Untuk ini maka Al-Imam lbnu Athaillah Askandary menerangkan kepada kita dalam Kalam Hikmahnya yang ke-16 sebagai tersebut di bawah ini. Kami sebutkan kalam beliau itu satu persatu sebagai dalil-dalil bagi kita bahwa Allah s.w.t. Tuhan kita tidak terdinding atau terhijab dengan sekalian jenis makhluk dan alam mayapada ini.
Beliau mendatangkan Kalam Hikmahnya sebagai tersebut nanti dalam cara mengemukakan keheranan dan takjub bagi orang yang berfikir bahwa Allah s.w.t. tersembunyi dan terdinding dengan alam makhluk yang ada ini.
Beliau berkata sebagai berikut:
"Betapakah tergambar (dalam otak dan hati kita) bahwa Allah itu didinding oleh sesuatu, padahal Dialah yang melahirkan (menciptakan) sekalian."
Pengertiannya ialah, bahwa Allah s.w.t. telah menjadikan segala alam dan makhluk sesudah sesuatunya itu tidak ada atau belum ada.
Apakah sesuatu yang dijadikan Allah itu bersifat sesudah tiada atau bersifat tidak ada sesudah ada.
Apabila adanya sesuatu atau tidak adanya berhajat kepada Allah s.w.t., maka mustahil pada akal sesuatu itu men hambat terlihatnya Allah, sehingga tidak kelihatan Allah yang tidak seumpama dengan sesuatu dari makhluk-makhlukNya semua. Sebab terciptanya sesuatu adalah menggambarkan adanya yang menciptakan dan bukan sebaliknya.
"Betapakah tergambar (dalam aka) dan hati) bahwa Allah s.w.t. terdinding oleh sesuatu, padahal Dia ada dalam semuanya itu."
Maksudnya ialah, apabila di atas tadi menunjukkan pada kita bahwa bagi orang yang telah begitu dekat kepada Allah, di mana Allah s.w.t. tidak tersembunyi adaNya dan tidak terdinding oleh alam pada penglihatannya, maka adalah alam seluruhnya ini bagi dia adalah "Madlul" dan Allah sebagai "dalil". Karena itu maka Allah s.w.t. lebih terang kepadanya dan lebih jelas dalam perasaannya daripada alam seluruhnya.
Pada status bahagian kedua ini menerangkan kepada kita bahwa tiap-tiap sesuatu dalam alam ini adalah tanda menunjukkan atas adaNya Allah s.w.t. Oleh karena itu maka Allah tidak tersembunyi dan alam, sebab Allah
s.w.t. dapat terlihat di dalam alam. Gunung yang kita lihat menunjukkan atas adaNya Alla , maka hati kita melihat Allah. Laut luas yang kita lihat, tanam-tanaman dan segala sesuatu yang ada dalam alam ini menunjukkan kepada adaNya Allah karena itu, maka hati kita dan perasaan kita terbawa kepada melihat Allah s.w.t. yang tidak seumpama dengan sesuatu jua pun.
Inilah yang dimaksud dengan firman Allah s.w.t. dalam AlQuran:
"Akan Kami perlihatkan kepada mereka bukti-bukti kebenaran Kami di segenap penjuru (dunia) ini dan pada diri mereka sendiri, sampai terang kepada mereka bahwasanya hal keadaan itu adalah hak dan benar." (Fushshilat: 53)
Tingkatan ini adalah bagi orang-orang yang menempatkan alam ini sebagai "dalil" dan Allah sebagai "madlul". Sebab menurut ayat tadi bahwa alam yakni selain Allah s.w.t. adalah tanda kepada adaNya Allah, bahkan dalam diri manusia sendiri bagi orang yang berakal dapat melihat tanda kebenaran Allah dalam arti yang luas.
"Betapakah tergambar (dalam akal dan hati) bahwa Allah itu tersembunyi oleh sesuatu, padahal Dia ada dalam tiap-tiap sesuatu."
Maksudnya, bahwa Allah s.w.t. tergambar dalam alam, yakni Allah s.w.t. dilihat oleh hamba-hambaNya menurut tingkatan atau martabat masing-masing hambaNya.
Bagi "ahli syuhud" yaitu hamba-hamba Allah yang alam ini pada mereka tidak menjadi hijab atau dinding yang menghambat penglihatan mereka kepada Allah, bagi hamba-hamba Allah ini apa saja yang dilihat, maka Dzat Allahlah yang terlihat di dalamnya. Dan alam adalah laksana bayangan yang tidak ada artinya.
Tetapi bagi ahli-ahli hijab yakni hamba-hamba Allah yang belum sampai kepada tingkat ahli syuhud, apabila mereka melihat alam, maka bukan Dzat Allah yang terlihat olehnya, tetapi adalah sifat-sifatNya dan nama-namaNya yang Maha Indah.
Misalnya apabila ia melihat orang yang gagah perkasa mempunyai kekuatan dan kekuasaan, maka terlihatlah dalam hatinya sifat-sifat Allah s.w.t. sebagai Tuhan yang Maha Perkasa pada segala-galanya. Apabila ia melihat orang lain dalam keadaan hina-dina, maka ia melihat Allah yang memberikan kehinaan kepada mereka itu.
Apabila dia melihat benda hid up, maka ha tin ya mcrasakan bahwa Allahlah yang menghidupkan benda itu. Apabila ia melihat orang mati, maka hatinya melihat bahwa Allah yang telah mematikan orang itu. Apabila ia melihat adanya nikmat pada sebagian makhluk, maka hatinya berkata bahwa Allah dengan sifat Maha Memberi yang telah memberikan nikmat kepada orang itu.
Apabila ia melihat orang kaya dengan harta kekayaannya, maka hatinya melihat Allah s.w.t. dengan sifatnya yang Maha Pemurah. Apabila ia melihat seseorang di mana segala maksudnya sampai, maka terlihat olehnya Allah s.w.t. yang telah menyampaikan segala maksudnya itu. Demikianlah seterusnya dalam penghayatan perasaannya apabila ia melihat sekalian alam ini, maka terlihatlah olehnya Allah s.w.t. dengan sifat-sifatNya yang Maha Indah dan asmaNya yang Maha Agung.
"Betapakah tergambar (dalam hati dan akal) bahwa Allah s.w.t. ditut upi oleh sesuatu, padahal Dia terang dan jelas bagi tiap-tiap sesuatu."
Yakni Allah s.w.t. tajalli atau terang dengan nyata bagi tiap-tiap sesuatu di dalam alam ini. Bagi orang yang telah begitu dekat kepada Allah, maka apa saja yang ia lihat, maka ia melihat Allah. Oleh karena itulah ia sujud kepada Allah, dan ia mensucikan Allah dengan bertasbih kepadaNya, sebagaimana langit, bumi, dan seluruh isinya menyatakan kebesaran Allah dalam ucapannya masing-masing. Inilah pengertian kalam Allah dalam Al-Quran:
"Langit yang tujuh lapis, bumi dan apa yang di dalamnya bertasbih (memuji dan menyatakan kebesaran) kepada Allah s.w.t., dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih memuji Allah, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka itu. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun dan Maha Pengampun." (Al-lsra': 44)
Walhasil segala sesuatu dalam alam ini mengenal Allah menurut ukuran ilmunya terhadap Allah dan alam mayapada ini.
"Betapakah tergambar (dalam akal dan hati) bahwa Allah itu terdinding oleh sesuatu, padahal Dia sudah ada (tanpa permulaan) sebelum ada sekalian sesuatu."
Maksudnya, bagi orang yang dekat kepada Allah, ia melihat Dzat Allah yang tidak seumpama sesuatu, dan wujud Allah tidaklah dapat disamakan dengan wujud alam sekalian.
Perasaan dan pendiriannya bahwa alam ini tidak mendinding Allah sehingga Allah tidak kelihatan karena alam ini . Tidak mungkin alam menutup atau mengamat !ah sehingga Allah tidak mungkin dilihat, sebab Allah s.w.t. sudah ada tanpa permulaan, sebelum ada segala sesuatu dalam alam ini.
"Betapakah tergambar (dalam akal dan hati) bahwa Allah s.w.t. terhijab oleh sesuatu, padahal Dia lebih jelas dari sekaliannya."
Maksudnya, Allah s.w.t. pada hakikatnya tidak mungkin tidak dilihat karena ditutup atau terhijab oleh alam dan makhluk semuanya ini. Sebab wujud Allah adalah lebih teerang daripada sekalian wujud selain Allah.
Wujud Allah adalah wujud yang sesungguhnya (dzaaty). Sedangkan wujud selain Allah sifatnya adalah mendatang, artinya wujud yang didahului oleh permulaan atau wujud yang berakhir dengan kesudahan. Wujud Allah s.w.t. adalah lebih terang dari wujud-wujud lainnya. Justeru karena terangnya yang begitu terang dan jelas, maka tidak sanggup ia melihat Dzat Allah dalam wujud yang hakiki. Hal keadaan ini dapat dijadikan misal seperti kelelawar, karena penglihatannya begitu lemah, maka kelelawar cuma boleh melihat di malam hari dan tidak boleh melihat pada siangnya. Bukan oleh karena tidak ada cahaya matahari sehingga seolah-olahnya siang hari bagi kelelawar gelap dan tidak bercahaya. Inilah maksud kata syair:
"Tidak apa-apa matahari di pagi hari bersinar di ufuk timur, oleh karena cahayanya tidak dilihat orang buta."
Yakni orang yang tidak melihat karcna buta dan lain-lain dengan sebab ia tidak melihat cahaya matahari, maka tidaklah merusakkan apa-apa kepada matahari. Jadi bukan matahari yang tidak ada, tetapi matanyalah yang tidak melihat sinar cahaya sang matahari.
"Betapakah tergambar (dalam aka] dan hati) bahwa Allah s.w.t. tertutup oleh sesuatu, padahal Dia adalah Maha Esa di mana tidak ada sertanya sesuatu pun."
Yakni Allah s.w.t. tidak mungkin digambarkan oleh akal dan hati, bahwa Allah tidak kelihatan a tau tersem bunyi oleh alam, sebab Dia adalah Maha Esa. Artinya tidak ada wujud hakiki pada segala sesuatu dari alam ini selain Allah s.w.t. Sebagaimana Allah s.w.t. Maha Esa pada azal, yakni pada zaman yang tidak didahului oleh tiada, juga Allah Maha Esa dalam abadi sdama-lamanya. Hal keadaan ini disaksikan oleh Hadis riwayat Imam Bukhari, bahwasanya Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
"Allah telah ada pada masa belum ada sesuatu selain Allah."
Hadis ini di samping pengertian lahiriahnya menggambarkan ngidamNya Allah s.w.t., juga menggambarkan pula bahwa selain Allah berupa alam sekaliannya seperti bumi, langit dan lain-lain sebagainya, meskipun pada lahiriahnya kita lihat ada (wujud) tetapi pada hakikatnya adalah 'adam atau tiada. Sebab sekaliannya itu adanya diadakan oleh Allah. Kalaulah demikian, maka sudah barang pasti bagi hamba Allah yang Muqarrabin, dalam aqidah dan perasaan yang sesungguhnya pada mereka, bahwa alam ini semua tidak meng mere a untu t1 a me 1 at Allah, tetapi Allahlah yang mereka lihat, sebab wujudNya adalah hakiki sedangkan alam ini tidak menghambat penglihatan dan perasaan mereka karena wujudnya adalah sekedar lahiriah saja ('adamu).
"Betapakah tergambar (dalam akal dan hati) bahwa Allah s.w.t. terhijab oleh sesuatu padahal Dia lebih hampir kepada anda dari segala-galanya."
Maksudnya, Allah s.w.t. adalah lebih hampir kepada kita dari segala sesuatu selainNya. Hampir Allah s.w.t. kepada hambaNya terbagi kepada dua macam:
1. Hampir Allah menurut ahli syuhud. Bagi ahli syuhud di mana antara mereka dengan Allah tidak ada sesuatu yang menjadi dinding pada penglihatan dan perasaan, apalagi pada aqidah, bahwa mereka itu dekat dengan Dzat Allah yang tidak ada umpama dengan sesuatu. Dekat dalam arti kata tidak ada antara, dan bukanlah arti dekat menurut pengertian dekat benda dengan benda. Maka dekatNya Dzat Allah s.w.t. kepada mereka adalah dekat sekali sehingga seolah-olah tidak dapat dibayangkan oleh akal manusia menurut pengertian biasa.
Untuk ini Allah s.w.t. telah berfirman di dalam Al-Quran:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehemya sendiri." (Qaaf: 16)
Ayat ini rnenggambarkan sangat dekatNya Allah s.w.t. kepada harnba-hambaNya. Dekat pada DzatNya yang tidak ada umpama, bahkan tak dapat digambarkan oleh akal kita selaku makhlukNya.
2. Dekat menurut ahli hijab. Yakni, bagi hamba-hamba Allah yang belum sampai ke tingkat musyahadah Dzat Allah seperti ahli syuhud di atas, maka bagi mereka itu belum terasa pemahaman dekat Dzat Allah seperti perasaan di atas. Tetapi yang dapat mereka rasakan ialah bahwa ilmuNya, kudratNya, iradahNya dan lain-lain dari sifat-sifat Allah adalah lebih dekat kepada mereka atau dengan kata lain bahwa segala perbuatannya gerak-geriknya dan apa yang terlintas dalam hatinya semuanya diketahui oleh Allah.
Dan segalagalanya itu terjadi dengan kudrat Allah dengan sifat-sifatNya, tetapi belum sampai mereka merasakan dekat dengan DzatNya yang Maha Mutlak.
Adapun arti ayat tadi bagi mereka adalah dekat menurut sifat-sifat Allah, dan bukan dekat pada DzatNya yang Maha Esa.
"Betapa tergambar (dalam akal dan hati) bahwa Allah s.w.t. terhijab oleh sesuatu, padahal jikalau tidakNya Allah, maka tidak akan ada segala sesuatu."
Maksudnya, bahwa sekalian alam ini berhajat kepada Allah, dan Allah s.w.t. terkaya dari semuanya itu. Kalaulah demikian, maka tentulah sekaliannya, segala yang dijadikan oleh Allah tidak akan dapat menghijab Allah pada penglihatan hamba-hambaNya yang 'Arifin Muqarrabin.
Oleh karena itu maka Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary mengambil sesuatu kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan aneh beliau yang bertentangan dengan kenyataan hakiki yang sebenarnya. Beliau mengambil kesimpulan terakhir dan menggambarkan takjub dan heran sebagai berikut
"Wahai takjub dan heran! Betapakah muncul wujud di dalam 'adam atau betapakah akan tetap sesuatu yang ham di samping Dzat yang mempunyai sifat keazalian (Qidam)."
Maksudnya, bahwa tidak mungkin diterima oleh aka! berkumpul antara wujud hakiki dengan wujud bayangan. Wujud Allah adalah wujud hakiki dan wujud Allah dapat disamakan laksana cahaya. Sedangkan wujud alam adalah wujud bayangan yang dimisalkan laksana kegelapan tanpa cahaya.
Antara cahaya dan gelap tidak mungkin berkumpul keduanya. Apabila gelap berarti tidak adacahaya dan apabila ada cahaya maka hilanglah gelap. Maka demikianlah pada pandangan hamba-hamba Allah yang Muqarrabin. Mereka meskipun melihat alam, tetapi mereka tidak dapat melihat alam beserta Allah s.w.t. Sebab Allah adalah wujud hakiki, sedangkan alam adalah wujud bayangan. Di samping itu pula tidak mungkin berkumpul antara alam yang baharu dengan Dzat yang qidam adanya tanpa permulaan, dan baqa yakni tanpa kesudahan.
Sesuatu yang baharu pasti akan tiada, pasti batal, yakni pada azalnya tidak ada atau pada akhirnya akan binasa. Dalam Al-Quran Al-Karim Allah berfirman:
"Dan katakanlah (hai Muhammad) telah datang yang benar dan hilang yang palsu, sesungguhnya yang palsu itu pasti lenyap." (Al-Isra': 81)
Ayat ini dalam pengajian Tasawuf memberikan pengertian bahwa Dzat yang ada dan tetap selama-lamanya adalah Allah s.w.t. Apabila Allah s.w.t. atau sifat-sifatNya telah muncul atau dekat pada hati dan perasaan hambaNya, maka hilang lenyaplah segala alam yang ada ini, tidak ada kelihatan pada hakikatnya alam mayapada ini selain Dzat Allah yang tidak ada umpama dengan sesuatu, atau sifat-sifatnya yang Maha Agung dan Suci. Maka pada ketika itu tenggelamlah si hamba dalam wujud Allah atau sifat-sifat Allah yang Maha Agung dan Maha Besar.
Kesimpulan:
Allah s.w.t. terang dan jelas dalam aqidah, bahkan juga dalam penglihatan dan perasaan hamba-hambaN ya yang tauhidnya kepada Allah s.w.t. telah begitu mendalam dan telah begitu mantap. Maka di samping Iman dan Islam yang telah ada padanya, juga hakikat Al-Ihsan menjadi pakaian batinnya dan lampu cahaya rohaninya sebagai yang telah dianjurkan oleh Allah dan RasulNya.
Mudah-mudahan kita dimasukkan Allah dalam golongan hamba-hambaNya yang mendapatkan nikmat seperti yang telah tersebut di atas.
Amin!