Ketahuilah, bahwa faedah sinar makrifat dan ilmu Ketuhananyang datang langsung dari Allah s.w.t. kepada hati sebagian hamba-hambaNya ada tiga macam:
Pertama, dengan nikmat itu hamba Allah yang bersangkutan menerimanya dan dengannya pula diri dan jiwanya datang kepada Allah dan terus berjalan atas jalannya tanpa ada sesuatu alasan atau sesuatu sebab. Berarti si hamba itu dengan kedatangan sinar makrifat itu terus dengan serta-merta hatinya menghadap kepada Allah dan diikuti oleh amal perbuatannya. Asyik dan tenggelamlah ia dalam menghadap Allah dan beribadat kepadaNya. Tidak ada satu pun perasaan dalam hatinya, bahwa ada sesuatu selain Allah yang telah mendorongnya untuk demikian itu. Inilah kesimpulan Kalam Hikmah yang lalu.
Kedua, dengan datangnya ilmu makrifat sebagai kurnia Allah atas hati sebagian hambaNya, maka secara langsung Dia mengeluarkan hambaNya itu dari penyembahan, perbudakan dan cenderung hati kepada makhluk alam mayapada ini.
Bagaimanakah rumusan serta penjelasan faedah kedua ini, maka Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary, telah mengungkapkan dalam Kalam Hikmahnya yang ke-53, sebagai berikut:
"Dia (Allah s.w.t.) datangkan atas anda sesuatu yang datang supaya Dia menyelamatkan anda dari kekuasaan debu-debu dunia, dan supaya Dia memerdekakan anda dari perbudakan mata benda dan syahwat keduniawian."
Maksud Kalam Hikmah ini sebagai berikut:
I. Kita sebagai makhluk Tuhan telah diberikan nikmat yang bermacam-macam oleh Allah s.w.t., misalkan nikmat harta kekayaan, sebagai rumah, kendaraan dan harta-harta kekayaan lainnya.
Semuanya itu pada hakikatnya bukan milik kita, tetapi milik Allah s.w.t.
Semuanya itu adalah pinjaman-pinjaman Tuhan kepada kita, bahkan juga diri kita ini pada hakikatnya dapat dimisalkan seperti kata Ibnu Mas'ud r.a., adalah tamu Allah yang datang sebentar di dunia ini dan kemudian ia harus meninggalkannya. Karena itulah maka syair menyebutkan:
Dan tidaklah harta dan keluarga melainkan merupakan pinjaman-pinjaman belaka.
Dan tidak dapat tidak pada satu hari, bahwa dikembalikan pinjaman-pinjaman itu semua.
Kalaulah demikian halnya, kita dilarang oleh agama, dipengaruhi atau terpengaruh karena harta dan benda-benda dunia. Kita tidak boleh diperbudak oleh harta dan alam mayapada. Kita boleh mencintai keluarga, anak-anak, harta benda dan lain sebagainya, tetapi kecintaan kita kepada semuanya itu hendaklah atas jalan yang diatur oleh agama dan diridhai oleh Penciptanya.
Jika cinta kita kepadanya itu menghambat kita kepada jalan Allah atau mengurangi pegangan kita kepadaNya, maka ini adalah tercela dan tidak diridhai oleh Allah s.w.t. Oleh sebab itu kita harus dapa tmembatasi diri agar kecintaan kita kepada makhluk dan dunia jangan sampai mempengaruhi kita sehingga kita melupakan Allah s.w.t., dengan ajaran-ajaran agamaNya.
Perintah-perintah agama dan anjuran-anjuranNya hendaklah kita patuhi, kita kerjakan semuanya itu tanpa bosan, dan hendaklah semata-mata karena Allah s.w.t. Berkat keyakinan kita aalam mengerjakan amal ibadat itu, lnsya Allah kita akan dikurniai Allah perbaikan yang meningkatkan kita dari tingkatan rendah kepada tingkatan atas. Perbaikan itu ialah kurnia Tuhan pada hati kita di mana dengannya hati kita telah lebih terikat kepada Allah dan betulbetul menggantungkan diri kepadaNya, sehingga kita aman dari musuh-musuh yang ingin merampas kita berupa iblis dan syaitan, dan kita merdeka pula dari perbudakan dunia atas diri kita.
II. Jangan ada persangkaan, bahwa kita tidak boleh mencari kekayaan dan tidak boleh memiliki dunia ini sebanyak-banyaknya, baik yang bersifat harta dan milik, ataupun yang bersifat pangkat dan kedudukan. Ajaran agama kita membolehkan semuanya itu, tetapi dengan syarat jangan kita bersandar kepada dunia yang ada pada kita tetapi bersandarlah kepada Allah, sebab Allah yang menjadikan semuanya itu. Jangan kita berpegang kepada anggapan bahwa seolah-olah dunialah yang menyelamatkan kita, tetapi berpeganglah kepada Allah, karena Allah telah mengurniakan dunia itu kepada kita. Jangan kita melihat, bahwa dunia itu ada padanya kekuasaan, tetapi yang berkuasa dengan sebenarnya adalah Allah s.w.t. Jika kita bersandar kepada dunia, berpegang kepada dunia dan melihat bahwa dunialah yang dapat membantu kita, artinya harta dan kekuasaan, pengaruh dan kedudukan, yang menurut perasaan kita boleh menyelamatkan kita, berarti kita telah mabuk dunia.
Awas, sewaktu-waktu kita akan dibohongi oleh dunia itu sendiri. Banyak contoh kejadian yang pernah kita lihat dalam masyarakat kita, seperti orang berpangkat tinggi dengan kekuasaan yang besar, akhirnya kekuasaan itu dicabut oleh Allah, demikian juga dengan orang kaya besar, jika Allah menghendaki hartanya diambil olehNya, ia kembali kepada asal mulanya. Karena itu maka telah berkata Nabi Isa a.s.:
"Jangan kamu jadikan dunia itu sebagai Tuhan, niscaya dunia akan menjadikan kamu hamba yang hina. Simpanlah simpanan-simpananmu pada Tuhan yang tidak akan menyia-nyiakan simpanan-simpanan itu, karena orang yang menyimpankan simpanannya pada dunia ia takut akan datang kerusakan atas simpanannya itu, sedangkan orang yang menyimpankan simpanannya pada Allah tak ada ketakutan atasnya." (Lihat Ihya' Ulumuddin, oleh Imam Ghazali, Juz Ill, hal 198.)
Diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Nabi Sulaiman bin Daud a.s. terbang atas kendaraannya yang diterbangkan angin, burung-burung sebagai payungnya, jin-jin dan manusia-manusia di kanan-kirinya. Nabi Sulaiman dalam perjalanan terbangnya itu berjumpa dengan seorang hamba Allah yang pekerjaannya hanyalah beribadat semata-mata. Hamba Allah dari keturunan Israel itu berkata kepada Nabi Sulaiman: "Demi Allah, wahai putera Daud, sesungguhnya Allah telah mendatangkan kepadamu kerajaan yang maha besar." Nabi Sulaiman. menjawab: "Sesungguhnya satu kali tasbih yang tercatat dalam buku orang beriman adalah lebih baik dari apa yang telah diberikan Allah kepada putera Daud."
Sebab pemberian Allah kepada putera Daud akan hilang dan fana, sedangkan sekali tasbih yang diucapkan akan kekal selama-lamanya.
Demikianlah perbandingan antara dunia dengan amal ibadat yang semata-mata karena Allah s.w.t.
Kesimpulan:
Apabila kita memiliki sesuatu dalam dunia yang fana ini, baik harta kekayaan atau pangkat dan kedudukan, jangan sampai kita terpengaruh oleh semuanya itu, tetapi selalulah ingat kepada Allah dengan tidak meninggalkan perintah-perintahNya, menjauhkan segala laranganNya dan mengerjakan pula segala anjuran-anjuranNya.
Meskipun berat hati kita untuk tidak mencintai harta benda dunia, tetapi letakkanlah kecintaan itu pada jalan yang wajar, sehingga kecintaan yang hakiki tetap terpaut kepada Allah s.w.t.
Berkat keyakinan dan ketekunan kita dalam amal ibadat serta mengarah-kan hati kita kepada jalan Allah, Insya Allah, sewaktu-waktu kita akan diberikan sinar makrifat olehN ya dan tentulah dengan izinNya pula, kita pasti terlepas dari pengaruh dunia dan perbudakannya.
Amin, ya Rabbal-'alamin.