Bab 3: Bayangan yang Menunggu
Alea merasa kegelapan itu mulai menelan seluruh ruang di sekitarnya. Setiap detik yang berlalu semakin menambah berat di dadanya. Buku itu, yang awalnya hanya sebuah objek biasa, kini tampak seperti jebakan yang tak bisa ia lepaskan. Entah mengapa, ia merasa bahwa buku itu menunggu, menunggu sesuatu yang lebih gelap, lebih buruk dari apa yang pernah ia bayangkan.
Pikirannya kacau. Di luar sana, dunia seharusnya masih berputar seperti biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan aneh itu semakin mendalam—sebuah rasa bahwa dunia yang dikenalinya selama ini telah berubah. Ia sudah tidak merasa aman lagi. Tak ada tempat yang bisa ia tuju, tak ada ruang yang bisa memberi perlindungan. Semua jalan yang ada di sekelilingnya seakan menuju ke tempat yang sama—perpustakaan ini, dengan buku yang tak bisa ia tinggalkan.
Langkah kaki Alea terdengar berat, seiring ia berusaha mencari jalan keluar dari tempat yang semakin mencekam ini. Rasanya udara di sini semakin tipis, sesak, menekan paru-parunya. Setiap langkah terasa seperti menginjak pasir yang semakin dalam, seolah dunia ini sedang menariknya ke dalam kegelapan yang lebih dalam lagi. Walau ia berusaha untuk berlari, kakinya hanya bisa bergerak sedikit demi sedikit, seakan terperangkap dalam sebuah medan tak terlihat yang menghalangi setiap gerakan.
Buku itu, yang kini tergeletak di lantai, seakan menunggu. Menunggu untuk ia baca lebih lanjut. Membaca kata-kata yang ada di dalamnya seperti membuka jalan bagi kehancuran, membiarkan dirinya tenggelam dalam arus tak terlihat. Ia tahu bahwa semakin ia membaca, semakin ia terjerat. Tapi anehnya, setiap kali ia mencoba untuk mengalihkan perhatian, kata-kata itu kembali terngiang di kepalanya, seperti mantra yang mengikatnya.
Tangan Alea gemetar saat ia meraih buku itu, membuka halaman yang sudah terbalik. Satu halaman, dua halaman, tiga halaman—semuanya penuh dengan kata-kata yang tak bisa ia pahami. Seperti ada sesuatu yang mengalir dari buku ini, menciptakan dunia yang berbeda dari dunia yang dikenalnya.
Buku itu mulai memancarkan cahaya, namun bukan cahaya yang menenangkan. Ini adalah cahaya yang gelap, yang mengaburkan segala bentuk di sekitarnya. Alea menatap buku itu dengan penuh kecemasan. Kata-kata itu muncul lagi, tetapi kali ini tidak hanya untuk Maya.
"Dunia ini bukan milikmu, Alea. Kamu hanya tamu yang menunggu giliran. Semua yang terjadi adalah bagian dari permainan ini."
Alea berteriak, namun suaranya teredam, seperti tenggelam dalam kegelapan yang mengelilinginya. Ia berbalik, mencari jalan keluar yang tak pernah ia temukan. Setiap sudut ruangan tampak sama—gelap, sunyi, dan kosong. Setiap langkah membawa Alea semakin dalam ke dalam labirin yang tak berujung ini.
Dan kemudian, suara itu muncul lagi. Suara yang begitu familiar, namun tak mungkin datang dari manusia.
"Alea..."
Suara itu datang dengan bisikan yang begitu dalam, seperti gema dari masa lalu. Nama Alea terdengar begitu mencekam, seolah setiap huruf yang terucap berasal dari tempat yang jauh di luar jangkauan akal sehat. Mata Alea membelalak, tubuhnya membeku. Ia tahu bahwa suara itu bukan berasal dari orang biasa. Itu adalah suara yang sudah lama menghilang. Suara Maya.
Namun, Maya sudah mati. Itu yang ia percayai.
Suara itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas, lebih mendalam.
*"Kau tidak akan bisa melarikan diri, Alea. Tidak ada tempat yang aman dari kegelapan ini."*
Alea menoleh ke setiap sudut perpustakaan, tetapi tak ada apa-apa. Semua rak buku tampak diam, tak bergerak. Namun, ia bisa merasakan sesuatu. Sesuatu yang tersembunyi di balik bayangan yang terus bergerak, tak terlihat dengan mata telanjang, namun terasa di dalam jiwa.
Tiba-tiba, buku itu terbang dari tangannya. Terbang, seperti ada tangan yang tak terlihat yang menariknya menjauh. Alea terkejut, mencoba untuk mengejar, tetapi kakinya terasa seperti tertanam di lantai. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang. Setiap detak jantungnya seakan menjadi petunjuk bagi sesuatu yang jauh lebih menakutkan yang sedang mengawasi.
Buku itu mendarat di lantai dengan bunyi yang keras, dan halaman-halamannya mulai berputar dengan sendirinya. Setiap halaman yang terbuka menampilkan kalimat yang semakin gelap. Kata-kata yang tak bisa dipahami, namun begitu mempengaruhi setiap serat tubuh Alea.
"Maya bukan satu-satunya yang akan mati. Ada banyak lagi yang akan mengikuti jejaknya."
Alea hampir terjatuh saat kalimat itu menghantamnya. Setiap kata yang tertulis seakan menghancurkan segala kenyamanan yang pernah ia rasakan. Sesuatu yang jahat mengalir melalui halaman-halaman buku itu, mengikatnya, memaksanya untuk menyaksikan kematian yang tak bisa dihindari.
Dengan hati yang berdegup keras, Alea berusaha bangkit, namun tak ada tempat untuk melarikan diri. Kegelapan ini lebih kuat dari yang ia duga. Dan bayangan itu, bayangan yang bergerak antara rak-rak buku, mulai mendekat, semakin dekat, semakin jelas. Itu bukan bayangan manusia, tetapi lebih seperti kekosongan yang datang dari dunia lain. Sesuatu yang lebih jahat, lebih kuat.
Saat bayangan itu menyentuh tubuhnya, Alea merasakan dingin yang sangat luar biasa. Rasanya seperti es yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Jantungnya berhenti sejenak, dan tubuhnya seperti terbungkus dalam kabut gelap yang membekukan segala gerakan.
Ketika ia menatap bayangan itu, sesuatu berubah di dalam dirinya. Ia tidak hanya melihat bayangan itu—ia merasakannya. Itu adalah kegelapan yang sudah ada di dalam dirinya, yang selama ini terpendam dan kini mulai keluar. Ada bagian dari dirinya yang sudah berubah. Dan bayangan itu, entah apa itu, adalah bagian dari perubahan itu.
Alea berteriak, namun tak ada suara yang keluar. Bayangan itu semakin mendekat, dan ia merasa seperti ditarik ke dalamnya, tenggelam dalam kegelapan yang tak bisa dia hindari.
Di dalam pikirannya, kalimat-kalimat itu kembali muncul, semakin jelas, semakin memaksanya untuk mendengarkan.
"Kau tidak bisa lari, Alea. Ini adalah takdirmu."
Saat itu, semua menjadi gelap. Tak ada suara, tak ada cahaya. Hanya kegelapan yang mengelilinginya, menutup rapat semua harapan.
---
Cliffhanger : Apa yang terjadi dengan Alea? Apakah ia terperangkap dalam kegelapan selamanya? Ataukah ada harapan yang tersembunyi di balik bayangan gelap yang menghantuinya? Saat buku itu terjatuh, dunia Alea semakin terjerat dalam nasib yang tidak bisa dihindari.
---