webnovel

BAB 4: MAAF, YA. INI SALAHKU

BAB 4

"Kadang-kadang, mungkin lebih baik tidak perlu dipahami untuk tetap menjadi diri sendiri."

[Apo Nattawin Wattanagitipat]

Apo bilang, setelah Mile pergi ke Australia dirinya sempat mendapatkan teman kecil lain. Namanya Gulf. Alpha yang sangat manis, persis sepertinya. Mereka berhubungan baik dan sering mengerjakan PR bersama, bahkan rumah Gulf seperti rumahnya sendiri. Sepulang sekolah hobi main ke sana, kalau libur biasa mengajak keluar ... sampai usia mereka 16 tahun, tes gender tahunan datang dan keduanya berdua berubah jadi Omega.

Mulanya, semua aman-aman saja. Tidak ada yang terjadi karena Apo dan Gulf menenangkan satu sama lain. Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Sebagian orang memang pernah mengalami perubahan gender ketika mereka dewasa. Tidak hanya keduanya. Dan itu semua normal. Namun, siang setelah mereka pulang ke rumah masing-masing, Apo mendengar kabar tidak terduga.

"Nak, sudah dengar? Gulf meninggal jam 7 di tempat les karatenya," kata sang Ibu setelah mengangkat telepon ruman. Waktu itu Apo sedang belajar sendiri, dan dia takkan menyalakan ponsel karena hanya akan mengganggu kefokusannya.

DEG

"Apa, Ma?" kaget Apo. Dia yang semula mengerjakan soal trigonometri dan fungsi invers langsung menjatuhkan pensil dari tangan.

PRAKH!

"Iya, kejadian itu baru 30 menit lalu. Dia diperkosa pemilik sasana yang mendadak bilang lesnya libur," jelas sang ibu. "Gulf dikunci di dalam, dan pelakunya tidak hanya satu. Dua saudara si pemilik juga ikut serta, lalu Gulf dicekik hingga mati setelahnya. Dia di-knot, dan Alpha yang menyerang sekarang dipenjarakan seumur hidup."

GLEK!

Seketika dunia Apo runtuh ke bumi. Apalagi setelah mengaktifkan ponsel, ternyata Gulf sempat menelponnya berkali-kali, dan pesan terakhirnya berbunyi seperti ini:

'Apo, ttlg ....'

Typo, memang. Kentara kalau Gulf dalam kepanikan, dan dia mengetik dengan cepat sebelum digarap oleh orang-orang itu.

Bohong jika Apo tidak trauma setelahnya. Apalagi begitu mendengar kabar selengkapnya, ternyata pemilik sasana punya dendam dengan Gulf. Dia pernah kalah tanding di depan para muridnya sendiri, tapi setelah Gulf menjadi Omega, sahabatnya itu ditundukkan dengan feromon hingga jatuh terduduk.

Selemah itulah Omega di depan Alpha? Jawabannya iya, dan hanya Alpha lah yang pantas memutuskan akan mengikat siapa. Bukan dan tidak pernah sebaliknya.

Apo jadi ketakutan, sehingga dia merahasiakan perubahan gendernya sendiri sejak saat itu. Jika heat, dia tak pernah melampiaskannya kepada Alpha, dan malah melawan segala hasrat untuk menabraki sesama Omega. Tidak pernah sampai bersetubuh, memang. Tapi Apo pernah mencium beberapa Omega lain sebelum benar-benar ahli kendalikan diri.

Apo juga memblokir semua teman-teman Alpha-nya, termasuk Mile. Lalu pindah sekolah. Dia kemudian fokus di tempat baru, meng-upgrade kemampuannya sendiri, dan berhati-hati menghitung siklus heat serapi mungkin.

Jangan sampai orang luar tahu dirinya Omega. Jangan sampai aromanya ketahuan sembarangan orang, atau bisa-bisa dia diperkosa juga seperti sang sahabat di masa lalu.

Ibunya juga memberikan edukasi, bahwa Apo tidak boleh asal jatuh cinta kepada Alpha jika tidak yakin sifatnya seperti apa. Karena jika di-knot Alpha tak bertanggung jawab, Apo jelas terikat dengan orang itu selamanya dan tentu mengganggu pekerjannya di perusahaan.

Apo pewaris. Dia tahu. Apo lebih sadar diri daripada siapa pun, bahkan sebelum sang ibu berkata ini dan itu.

Dan sejak saat itulah, Apo stress. Dia bingung harus bagaimana jika solo sendirian, dan yang muncul adalah bayangan Mile si jelek gendut dan sudah pergi.

Aneh, bukan?

Namun, Apo merasa aman kalau sudah membayangkan teman kecilnya yang dulu. Sebab Mile baik, tidak pernah berperilaku tak pantas di depannya, bahkan setelah Apo menghinanya berkali-kali.

Tapi bagaimana jika sifat Mile sudah berubah? Atau bahkan gendernya jadi Omega juga? Apo tidak mau membayangkan hal-hal seperti itu. Apo cukup puas mengingat memori tentang Mile yang lawas, dan dia tidak mau dikejutkan fakta apapun setelah merasa punya perlindungan terbaik.

Oh ... Apo bahkan menyimpan foto kecil Mile di dompetnya, dan mengetuk-ngetuk benda itu jika sedang bosan. "Hei, bocah jelek. Aku menyukaimu," katanya. "Bagaimana kabarmu sekarang? Jangan bilang kau sudah punya pacar."

Jujur, Apo sempat ingin membuka blokir Mile dan menghubungi seperti dulu. Dia kepikiran, tentu saja. Apalagi Apo tidak punya teman lain setelah Gulf meninggal. Dia tidak mudah percaya pada seseorang. Tak peduli semanis apapun perilaku mereka.

Namun, keinginan itu terhentikan kabar orangtua mereka yang gagal melakukan kerja sama dalam segi profesional. Ayah Mile dan ayahnya sempat berkelahi, bahkan saling todong senjata karena tak terima dan salah paham.

Sangat sempurna dan bagus sekali.

Apo makin tidak berani menghubungi Mile ulang, lalu menyimpan lelaki itu di dalam hatinya selama belasan tahun.

Apo juga tidak berani membayangkan Mile sekarang segendut apa. Sebab Mile memang suka makan, dan seingat Apo sering membawa bekal paling besar di sekolah dulu.

"Ha ha ha ... kalau kau makin gendut pun tidak masalah," tawa Apo saat usianya 23 tahun. Dia menitikkan air mata sendirian di dalam kamar, sebab tidak memiliki teman yang cukup dekat untuk merayakan kelulusan kuliah setelah S1. "Pasti hangat waktu dipeluk. Aku benar-benar merindukanmu ...."

Dan cukup sampai di situ, Apo pun merayakan kejadian bagus apapun dengan foto kecil Mile di depan makanannya. Dia membayangkan lelaki itu hadir dan menemani sangat dekat, walau harus berakting menjadi Alpha dominan lagi setelah berjalan di antara orang-orang luar.

"Hei, Nak. Tapi ini sudah terlalu lama," kata Min, dokter pribadinya yang bertugas meracik suppressant khusus. "Kau tidak bisa mengandalkan obatku terus-menerus, paham? Kau tidak boleh menekan hormon Omega-mu selamanya. Karena nanti bisa—"

"Aku akan mati atau semacamnya?" sela Apo jengkel. "Tidak masalah. Toh katamu masih 10-15 tahun lagi. Aku yang sekarang masih bisa mengonsumsinya bukan? Jadi jangan sembarangan menasihati."

"Iya, tapi, coba pikirkan solusi yang lebih bagus," kata Min. "Temukan Alpha yang baik, Sayang. Menikahlah dengan dia. Jangan membuatku khawatir setiap hari."

Apo malah menatap Min semakin sinis. "Oh, Alpha baik seperti apa? Tidak ada yang tidak mengincar hartaku sekarang ini," katanya. "Apalagi kalau aku sudah di-knot atau hamil anaknya, memang kau mau tanggung jawab setelah aku ditinggalkan begitu saja? Aku tidak akan main-main kalau soal ini."

Min pun diam dan tidak pernah menasihatinya lagi setelah itu.

"Oke, oke, aku paham situasinya," kata Mile setelah mendengar semua itu. Walau jujur, dadanya sesak sekali karena baru kali ini Mile dihujani cinta yang seawet itu oleh seseorang.

Apalagi orang itu Apo.

Mile jelas tidak pernah menyangkanya karena sang Omega sejak dulu suka menghina. Mile pikir, Apo benci. Mile pikir, Apo yang super sombong itu jijik padanya, tapi ... oh Tuhan---bolehkan Alpha 29 tahun menangis pertama kali karena Omeganya mengakui perasaan?

Mile sampai bingung harus bagaimana.

"Sial, kalau saja aku tahu ...." pikir Mile, karena selama di Australia dia jelas sudah meniduri banyak orang. Alpha, Beta, Omega—semuanya masuk ke ranjangnya selama masuk kriteria. Dan karena belasan tahun, budaya bebas berekspresi itu sudah menyatu dalam darahnya.

Oh, satu lagi. Mereka kebanyakan di kalangan artis, selebrita sosial media, dan model haute couture yang pernah dijepret Mile dalam kameranya. Itu berarti partner one night stand Mile tidak ada yang tidak menarik. Semua tampan, manis, dan cantik. Namun, sekarang Apo di pelukannya.

"Tapi kau ... kau sungguhan Mile kan?" tanya Apo sekali lagi.

Mile pun mengangguk, lalu memberi jarak diantara mereka agar Apo bisa melihat wajahnya dengan baik.

"Lihat? Mataku Mile, hidungku Mile, bibirku Mile ... dan aku tidak melakukan operasi," kata Mile. "Kau boleh tanya ibuku sekarang kalau masih tidak percaya. Beliau ada di luar, dan sekarang kau ada di kamarku karena memang milikku."

Apo pun melihat wajah Mile baik-baik, tapi memang semuanya sesuai. Mile tidak terlihat merubah apapun kecuali gaya hidupnya yang semakin sehat. Dan Mile yang sekarang adalah versi terbaik dari dirinya yang pernah dikenal Apo.

"Ha ha ha ...." tawa Apo, tapi kedua matanya menangis. "Brengsek, aku jadi merasa bodoh sekali ...."

Mile pun merasa makin serba salah. "Kau baik-baik saja? Mungkin kita harus periksakan kondisimu segera. Aku tidak mau ada yang kenapa-napa."

Tanpa bisa dikendalikan, air mata Apo pun semakin berjatuhan di paha polosnya. "Kau berlaku seperti ini karena memang baik kan? Aku tahu kok hanya aku yang menyukaimu. Maaf, ya. Harusnya aku rusak saja daripada membuatmu terpaksa melakukan banyak hal ...."

Oh, shit. Kemana Apo yang memaki-maki seperti orang gila saat masih di pesawat?

"Hahhh ... oke, kita lupakan sebentar masalah suka dan tidak," kata Mile. "Bagaimana pun sekarang aku Alpha-mu, dan kau adalah Omega-ku. Tidak ada yang berubah, meski pinjam tongkat sihir Harry Potter."

Harusnya Apo tertawa di situasi saat ini, tapi dia hanya terdiam.

"Sekarang mandi dan siap-siap. Berpakaian lah yang rapi, dan kutunggu di depan untuk pergi ke dokter spesialis," kata Mile. "Oh, kita cari tempat untuk makan dulu nantinya. Bagaimana pun kau pasti lapar. Dan anakku mungkin juga sedang menunggu di dalam sana."

Cup. Mile pun meninggalkan kecupan di kening sebentar, lalu mengacak-acak rambut Apo sebelum menyeret kontak mobil keluar kamar.

Saat itu, Apo melihat langkah-langkah elegan sang Alpha dari balik punggungnya. Apo pikir, Mile mungkin samasekali tidak menyakiti, tetapi benarkah lelaki itu tak masalah menghadapi semua ini? Apo rasa, permintaan maaf saja tidak cukup untuk mewakili segalanya.

Bersambung ....