webnovel

S2-120 NO NEED TO KNOW

"No need to know ...."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Bukan Paing jika tetap diam, meski orang lain menyuruhnya menunggu. Alpha itu mempercepat jadwal check-up paru pada keesokan pagi. Lalu Dokter Piya geleng-geleng saat memeriksanya. "Mestinya kurang 8 hari, Tuan Takhon. Tapi tak masalah asal semuanya baik-baik saja."

Paing pun duduk setelah di-rontgen ulang. "Aku tahu. Aku memang merasa baik-baik saja," katanya dengan nada urgen. Dia menerima hasil check-up dengan wajah cadas. Lalu keluar sambil mengabari Yuzu di telepon. "Bilang pada Mama untuk santai saja, Yuzu. Phi akan segera kembali ke kantor. Kalian menggantikan lagi kalau Phi sudah ke Oslo."

Yuzu pun mengangguk di seberang sana. "Oke, Phi. Tapi mulai lusa, kan? Aku dan Ma masih harus selesaikan kerjaan di Bali," katanya sambil membalas senyum pria berbaju batik. Mereka pun duduk bersebelahan, menonton Tari Pendet, tapi Yuzu juga menyicil tugasnya di iPad.

"Tentu. Take your time, Zu. Dan jangan lepaskan pandanganmu dari Mama. Stay safe ... kalian harus pulang dengan selamat," pesan Paing.

"SIAP."

"Kututup dulu teleponnya kalau begitu."

"Iya, Phi Sayang."

Setelah sambungan berakhir, Paing pun melenggang di lobi RS sambil membalas sapaan bawahannya. Dia tenang ketika masuk lift, tapi tak menyangka akan seruangan dengan istri Mile. "Sedang apa dia di sini?" pikirnya. Dan ternyata Nazha lebih sensitif daripada bayangan Paing. Wanita itu refleks menyembunyikan surat medis dalam amplop yang digenggam, barulah membalas tatapannya. "Oh? Tes kehamilan? Dan dia kemari sendirian ...."

"Halo, Tuan Takhon. Maaf saya permisi dahulu," kata Nazha saat berlalu. Langkah wanita itu tampak janggal, dan tatapannya bergejolak  walau itu bukan urusan Paing juga.

"Jadi, Anda yang bernama Nona Mint? Bagus ... langsung datang saja ke rumahku mulai nanti sore. Dan terima kasih sudah menyanggupi Dokter Us perihal ini ...." kata Paing saat menemui bidan Apo. Mereka pun berjabat tangan di lounge. Dan dia mencentang satu-satu urusan yang sudah siap. "Check-up sudah ... bidan sudah ... tiga pesawat sudah ... awak dan pilot sudah ... sekarang tinggal tenaga medis."

Paing paham jika Nodt lama mengumpulkan para dokter yang mau ke Oslo. Sebab ini akan menyita waktu, tenaga, dan jarak mereka dengan tanah air. Sehingga hanya yang berani bahaya lapangan lah yang ikutan turun tangan. "Perth sudah kau ajak? Dia kemarin bilang bagaimana?" tanyanya.

Nodt pun menyuguhkan piring-piring buah untuk Paing saat dikunjungi. "Sudah, sudah. Suamiku juga mau meluangkan waktu kok. Mana tahu kalian butuh pilot tambahan."

"Bagus ...."

"Tapi aku masih penasaran sesuatu, Bro. Setelah diobrak-abrik, penjara Oslo sebenarnya mau diapakan? Dibom? Aku setuju sih kalau tempat itu hancur ...." kata Nodt.

"Bretha bilang sih itu opsi yang terakhir, tapi kalau bisa jangan sampai saja ...." kata Paing.

"Kenapa?"

"Ya dijadikan bukti bersejarah. Kita kan butuh otorisasi OKOD untuk memusnahkan semuanya. Lagipula masih belum jelas siapa ilmuan yang berada di baliknya," jelas Paing.

Seketika Nodt mendengus kasar. "Ck, itu benar sih, tapi bagiku kedengaran sangat menyebalkan ...." katanya. "I mean .. why bro? Mereka sudah termasuk genosida lho. Apalagi membiarkan manusia dan manusia bertarung seperti hewan sampai mati. Itu sih benar-benar tidak wajar ...."

Paing pun berkomentar ringan. "Kuakui memang banyak pelanggaran HAM di sana. Tapi aku setuju kita jangan sembarangan, walau kemarin aku sendiri hampir lupa jika tidak diingatkan Bretha.

"Well, yeah ... kuharap ada yang  dapat gelar pahlawan ...." celutuk Nodt tiba-tiba. "Maksudku kalau sampai ada yang mati di tempat itu ...."

DEG

"What the--Nodt? Astaga ... kenapa sampai berpikir ke sana? Ha ha ha ha ...." tawa Paing, meski jujur dia pun  tak enak hati.

"Ya ... siapa tahu kan? Raja kita harus paham hal sepenting ini masih kecolongan. Jadi awas kalau militer negara tidak ikut bersama rombongan kita ...."

Paing pun menanggapi sewajar mungkin. Dia diberi Nodt list 12 dokter yang akhirnya bersedia. Jadi tinggal ditambahi suster untuk membantu mereka. Hmm ... tapi susah juga kalau tenaga RS dikurangi hingga semingguan.

"Bagaimana, Tuan Takhon? Ini serius akan diadakan?" tanya Dokter Piya saat ditelepon sore-sore. Paing pun  memanfaatkan waktu diantara macetnya jalan untuk request pembukaan lowongan kerja para suster baru di masa depan.

"Iya, aku mau tambah 40-50 orang," kata Paing. "Yang mana saja lah. Terserah. Tapi pastikan mereka potensial dengan pengalaman kerja dan bersih dari catatan merah dari tempat sebelumnya."

"Oh, baiklah. Tapi kalau rekomendasi khusus apa tak masalah?" tanya Dokter Piya lagi. "Maksudku lulusan berprestasi misalnya? Saya ada beberapa kenalan yang anaknya baru saja wisuda."

Jemari Paing pun mengetuk setir sejenak. "Boleh, tapi jangan terlalu banyak, Piya," katanya. "Hanya 25% anak baru yang berkesempatan. Tapi meski lawas buang saja kalau tidak profesional."

"Baik, Tuan," kata Dokter Piya senang. "Nanti akan saya laporkan kalau sudah dapat. Biar atasan bawa datanya ke Anda secepat mungkin."

"Nah, well done," puji Paing. "Sekarang aku harus pulang dulu. Sudah jam segini. Kau selesaikan saja kerjaanmu."

"Baik ...."

Tuuuttss!

Paing menghela napas panjang. Dia celingak-celinguk karena jalanan masih sangat ramai, padahal arloji menunjukkan pukul 5 sore. Hmm ... kakinya pun mulai bergerak tak sabar. Sebab cuaca mulai mendung dan udara dingin. Tapi mau bagaimana kalau proyek jalan menimbulkan semua ini. "Setidaknya aku menghubungi Apo biar dia tahu ...." gumamnya. "Ini pasti akan sangat lama."

Drrrt! Drrrrt ... drrrt, drrrrrt ....

Namun, belum sampai Paing menekan tombol dial-up, tiba-tiba nama Apo muncul di layar secara mengejutkan.

[Apo]

__ calling ....

"Hm?" bingung Paing. Dia pun menggeser tanda terima untuk mengangkatnya, tapi suara Mint lah yang menyambar sebelum dia bicara. "Halo--"

BRAKHHH!!

"YA AMPUN PAKAI JATUH PULA! AH--! HALO? Syukurlah sudah tersambung! APA INI BENAR-BENAR TUAN TAKHON?"

DEG

"Ya?"

"OH ASTAGA! YA TUHANKU! YA TUHANKU! BISA ANDA PULANG SEKARANG? TUAN NATTA! TUAN NATTA SEBENTAR LAGI AKAN MELAHIRKAN!

DEG

"APA?!"

Meski sudah persiapan, entah kenapa Paing tetap gugup duduk tegak dengan mata yang membola.

"Saya tadi datang bertepatan saat beliau kontraksi, Tuan! Jadi, ya ... ya ... BEGITULAH! SEKARANG KAMI SUDAH DI AMBULANS UNTUK MENUJU KE RS! HAMPIR SAMPAI! ANDA HARUS SEGERA MENYUSUL KARENA BELIAU INGIN DITEMANI KALAU SUDAH MASUK--"

"PHIIIIIII SAKIIIIIIIITTTTT!" jerit Apo yang tangannya dipegangi seorang suster. Omega itu tengah berbaring dengan kening berkeringat. Mengejan heboh, padahal tadi baru mandi dan masih ber-bathrobe. Namun, percayalah  ... dia sendiri syok karena ada darah jatuh di sisi lemari baju. Menetes-netes, dan perutnya langsung terasa sakit sekali. "AAAAAAAARGH! MAU MATIIIIIIIIIIIIIIIIII!"

DEG

"Tuan Natta ayo semangat sekali lagi! Kepala bayi pertamanya sudah kelihatan! Tarik napas panjang dulu dan tahan sebentar--!!"

"Hufff, hufff, huff, huff ... UMNNNG! SAKIITTTTTTT--!"

Prakh!

Tuuutttt ... tuuutt ... tuuut ... tuut ...

Paing pun loading untuk beberapa detik. Langsung berkeringat. Barulah keluar meninggalkan mobilnya begitu saja. "AH, ASTAGA! TIDAK MUNGKIN!" teriaknya sambil membanting pintu.

BRAKKKHHHHH!!!

Alpha itu pun berlari melompati pagar jalan. Nyaris menabraki pot tanaman. Lalu menyalakan GPS ponsel untuk menaksir berapa lama untuk sampai ke RS Bumbrugrad. "SIAL!" Kurang lebih 30 menit jika jalan kaki! Paing pun menatap kemacetan gila yang mengular hingga  ujung jalan. Tersengal-sengal. Apalagi ada sirine ambulans yang mendadak lewat di depan matanya.

WIUW-WIUW-WIUW-WIUW-WIUW!

TIN TIIIIN! TIN TIIIIIIN! TIN TIIIIN!

Chaos sekali kedengarannya. Paing yakin itu Apo yang cepat menjauh. Jarak 20 meter karena posisinya di jalan layang. Sementara dia harus meniti trotoar dulu untuk sampai ke jalur yang lebih lega. "Oh, shit! APO!" teriaknya sambil lari lagi tanpa banyak pikir. Jantungnya pun berdebar gila. Pikirannya kacau. Dan Paing belum pernah sepanik itu dalam seumur-umur kehidupannya.