereka melakukan sesuatu," katanya.

Jeff dan para bodyguard Apo pun menyimak instruksi Paing. Mereka agak kaget diajak dalam penyisiran pukul 7 tadi. Tapi ini memang momen paling tepat.

"Dilihat dari penyerangannya, mereka sepertinya juga membawa komplotan. Dan karena cluster Bretha menggunakan skin face, aku ingin kalian ikut membantu tanpa penyamaran. Toh mereka sudah menandai kami dengan cara itu," kata Paing.

"Baik!" sahut para bodyguard Apo.

"Lalu nanti, kalian cukup bertahan untuk membuka topengnya. Jangan bunuh," perintah Paing. "Jika ada yang menemukan wajah Amaara, langsung beritahu aku. Kemana dia pergi. Siapa yang diserang. Biar aku yang menanganinya sendiri."

"Siap!"

"Bagus ...." kata Paing. Lalu menoleh ke seorang staff begitu para bodyguard pergi. Dia ingin iklan skincare itu dipanjangkan dengan iklan-iklan lain. Wafer, cokelat, selai, mie ... apa pun! Kalau perlu artis dan MC-nya suruh membuat undian berhadiah uang dadakan. Biar tidak banyak yang keberatan dengan pause tiba-tiba.

"Baik, Pak. Oke ... saya akan beritahu mereka segera."

"Ya."

Pikir Paing, dia tidak masalah dengan uang yang keluar, tapi jangan sampai kekacauan ini dilihat audiens terlalu banyak. Toh jika nanti tragedi ini diliput media. Biarkan mereka hanya dengar ceritanya.

"Sayang, bagaimana dengan keputusanmu nanti? Mereka pasti mengira kau takkan keluar saat pemotongan pita. Mungkin karena malu, kabur, dan lain-lain--"

"Tidak, Bretha. Aku akan tetap keluar," sela Paing. Yang tiba-tiba ikut melihat 117 layar pemantau panggung dari berbagai sisi. "Lagipula, jika pergi, mereka akan menggerebek tempat parkir. Dan semisal aku memilih menutup mata, media akan menulis sembarangan kenapa penyerangan ini sampai terjadi."

Bretha pun menatap ekspresi kaku Paing dari samping. "Oh, kau benar ...." desahnya. Lalu menepuk bahu sang Alpha. "Kalau begitu selesaikanlah dengan baik. Jangan biarkan dia sembarangan mengobrak-abrik, Sayang. Aku yakin buruanmu akan dapat setara dengan harganya."

KACRAK!

BRAKH!

"Tentu," kata Paing sebelum keluar sambil mempersiapkan senjata. Alpha itu membuat Bretha ketar-ketir karena punggungnya pergi. Apalagi kekacauan di stadion semakin heboh.

Sebanyak 30% penonton sudah buyar karena takut. Mungkin karena panik terbunuh dan lain-lain. Padahal setiap ada musuh bertopeng tertangkap, mereka langsung dibawa ke polisi yang bertugas mengamankan acara. Yang panik akan tembakan langsung diringkus ambulan. Yang ikut terluka juga ditangani ke belakang panggung. Sementara Paing berlari diantara mereka.

BRAKH! BRAKH! BRAKH! BRAKH!

"LEWAT SINI, PAK!" teriak seorang cluster yang ikut mengiringinya. Langkah orang-orang itu gaduh karena membawa senjata. Dan salah satunya terus mengangkat telepon earpiece dari sang rekan. "AMAARA TADI TERLIHAT DI SEKITAR BENDERA!" katanya, lantas mendahului demi memimpin jalan.

BRAKH!

"Oke!"

Mereka pun keluar gerbang bawah panggung bersamaan. Di sanalah semuanya benar-benar hanya berisi penonton, staff, dan para petugas ribut. Artis-artis tidak lagi terlihat karena sudah diamankan di dalam. Diketati. Walau berisiknya benar-benar sempat mengganggu fokus.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAA!!"

"AAAAAAAAAAAAAAAAAA!!"

"AAAAAAAAAAAAAAAAAA!!"

DOR!! DORRR!! DORRRR!!

Tembakan dan kembang api benar-benar tak berhenti di atas langit. Wartawan pun mulai atraktif meliput adegan, dan mereka lari-lari juga demi mendapat berita (oh, shit. Tugas awalnya mencari bahan artikel artis. Tapi sekarang malah dapat tangkapan besar--pikir mereka jengkel karena tanpa persiapan).

"KE KIRI!" teriak si pemimpin cluster A yang lari terdepan. Dia membelah kerumunan untuk Paing Takhon. Membentak-bentak demi jalan terbentuk. Lalu menunjuk ke arah timur. "DIA SEKARANG DI BELAKANG KARPET MERAH! GANTI ARAH!" katanya.

"BEDEBAH!"

"SIAL!"

Semua mulai jengkel karena Amaara ini lincah sekali, terlepas dengan bagaimana dia bergerak kesana kemari.

DORRR!! DORRR!! DORRR!

DORRR!! DORRR!!

BRAKKKKKHHHHHHHH!!

"AAAAAAAAAAAAA!!"

PRAKH! PRAKH! PRAKH!

Tiba-tiba, tali-tali panggung panjang yang mengambang di udara pun putus satu per satu. Lampunya berjatuhan bebas ke bawah. Ditembaki, sementara cluster A langsung berhenti untuk menelisik arah sumbernya.

KACRAK!!

"ARAH MANA?!" teriak salah satu demi menyentakkan fokus rekan-rekannya. Mereka pun memepet Paing tengah seperti benteng. Sama mencari. Sementara Paing berputar menodong senjata ikut instingnya.

"ABAIKAN!" teriak Paing. "DIA PASTI ORANG YANG BEDA--!" katanya. Namun, langsung terhenti karena ditembak berkali-kali.

DORRR!! DORRR!! DORRR!

...

....

"TUAN TAKHON--!!"

Semuanya mengenai bagian dada. Membuat rusuk sang Alpha kena getaran hebat. Dan Paing mengusap bekas tembakannya dengan jari gemetar murka.

"MENYEBAR!" teriak Paing sebelum berlari sendiri.

BRAKH!

"TUAN TAKHON--!"

"TUAN TAKHON--!"

"TUAN TAKHON--!"

Mengabaikan teriakan itu, Paing pun tetap menerobos kerumunan secara solo. Dia sadar berhenti adalah keputusan keliru. Lebih-lebih dilindungi seperti tadi--Oh, fuck! Si penembak pasti lebih mudah membidiknya dari kejauhan. Sebab tak ada lagi rasa khawatir mengenai warga sipil.

"Cukup laporkan padaku situasinya ...!" bentak Paing yang sudah terkubur diantara penonton. Alpha itu memasang earpiece-nya sendiri. Diberitahu untuk jauh-jauh dari jalur berlampu. Lalu mendongak ke atas sebelum belok. "Oke!" katanya. Walau tiba-tiba dilempar pisau saat sudah dekat dengan karpet.

CRAAAAAAKHH!

"AAAAAAAAAAAAAAAAA!!"

Seketika, penonton di sekitar Paing pun buyar karena benda itu mengenai punggung. Darahnya tetap mengalir, meski tidak sedalam tanpa pengaman. Sementara Paing berbalik begitu pisaunya jatuh.

PRAKH!

KACRAK!

"Halo, Tuan Takhon ...." kata Amaara setelah meludahkan permen tusuk dari mulutnya. Gadis itu sudah memutar-mutar pisau lain dengan tangannya. Tidak takut. Sebab feromon Alpha takkan bisa menundukkannya kali ini. "Apa sejak tadi kau sedang mencari-cariku?"