webnovel

6. Arunika Rheana Niskala

🍁🍁🍁

Kembar yang terakhir serta yang paling absurd tingkahnya, biasa dipanggil Rheana atau Arunika ketika di sekolah. Gadis yang mencintai bela diri sedari TK itu sering kali mengikuti berbagai lomba yang alhamdulilah selalu juara walaupun babak belur tapi Gama tetap memujinya cantik, sangat menyukai sosiologi dan benci bahasa inggris. Sering dikira hantu karena hobi nangkring di pohon jambu depan rumahnya tiap sehabis subuh, untung satpam komplek tak melemparkan tongkat padanya.

Rheana punya cara tersendiri untuk menunjukkan sayangnya, ia selalu memantau saudaranya dan memastikan mereka baik-baik saja, bergerak tanpa kata sering ia lakukan walaupun terkadang suka mendapatkan respon curiga. Jika Lunar yang telaten ketika merawat saudaranya yang sakit, Rheana bisa tidak tidur berhari-hari ketika melihat saudaranya sakit. Tingkahnya yang absurd dan diluar nalar membuat Gama bertanya-tanya darimana gen putrinya itu menurun.

Walaupun rada blangsak Rheana taat beribadah dan sering tahajud daripada saudaranya yang lain, katanya antara dunia dan akhirat juga harus seimbang, selain itu juga karena hampir setiap hari ia terbangun di tengah malam. Gadis berambut sebahu itu hobi sekali menganggu Ryden yang suka menyendiri, ia akan duduk disamping adiknya itu ketika membaca sambil makan sesuatu atau tiba-tiba membuka pintu kamarnya hanya untuk melihat wajah menenangkan Ryden ketika membaca.

Tak ada yang berubah dari Rheana, gadis itu masih suka berantem dan mencari keributan persis seperti Falen, bisa dibilang Falen adalah partner terbaik dalam hal ini. Ia tak menangis ketika dirundung teman-temannya sewaktu kecil, justru temannya itu pulang dalam keadaan menangis karena hidungnya patah ditonjok gadis itu dan berakhir Gama menghukumnya tak boleh keluar rumah. Jika Falen berada paling depan ketika baku hantam ia akan ada dibelakangnya, memastikan semua berjalan dengan aman sebelum membantu sang kembaran.

 _________

Rheana melirik jam tangannya, tumben sekali Sadam telat hari ini. Ia melirik sekitar yang mulai ramai, duduk sendirian dibawah pohon mangga yang ada di parkiran bagaikan anak ayam terpisah dari induknya. Rheana menghela nafas bosan.

"Pake ditungguin segala lagi," pemuda berseragam rapi itu menghentikan motornya tepat disamping Rheana duduk

Gadis itu menoleh dengan wajah julidnya, ia merapikan rambutnya sebentar sambil mengaca lalu tersenyum cerah menatap pantulan dirinya di spion. "Cakep banget sih anaknya Gama,"

Pemuda bernama Sadam Bagaskara itu menatap sahabatnya dengan wajah julid yang jelas sekali Rheana lihat di kaca spion motornya. "Elu diam sad, sebelum gue bogem. Lagian juga biasanya elu yang nungguin gue disini kan?"

"Nah itu.. kok tumben lu jam segini berangkat? Biasanya juga bel masuk lebih lima menit baru parkir,"

Rheana menatap Sadam dengan wajah serius, "Gabut."

"Besok gue sama anak-anak jenguk Lele ya, di rumah kan dia?"

Gadis itu mengangguk, mengikuti langkah Sadam yang terbilang lambat. Di koridor mereka bertemu dengan Marcheline Abigail , mereka berempat memang bersahabat dari SD, bersama dengan Karaya Swastika.

"Bareng aja sama gengnya Lele, katanya mau ke rumah juga,"

"Rame banget dong nanti," sahut Marchel merangkul bahu Sadam

"Wey.." ketiganya menoleh begitu Karay memanggil, gadis yang paling tinggi itu merangkul Rheana dengan tawa khasnya. "Kalian tau gak? Tadi pak Imran kejedot pintu mobil anjirr pas mau keluar,"

Keempatnya berjalan sambil tertawa mendengarkan cerita Karay, tak jarang mereka ngobrol ngalor ngidul sesekali berlari atau saling mendorong. Murid-murid yang melihatnya pun sudah tak heran melihatnya, persahabatan mereka yang diinginkan semua murid.

"JALAN PAKE MATA!"

Rheana mengerjapkan matanya dengan bingung, ia menoleh ke kiri dan kanan dimana dirinya menjadi pusat perhatian bersama dengan pemuda berseragam basket itu. Tadi ia berlari menghindari tabokan Marchel.

"Dih," ucapnya berjalan kembali, namun baru maju satu langkah alat pel yang dipegang pemuda itu mengenai sepatunya dimana ia berpijak

'Sabar Rhe, masih pagi, belum aja nih orang gue jejelin sepatu.' batinnya menghembuskan nafas

Ia kembali berjalan namun lagi-lagi pel pemuda itu mengikuti arah langkahnya, mengenai sepatu putih yang ia pakai hari ini dan itu membuat sepatunya kotor. Ia tersenyum menatap laki-laki tersebut yang juga tersenyum, sangat menjengkelkan bagi Rheana.

"Mending elo minggir," kata Rheana mempertahankan senyum paksanya

"Enggak, elo aja yang minggir, gimana?"

Rheana tersenyum makin lebar membuat laki-laki didepannya juga ikut tersenyum, murid-murid yang menatap keduanya hanya mampu menahan nafas melihat apa yang akan mereka lakukan, tak banyak juga yang memilih pergi karena sudah terbiasa jika mereka bertemu.

Byurrr

Rheana melempar ember ia bawa ke sembarang arah, dari kejauhan ketiga sahabatnya menutup mulut terkejut. Rheana tersenyum puas, menepuk pundak rivalnya itu. "Mandi dong, masa ganteng begini kucel sih, kucing gue aja bersih kok,"

Rheana melambaikan tangannya berlari menghampiri ketiganya yang masih bengong menatap kejadian tersebut, tak hanya mereka bertiga tapi murid-murid yang berada di sekitarnya juga melakukan hal yang serupa. "Yook kelas," dengan santai Rheana merangkul bahu Sadam untuk pergi ke kelas

"RHEANAJING MUSNAH GAK LO!"

Pemuda dengan seragam basket itu melemparkan pel-pelan ditangannya dengan wajah kesal, menatap seragamnya yang basah karena ulah gadis itu. Karelio Ayrel Abrisam, anggota basket yang digadang-gadang bakal menjadi kapten basket sekolah itu paling banyak fansnya di kalangan Binsa, hanya gadis itu yang menolak menjadi barisan fans pecinta Relio.

***

"Lo waras," Sadam memegang dahi Rheana dengan wajah panik, walaupun perseteruan ini bukan yang pertama namun selalu saja Sadam merasa ngeri dengan pertemuan keduanya

"Waras kok, Kak Yash abis buatin nasi goreng soalnya," gadis itu meletakkan tasnya di bangku, menatap meja Falen yang kosong, mungkin karena mereka kembar jadi ia merasa seperti ada yang kurang

"Fak kata gue teh," Karay menunjukkan layar ponselnya pada ketiganya dengan wajah kesal. "Gue ke ruang guru deh ya,"

"Jangan semangat.." ucap Marchel memilih memejamkan matanya, ia duduk di bangku sebelah Falen yang kini kosong

"Dam, gue cabut yakk,"

Sadam yang baru mendaratkan pantatnya dibangku samping Rheana itu membelakakan matanya. "Yang bener aja anjirr, jangan ngadi ngadi ya Rhean!"

"Izinin gue ke UKS apa kemana gitu, elo pintar dam, lop yu.." Rheana menepuk-nepuk puncak kepala Sadam yang terdiam, Rheana berlari keluar kelas sesekali menggoda teman-temannya yang hendak masuk ke kelas

"Yuna, cantik banget sih lo, gue jadi naksir deh.. muach."

"Kak Viona omg i love you,"

"Kiwww cantik, senyumin aku dong,"

Rheana dengan wajah centilnya menggoda setiap gadis yang ia temui, entah yang ia kenal atau tidak semua akan ia goda. Terlihat aneh di mata Karelio yang baru saja keluar dari toilet setelah seragam basket yang ia kenakan tadi basah kuyup akibat ulah Rheana. Pemuda dengan seragam putih abu-abu itu dengan sengaja berdiri menghadang Rheana yang masih tebar pesona dengan gadis-gadis itu.

"Mbak Ayun elo can-- ANJIRRR," dengan refleks Rheana memukul tangan seseorang yang tiba-tiba menahan kepalanya ketika berjalan, hampir saja ia jatuh tersungkur jika tak bisa menyeimbangkan tubuhnya, didepannya ada Karelio yang berdiri tegap dengan telapak tangan menempel di keningnya. Oh, jangan lupakan wajah tengil laki-laki itu yang makin membuat Rheana merasa kesal

"Nggak ada adab lu ye sama yang lebih tua, hormat dikit kek,"

"Mang lu sape? Minggir gak lu?! Tangan lu bau terasi ye anjirr." Rheana menepis tangan Karelio yang menahan kepalanya, laki-laki itu agak oleng di buatnya namun dengan cool ia bersikap biasa saja

"Suka cewek lu sekarang? Tiap liat cewek cantik elo godain terus,"

Lagi, senyum terpaksa Rheana terbit. Ia merangkul laki-laki yang lebih tinggi darinya itu. "Bukan urusan lo ye, kalo kalah saing bilang, biar gue panasin lagi."

Karelio menoyor kepala gadis itu kemudian berbisik, "Elo kalo gamon cari pelarian yang waras dikit, lo lebih cantik dari mereka,"

Rheana berdecak kesal sampai melepaskan rangkulannya, ia meruntuki tingkahnya barusan dengan mata terpejam. Kemudian menyelipkan anak rambutnya ke belakng telinga dan menatap Karelio tepat di matanya. "Thanks, kalo elo gamon juga nggak usah nyari gara-gara, gue tau kok kalo gue ngangenin, bye!

Gadis itu berjalan santai seakan tak ada apa-apa yang terjadi, ia masih tetap menggoda teman perempuan yang ditemuinya, langkahnya terhenti ketika seseorang menjewer telinganya hingga harus mundur beberapa langkah. "ANJ-- hehee Bu Yena cantik banget sih, saya mau dong jadi saingan Pak Bembi buat dapatin ibu,"

Tarikan di telinganya makin keras membuat Karelio yang masih berdiri ditempatnya terbahak-bahak, sangat membuat Rheana kesal.

"Kamu mau bolos lagi hah?!"

Gadis berambut sebahu itu menggelengkan kepalanya heboh. "Enggak kok, fitnah si ibu mah.. aku mah cewek baik-baik," ia masih sempat merapikan almamaternya itu

"Masuk ke kelas Arunika sebelum ibu hukum kamu bersihin toilet!"

"Si ibu mah kaya nggak pernah muda aja, kita tuh butuh refreshing sebelum ujian, aaaa iya, iya, ini ke kelas deh. Galak banget sih," Rheana berlari kembali ke kelasnya saat jeweran di telinganya terlepas, Bu Yena selaku guru BK menggelengkan kepalanya melihat tingkah muridnya itu

"KARELIO, MASUK KELAS."

"AY, AY KAPTEN."

"Cih, pencitraan." Rheana yang sudah berlari menjauh itu menyempatkan diri untuk menatap wajah Karelio yang meledek, hampir saja ia melemparkan sepatu yang ia pakai jika saja Bu Yena tak melirik kearahnya

"ARUNIKA."

"IYA, MA, IYA." Rheana berlari menuju ke kelasnya sementara Karelio berjalan santai, kelas mereka bersebelahan maka tak jarang begitu saling menatap keduanya akan saling meledek, seperti saat ini

"Elo jelek," kata Karelio melihat Rheana menjulurkan lidahnya sebelum gadis itu memasuki 10 IPS 2

"Lo sama jeleknya ya!" Rheana tertawa ketika melihat mata juling yang Karelio buat, jangan lupakan tarian monyet pemuda itu sebelum masuk ke 10 IPS 1

***

Rheana berlari menghindar dari kejaran Victoria yang ingin menangkapnya setelah ia membuat gadis blasteran Jawa-Amerika itu kesal. Berlari kemanapun asal tak tertangkap, saat istirahat tadi ia mencomot donat milik gadis itu dan memakannya tanpa izin.

"MINGGIR!"

"WEEHHH MAAPIN,"

Tak jarang ia menabrak murid-murid yang hendak ke kantin atau melompati seseorang yang tengah berjongkok sambil mengikat tali sepatunya. "SORRY!"

Karelio yang tengah mengikat tali sepatu menatap datar gadis itu saat dirinya dilompati begitu saja. "BERTINGKAH MULU LU YE!" Laki-laki itu menarik almamater Rheana hingga gadis itu mundur beberapa langkah, tak peduli saat gadis itu berteriak minta dilepaskan

"Diem dulu heh,"

Mata Rheana melebar begitu menyadari wajah laki-laki itu memar di banyak tempat, ada perasaan khawatir dan takut didalam diri gadis itu namun dengan cepat ia menyembunyikannya.

"LEPASIN GAK?! GUE TONJOK LU YE!"

"ENGGAK MAU,"

"KARELIO!"

"Naon?"

"ARUUUUUUU!"

Rheana menatap tajam laki-laki itu, "Lu lepasin gak?"

Karelio tersenyum miring menatap gadis itu. "Kalo nggak mau?"

Rheana tak tinggal diam, keduanya sampai berkelahi satu sama lain, membuat murid-murid yang menatapnya bergidik ngeri, bahkan keduanya kini saling jambak tak mau mengalah. Ketika Rheana hendak menendang kaki Karelio, gadis itu justru terpeleset dan keduanya sama-sama terjatuh dengan posisi Rheana berada di atas tubuh laki-laki itu, posisi yang cukup ambigu jika dilihat dari kejauhan.

"Aru istighfar lu, astaghfirullah temen gue.. EHH!" Gadis blasteran Jawa-Amerika itu menabok lengan Rheana dengan wajah panik

"Elu pukulin dia sampai pingsan begini?"

Rheana terdiam menatap laki-laki yang tak sadarkan diri itu kemudian menatap Victoria dengan tatapan kosong. "Dia dibully lagi.."

"HAH?"

"ARUNIKA TEMUI SAYA DI RUANG BK, SEKARANG JUGA!"

"Ru--"

Rheana mengangguk pelan, mengelus lengan Victoria untuk menenangkannya sebelum mengikuti langkah Bu Yena ke ruang BK. Entah sudah berapa kali ia menguap lebar begitu mendengarkan ceramah dadakan, dengan malas Rheana mengangguk tanpa tau apa yang guru itu bicarakan karena omongannya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Ia terlalu lelah untuk mendengarkan ceramah di siang hari seperti ini, terlebih kepalanya terasa nyeri akibat jambakan Karelio yang membuat rambutnya acak-acakan.

"Rheana dengerin ibu gak sih? Manggut-manggut terus dari tadi,"

Rheana mengerjapkan matanya kaget kemudian menatap Bu Yena dengan senyum lebar. "Jadi intinya apa Bu?"

"Kamu jagain Karelio sampai bangun, pokoknya temenin dia sampai sembuh,"

"Lah kok gitu? Nggak adil dong Bu, kan rambut saya juga rontok begini,"

"Yasudah suruh Karelio temani kamu ke salon kalo begitu,"

Rheana menggelengkan kepalanya membayangkan ia dan Karelio pergi ke salon bersama, gadis itu segera beranjak dari duduknya begitu membayangkan hal yang paling membuatnya merinding itu.

***

Dan disinilah Rheana sekarang, menatap wajah laki-laki yang telah ia tonjok tadi. Mengetukkan kakinya ke lantai sampai menimbulkan suara nyaring, tak peduli ada yang terganggu atau tidak. Yang jelas ia sangat bosan sekarang.

"Bangun kek, molor mulu nggak kelar kelar. Dia nggak mati kan ya?" Rheana memiringkan kepalanya seperti orang bodoh, menatap wajah lebam itu dengan tatapan sedih

Entah apa yang ia pikirkan sampai berani mengelus wajah lebam itu, meringis membayangkan betapa sakitnya luka tersebut. "Kasian.. pasti sakit ya?"

"Manusia mana yang berani bikin lo sakit begini?"

Fokus dengan pikirannya sendiri membuat Rheana tak sadar jika pemuda itu sudah terbangun dari pingsannya, walaupun matanya masih terpejam.

"Gue tendang ya tuh orang yang berani bikin lo begini," Rheana menendang angin sampai tak sengaja menendang brankar tempat pemuda itu berbaring hingga bergeser.

"Ehh kok goyang begini.." keduanya saling tatap dengan wajah terkejutnya

'Mampus!'

"Kok elu mukul gue sih?! Bisa-bisanya elo mukul gue yang nggak tau apa-apa ini, arghhh sakit banget lagi."

Rheana menatap datar laki-laki itu, tanpa sepatah kata ia beranjak untuk mengambil kotak p3k yang ada di lemari paling atas walaupun kesusahan sampai harus menaiki kursi. "Ya sorry.. gue kaget aja tadi,"

Mata Karelio melebar mendengarnya "Orang kaget mah teriak bukan mukul!"

"Yaudah sih santuy! Mau obatin sendiri atau gue yang--" belum selesai Rheana melanjutkan ucapannya, Karelio sudah menunjukkan wajahnya yang memar di beberapa bagian. Gadis itu mendengus malas dan mulai mengobati luka di wajah laki-laki itu

"Punggung lo?"

"Mau liat? Nggak terlalu cepat emang kan belum---"

Rheana dengan kesal menoyor kepala laki-laki itu, Karelio tertawa hingga hampir oleng dari duduknya jika saja Rheana tak memegangi lengannya. "Bertingkah mulu lo ye. Diem kek!"

"Marah-marah mulu ini orang, tapi diemnya elo bikin gue overthinking sih.. tetap cerewet begini ya?" Karelio menatap Rheana tepat di matanya, untuk sejenak keduanya terdiam menyelami keindahan mata masing-masing

Rheana memutuskan kontak mata lebih dulu, ia membereskan kotak p3k sebelum menyimpannya kembali. "Istirahat lu,"

"Jadi, dapat hukuman apa lo dari ibunda kita tercinta?"

"Mending lu diem deh sebelum gue tonjok sekalian,"

Karelio terkekeh walaupun meringis setelahnya, "Gue selalu senang kalo diomelin elo begini, thanks yaa udah mau ngomel lagi,"

"Ngomong apa sih lo? Gak jelas banget,"

Pemuda itu menggelengkan kepalanya, memilih kembali merebahkan tubuhnya. "Belajar yang rajin ya, masih mau buka bengkel cantik kan? Jadi elo harus wujudin itu semua.."

Rheana tak menjawabnya, bagaimana bisa pemuda itu masih ingat cita-citanya saat SD?

"Gue okay kok, fyi aja." Ucap Karelio sebelum Rheana benar-benar pergi

Gadis itu berhenti sebentar sebelum kembali melanjutkan perjalanannya, Rheana duduk di kursi yang ada didepan UKS, menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan. Terlalu bingung dengan isi kepala dan hatinya yang tidak sinkron saat ini, berulang kali menenangkan dirinya sebelum beranjak dari duduknya lalu pergi ke kantin.

"Bu, es tehnya dong sama bakwan lima ribu," Rheana menyenderkan punggungnya ke tembok setelah memesan, ia hanya bermain ponsel sembari menunggu pesanannya selesai dibuat

Diam-diam ia mendengarkan bisikan dua murid yang duduknya tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Yang gue denger sih gitu.. mana Karel keliatan nggak berdaya lagi pas diseret, untung aja ada temennya Aru yang nolongin yaa walaupun cuma pake sirine polisi tapi not bad lah,"

"Lagian kok bisa dia keluar di jam pelajaran? Kek tumben banget gitu seorang Karelio Abrisam bolos.. Impresif."

"Katanya sih gantungan kunci dia hilang, pemberian dari mantan terindahnya,"

"Jadi mantan pun nggak bikin seorang Karelio berpaling yakk,"

Rheana menggelengkan kepalanya, "Ceroboh."

***

Rheana memakai helm full face miliknya, melirik Lunar yang tampak lelah duduk di atas motornya. "Semangat kek, mau pulang juga! Btw Mbak Ify langsung ke Gramedia katanya,"

"Gue belahan jiwanya kalo lo lupa," jawaban Lunar membuat Rheana mendengus kesal. "Diem deh nggak usah ngomong kalo lo nggak mau gue tonjok,"

"PMS lu? Galak banget."

"Kalo cemburu sama orang yang nggak ada hubungan apa-apa sama kita wajar gak?"

"Wajar kok. Wajar untuk gue ruqyah sih." Rheana menatap datar kembarannya itu "Ada aja lagian, udah tau nggak ada hubungan pake acara cemburu. Bukannya lo tolak? Kok cemburu?"

"Makanya.. kemaren gue liat dia jalan sama cewek, nggak tau siapa tapi keliatan mesra. Tujuan gue tercapai kan ya buat bikin dia jatuh cinta tapi kenapa gue nyesek,"

Rheana menganggukkan kepalanya, paham. "Kalo mau main-main jangan pake hati makanya, ribet kan lu."

Getaran didalam saku Hoodie yang ia pakai membuatnya membuka layar ponsel. Mengernyitkan keningnya saat sebuah nomor asing berada di notifikasi paling atas.

+62

Thanks ya berkat lo gantungannya balik, maaf udah ilangin benda berharga yang lo kasih, setelah ini gue janji akan lebih hati-hati lagi

Tolong jangan mengindar ya? Sekarang tolong izinkan gue yang ngejar lo

I'm sorry but I still here for you

"Lo.. okay?" Tanya Lunar dengan hati-hati

"Bohong sih kalo gue bilang enggak, yook pulang."

🍁🍁🍁

次の章へ