"Selamat Pagi Semua", sapa suara yang amat dikenal Nathan ditelinga.
Seorang wanita cantik menepuk bahunya pelan lalu duduk di samping Nathan di ruang meeting diikuti pandangan semua orang yang kaget melihat kemunculannya.
Heru lalu menghampiri Adelia, "Ini Bu yang tadi ibu minta, rekaman CCTV di tempat kejadian. Untuk pengacara kita sudah OTW ke tempat pak Andika", sambil tangannya menyerahkan sebuah flash disk ke Adelia.
Nathan memandang tajam ke arah istrinya yang hanya tersenyum sekilas kepadanya karena setelahnya pandangan Adelia menyapu semua orang yang ada di ruangan meeting ini.
"Oke, karena hari ini urgent, jadi saya datang untuk mewakili Andika dalam meeting kali ini. Saya mempunyai kabar yang sangat tidak menyenangkan buat agensi kita, kali ini menyangkut Direktur AN. Saya berharap kalian tidak mempercayai apapun yang kalian dengar di luar sana dan juga jangan membuat statement yang akan merugikan kalian dan perusahaan", ujar Adelia tegas.
Ruangan hening tanpa suara. Nathan masih memandang istrinya dengan tatapan tajamnya, apalagi saat nama Andika disebut makin naik saja level kemarahan nya.
Adelia tersenyum melihat api kemarahan dimata Nathan, ia hanya menepuk ringan tangan suaminya yang ada didekatnya. Nathan mencoba menahan tangan Adelia tapi Adelia dengan cepat menarik tangannya kembali.
"Andika sedang terkena musibah, dia berada di tempat yang salah dan di waktu yang salah. Hal ini mungkin akan berdampak pada kontrak yang sedang kita tangani saat ini. Yang saya minta kepada kalian hanyalah tolong percaya pada pimpinan kita, apabila ada masalah dengan kontrak selesaikan dengan baik dan pengacara kita akan siap mendukung. Demikian saja pernyataan saya. Terima kasih untuk waktu kalian dan hari ini semoga semua berjalan lancar sehingga masalah kita teratasi", ujar Adelia lalu bangkit membawa flash disk dan berjalan keluar ruang meeting menuju ke ruang kerjanya di lantai 3.
Semua mata memandang kepergiannya tanpa ada yang mampu berkata apapun apalagi melihat Nathan yang tampak gusar mengikuti langkah Adelia menuju ke ruangannya.
Di dalam lift, Adelia hanya diam tanpa berkata apapun sedangkan Nathan makin memandang tajam ke arahnya. Tangannya bersidekap diatas dadanya yang bidang, tak ada senyum diwajahnya.
"Mau menjelaskan", ujar Nathan dengan intonasi agak geram.
Adelia hanya diam lalu keluar dari lift dan Nathan menyambar lengannya untuk berhenti berjalan.
"Adel, aku perlu penjelasan" ujar Nathan mulai tinggi.
"Nathan, aku akan menjelaskan di ruangan ku. Ikutlah denganku" ujar Adelia sambil melepaskan cengkraman Nathan dilengannya. Tak lama HP nya berbunyi.
"Halo... Ok terima kasih Hilman. Tolong bawa dia ke rumahnya dulu nanti aku akan ke sana menjenguknya. Suruh orang menemani nya, jangan sampai di tinggal. Ok terimakasih", jawab Adelia tegas.
Lalu ia masuk ke ruangan nya diikuti Nathan. Nathan menutup pintu ruang kerja Adelia dengan kasar membuat suara yang besar mengagetkan semua yang ada di dekat ruangan itu.
Adelia lalu duduk di meja kerjanya, memasukkan flashdisk yang diberikan Heru tadi lalu meminta suaminya mendekat.
"Lihatlah ini", ujarnya kepada Nathan. Nathan mendekat ke arah Adelia dan berdiri disampingnya.
Tampak didalam rekaman CCTV ada seorang pria yang bertubuh agak besar menodongkan pisau ke arah seorang wanita di ruangan ATM.
Secara tak sengaja, Andika masuk ke ruangan itu sehingga membuat penjahat itu terdorong jatuh dan lebih parahnya orang itu terjatuh tepat diatas mata pisau yang digunakan untuk menodong si wanita.
Andika tampak berusaha membantunya namun orang tersebut hampir saja melukai perut Andika, dan dia terkena mata pisau di lengannya.
Kemudian Andika merebut pisau yang ada di tangan penjahat itu sehingga telapak tangannya terluka lalu membuang pisau itu sembarangan dan penjahat itu mengambil kembali pisaunya dan langsung lari dari ruangan ATM tersebut.
Wanita yang tadi ditodong tampak ketakutan tapi kemudian dia berusaha menolong Andika tetapi Andika malah menolaknya dan pergi dari ruangan ATM tersebut.
"Lantas ada apa sehingga kamu harus meninggalkan baby Xavier dan lari ke sini tanpa bertanya dulu kepadaku", ujar Nathan dengan nada marah.
"Andika ditangkap polisi semalam. Ada sidik jarinya di pisau itu dan polisi menduga kalau Andika lah yang membunuh penjahat itu. Penjahat itu mati kehabisan darah", ujar Adelia menjelaskan dengan lembut.
"Andika menelponku mau meminta bantuan menghubungi pengacara kami tapi oleh kamu telepon nya di reject dan dia tidak bisa menghubungi aku lagi karena HP aku kamu matikan semalam", ujar Adelia mulai dengan menaikkan suaranya.
"Lantas", ujar Nathan dengan muka marahnya.
"Nathan, dia temanku, dan aku satu-satunya temannya di kota ini. Aku sudah katakan berulang kali kalau dia sebatang kara di kota ini. Tadi pagi hampir terjadi perkelahian di sel karena sel itu penuh dengan penjahat kambuhan", ujar Adelia kembali melembut. Ia tau kalau berbicara dengan suaminya tidak bisa menggunakan emosi tinggi karena akibatnya malah makin memperparah kondisi.
"Alasan saja dia tidak ingat nomor pengacara kalian. Kenapa kamu ngga katakan padaku soal ini sebelumnya tanpa perlu meninggalkan baby Xavier di rumah. Eh iya, kamu tinggalkan anakku dimana?", ujar Nathan mulai mereda namun tetap ada nada marah dalam suaranya.
"Baby Xavier ada di rumah mama, aku langsung dari rumah mama menuju ke sini. Beberapa hari ke depan aku akan bermalam di rumah mama dulu, terserah kamu mau ikut atau tidak", ujar Adelia dengan nada geram.
Setelah mengirimkan rekaman CCTV Itu via email ke pengacaranya, kemudian Adelia mengambil tasnya dan memasukkan flashdisk itu ke tasnya, berjalan menuju pintu.
"Tunggu, kita belum selesai", ujar Nathan mencengkeram tangan Adelia.
"Sakit Nathan. Aku Adelia istrimu bukan pegawaimu", ujar Adelia kesal dengan perlakuan Nathan yang agak kasar kepadanya.
"Kalau kamu pegawaiku, sudah ku kirim kamu ke rumah sakit dengan luka parah. Kamu mau kemana?", ujar Nathan mulai emosi lagi.
"Nathan sayang, ikutlah denganku. Kita ke kantor pengacara untuk menyerahkan bukti ini karena polisi belum punya bukti ini, polisi tidak tau kemana saja perginya Andika semalam sedangkan aku tau kemana saja dia pergi", ujar Adelia melembut. Lalu menarik Nathan berjalan bersamanya keluar dari ruangan menuju Lift.
"Bagaimana kamu bisa tau? Pokoknya aku harus ikut kemanapun kamu pergi", ujar Nathan tegas.
"Kalau ke toilet aku mau pup kamu mau ikut?", gurau Adelia agar emosi suaminya reda. Nathan berhenti berjalan.
"Itu harus dipikirkan dulu soalnya kamu tuh super bau", ujar Nathan pelan.
"Oh begitu ya? Baiklah, aku mau ke toilet jadi kamu disini aja", ujar Adelia sambil menyilangkan tangannya di depan dadanya.
"Kamu mau bohong ya? Pokoknya aku harus ikut kamu, apalagi kalau soal Andika, aku ngga mau kamu hanya berdua aja", ujar Nathan tegas. "Bukannya aku tadi masih marah ya sama kamu?", ujarnya lagi.
"Nathan sayang, aku istrimu jadi aku tau kunci untuk melunakkan kamu", ujar Adelia sambil menarik lengan Nathan berjalan menuju lift. Nathan hanya diam mengikuti sambil hatinya membenarkan perkataan Adelia.