"Like a fragile babybreath flower, no one should ruin you, even though it's me."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Apo pun pulang setelah sedikit lega. Setidaknya, meski kata-kata itu tak terucap, dia tahu Paing benar-benar menyimpan perasaannya. Sang senior bukan Alpha yang mudah membual, walau pesonanya menguar kemana-mana. Maka meski sempat iri berat, Apo kini paham alasan dia memimpin di ranking bisnis.
Paing pantas. Sungguh. Waktu singkat tak jadi hambatan. Dan itu memacu dirinya. Apo memiliki tekad untuk menyelematkan perusahaan lebih kuat. Dan targetnya untuk tahun ini, setidaknya masuk ke 10 besar kembali.
"Tidak apa-apa, Apo. Jangan muluk dan cukup tenang untuk saat ini," batin Apo mengukuhkan diri sendiri. Dia pun melangkah keluar dengan sambutan dari bodyguard. Lalu menyerahkan koper ke seorang pelayan.
"Selamat datang, Tuan Natta."
"Selamat datang, Tuan Natta."
"Ya, halo," kata Apo. Lalu melenggang dengan langkah gontai. Namun, saat melewati ruang tengah, Apo menoleh karena mencium aroma tembakau kuat.
DEG
Mile?
Bungsu Romsaithong itu rebahan di sofa panjang. Menatap langit-langit rumah. Kedua matanya kosong saat meniup asap cerutu bercampur ganja.
Sementara penampilannya berantakan sekali. Dasi lepas, kancing-kancing tak menutup penuh, sabuk longgar, dan asbak di atas meja sudah dihiasi sisa rokok.
"Aku pulang cepat seperti yang kau inginkan ...." kata Mile. "Ada apa?"
Untuk sejenak, Apo terkesiap karena ingin mundur. Tapi, mau berapa lama lagi mereka perang dingin? Apo pun mendekat, walau duduk si sofa yang bersebrangan. Lalu melepasi dasi dia.
"Tidak, hanya ingin melihat kondisi suamiku," kata Apo, kalem. "Tapi sepertinya dia sangat paham caranya bersenang-senang."
Mile hanya menjentikkan abu dari jarinya. "Oh, ya. Itu memang keahlianku. Baru sadar?" katanya. "Lubang sekretarisku ternyata hangat juga. Dia mahir."
DEG
Oke? Apo pun menghela napas panjang. "Ya, maaf kalau aku tidak mumpuni," katanya. "Toh sejak awal kau sendiri yang ingin menikahi perawan."
"Ha ha ...." tawa Mile. Dan Apo baru sadar cincin yang dipakai Mile kini ada 2. Milik Mile, dan sang Omega yang telah lepas. Satunya di jari manis, satunya pada kelingking. Ternyata di akhir Mile tahu bahwa Apo sempat masuk, walau membeku karena menemukan cincin pernikahan mereka. "Benar juga. Kalau begitu memang ini salahku."
"...."
DEG
Apo pun berjengit karena Mile duduk. Sang Omega pikir suaminya kenapa, tapi ternyata hanya ingin menuang bir. Lelaki itu menyesap cairan kerasnya perlahan, lalu menatap mata Apo lurus-lurus. "Sudah, kah? Atau ada lagi yang mau kau katakan?" tanyanya.
"Ada, tentu ada," kata Apo. Segera berpikir cepat. Dia pun menuang bir juga untuk meredakan gugup, tapi tidak mau minum banyak-banyak. Aku harus tetap waras di sini. "Oh, iya, Mile ... apa kau pernah memikirkan para baby?" tanyanya. "Kira-kira mereka bagaimana kalau tahu kau begini?"
Mile tidak langsung menjawab. Dia tampak bingung untuk beberapa saat, tapi kemudian tersenyum. "Bayi 3 bulan memang tahu apa?" katanya. "Cuma tidur, bangun, menangis, tertawa, makan, muntah, ngompol, sakit, sehat ... dan akan terus begitu hingga mereka bisa berpikir."
"...."
"Itu masih lama, Apo. Bocah 7 tahun saja kadang lupa apa yang mereka alami. Apalagi cuma bayi? Kau mau aku mengkhawatirkan hal seperti itu?"
DEG
"Mile, please--"
"Kenapa aku harus mengikuti pola pikirmu?" sela Mile. "Aku butuh waktu, Apo. Dan aku akan mengambil sebanyak yang aku mau," katanya.
Tertekan aura dominan Mile, Apo pun mencoba memahami suaminya. "Oke, jadi ... kira-kira seberapa lama waktu yang akan kau habiskan itu?" tanyanya. "Apa sampai para baby bisa berpikir? Sekitar 7 tahun itu mereka mulai sekolah."
".... Oh."
"Kalau iya, aku bisa menunggu hingga waktu itu tiba. Bersenang-senanglah, Mile. Asal jangan sampai rusak," kata Apo. Jujur, amarahnya mudah redup karena cincinnya di jari Mile. Bisa jadi suaminya masih mengharapkan dia, kan? Apo akan memberikan kesempatan.
"Jadi, menurutmu aku yang sekarang belum hancur?"
DEG
"Ya, hampir ... tapi hancur itu bukan kata yang tepat," kata Apo. "Toh sebelum bertemu denganku kau memang begini. Kuanggap ini justru titik awalmu berubah."
"...."
"Ya, bagaimana, ya ...." kata Apo. "Bertemu denganku yang heat di dalam pesawat. Kau tidak berpikir panjang untuk memperkosa langsung. Jadi, memang semudah itulah kau memandang kehidupan seksual. Aku paham."
"Benarkah?"
"Natürlich, Mile. Und jetzt bist du nicht allein," kata Apo. Karena rindunya muncul saat melihat mata gelap sang Alpha. "Dan aku percaya kau mencintaiku, karena sampai ingin menikah--bukankah mainanmu banyak di luar sana? Kenapa tidak menginginkan salah satunya? Orang sepertimu tidak memahami dirimu sendiri." (*)
(*) Bahasa Jerman: Tentu saja, Mile. Aku ini berusaha melihat sudut pandangmu.
Bukannya merasa tersanjung, Mile justru menyeringai terluka. "... jadi aku setolol itu di matamu."
DEG
"No, tidak seperti itu, tolong ...." kata Apo. Tanpa sadar menggenggam gelas lebih erat, karena dia takut Mile makin salah paham. "Kau dulu sendirian, Mile. Di luar. Aku--ya, walaupun sedikit bingung--tapi di sini kalau kau butuh tempat pulang. Kau pikir kenapa aku tidak mengajukan masalah ini kemana-mana. Aku tetap Omega-mu. A partner. Kau pikir ... kalau aku ikutan pergi sekarang, para baby akan bagaimana? Kecuali kau sudah tidak seperti ini."
Wajah Mile justru semakin gelap. "Jadi kau berniat pergi kalau aku sudah sembuh."
DEG
"Apa?"
"Dengan Paing Takhon, ya? Bagus ...."
Apo pun langsung menegang. "Tunggu, tunggu, tunggu ... Mile? Kenapa pikiranmu ke sana?" tanyanya. "Aku ini--"
PRANGGGG!!
"DENGARKAN AKU APO NATTAWIN!"
BRAKHHHHH!!
Setelah gelas dilempar, gantian barang-barang di meja yang diobrak-abrik.
"AKU TAKKAN PERNAH MENCERAIKANMU SAMPAI KAPAN PUN! ATAU MEMBERIKANMU KEPADA DIA! MIMPI! JANGAN HARAP! MAU KAU INGIN LEPAS ATAU TIDAK, BUKAN URUSANKU. FUCK! TAPI TERSERAH KALAU KAU JUGA INGIN BERMAIN-MAIN. Dasar pelacur rendahan ...."
Mile pun melewati pecahan gelasnya dan pergi. Dia meninggalkan Apo dengan cerutu membakar pinggiran sofa, lalu membanting pintu ruangan.
BRAKHHHHHH!!
Sang Alpha tidak tahu Apo terpekur diam. Omega itu sekali tak bereaksi, bahkan meski sekitarnya sudah berantakan. Mungkin, masalah yang bertubi-tubi telah mengajari dia. Bahwa terisak hanya akan memburamkan mata. Juga tujuan yang telah dia dapat kembali.
"Ha ha ha, oke, maaf. Aku hanya agak penasaran, Phi. Soalnya, kau tidak seperti orang yang benar-benar jatuh cinta."
Di taman, saat bersama dengan sang senior. Dan setelah mereka bicara.
".... benarkah? Apa kesanku sekaku itu?"
"Mn, tidak juga sebenarnya. Tapi, apa ya. Hanya agak lain saja. Bilang tidak, mengejar tidak. Dan kita masih bisa mengobrol biasa. Hihihi, suatu hari aku sepertinya baru sadar beruntung. Soalnya pernah jadi salah satu menarik perhatianmu."
Apo sungguh bebas saat melihat ekspresi unik Paing. Alpha itu sepertinya kepalang basah, tapi membiarkan Apo tertawa sesuka hati. Toh, itu bagus daripada wajah tertekuknya beberapa waktu lalu. Dia pun menunggu sang Omega mereda, lantas terkekeh dengen gelengen pelan. "Ya Tuhan ... benar-benar kacau sekali," katanya. Sampai-sampai Apo menoleh.
DEG
"Eh? Kenapa? Apa perkataanku ada salah?"
Paing pun berdiri, menggeleng, lalu memijit keningnya yang agak pusing.
"Apo, maaf, tapi mungkin aku harus pergi sekarang ...." katanya. "Ini buruk, karena aku sepertinya juga lupa membawa suppressant. Jadi, sampai jumpa." Alpha itu menepuk ubunnya sekali. "Cukup hati-hati untukmu selama pulang ...."
Apo pun masih tertegun. Bingung. Tapi dia langsung sadar setelah Paing berlalu dengan suara gaduh roda mobilnya.
BRRRRRMMMMM!!!
Sraaaaaakkkkhhhh!
Apalagi debu tipis sampai mengepul diantara gelapnya malam. Itu menyiratkan seberapa keras Paing menahan dirinya, lantas melesat hilang di kelokan gerbang parkiran.