Shirou terbangun dengan mata masih setengah tertutup, menguap panjang sambil meregangkan tubuhnya yang terasa sedikit kaku. Saat kesadarannya mulai pulih, ingatannya langsung melayang pada malam sebelumnya—pesta kemenangan Hestia Familia. Malam itu penuh dengan tawa, makanan lezat, dan perayaan hangat bersama teman-teman. Semuanya menikmati kemenangan yang telah mereka raih dengan susah payah, dan suasana pesta yang meriah itu masih terbayang jelas dalam benaknya.
Setelah beberapa menit berbaring, Shirou akhirnya bangkit dari tempat tidurnya. Dia meregangkan tubuh, menarik napas dalam-dalam untuk menghilangkan rasa lelah yang masih tersisa. Setelah itu, dia langsung menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. Air dingin di pagi hari segera membangunkannya sepenuhnya, dan perasaan segar memenuhi tubuhnya saat dia bersiap memulai hari barunya.
Selesai mandi, Shirou mengenakan tuniknya yang sudah biasa ia pakai, dipasangkan dengan celana sederhana. Meski penampilannya tetap sederhana, Shirou merasa siap untuk hari itu. Tanpa membuang waktu, dia keluar dari kamarnya dan mulai berjalan menuju salah satu tempat favoritnya di Twilight Manor—sebuah gudang kecil yang tersembunyi di sudut taman.
Gudang itu telah menjadi tempat rutinnya untuk berlatih dan berbagi pengetahuan Magecraft dengan seseorang yang sangat menghargai ajarannya. Dan, seperti hari-hari sebelumnya, saat Shirou tiba di sana, Riveria sudah lebih dulu menunggu. Sang high elf duduk di kursi dengan postur anggun, wajahnya tersenyum lembut ketika melihat Shirou mendekat.
Mata Riveria berkilau penuh minat dan antusiasme, siap menyerap setiap pelajaran Magecraft yang akan diberikan Shirou. Meskipun dia adalah salah satu penyihir terkuat di Orario, Riveria sangat menghargai ajaran Shirou tentang Magecraft, sebuah ilmu sihir dari dunia yang berbeda. Dan Shirou, dengan keahlian dan pengalamannya, selalu senang berbagi pengetahuan itu.
"Selamat pagi, Shirou," sapa Riveria dengan suara lembut, tapi ada semangat tersembunyi di balik kata-katanya. "Sepertinya kita bisa mulai kapan saja," tambahnya sambil memandang Shirou dengan harapan.
Shirou mengangguk, senang melihat semangat Riveria yang tak pernah surut untuk belajar. Dengan senyuman kecil, dia bersiap untuk memulai sesi latihan mereka, melanjutkan perjalanan mereka dalam menguasai ilmu Magecraft.
Shirou memulai sesi latihan pagi itu dengan bertanya kepada Riveria tentang perkembangannya dalam menggunakan teknik Reinforcement. "Bagaimana latihanmu sejauh ini, Riveria? Sudah ada kemajuan dengan Reinforcement?" tanyanya dengan nada penuh perhatian.
Riveria mengangguk dengan antusias, melaporkan hasil latihannya. "Aku terus berlatih di kamar setiap hari," katanya. "Aku berhasil menerapkan Reinforcement pada berbagai benda di sekitarku." Meskipun teknik ini baru baginya, latihan intensifnya mulai membuahkan hasil.
Shirou tersenyum bangga mendengar perkembangan itu. "Luar biasa," ucapnya memuji. "Kau belajar dengan cepat, Riveria. Aku ingin melihat bagaimana kau melakukannya sekarang." Shirou selalu terkesan dengan dedikasi Riveria, dan ia tahu betapa besar kemampuan yang dimiliki elf yang berdiri di hadapannya.
Mendengar pujian dari Shirou, hati Riveria berbunga-bunga. Lelaki yang diam-diam ia sukai memuji usahanya, membuatnya semakin bersemangat. Dengan penuh percaya diri, dia memutuskan untuk menunjukkan kemampuannya. "Baiklah, aku akan memberi contoh," ucap Riveria sambil duduk tegap. Dia lalu memilih kursi yang sedang ia duduki sebagai objek untuk Reinforcement.
Riveria menutup matanya sejenak, memfokuskan pikirannya. Dia membayangkan proses mengalirnya prana seperti biji yang tumbuh menjadi pohon besar, teknik visualisasi yang Shirou ajarkan. Perlahan, dia mengaktifkan magic circuit-nya, merasakan aliran prana di dalam tubuhnya sebelum mengalirkannya melalui tangannya ke kursi yang ia duduki.
Meskipun aliran prana Riveria bergerak lebih lambat dibandingkan dengan Shirou, Shirou dapat melihat bagaimana prana yang dia alirkan mulai mengisi kursi itu dengan penuh. Dalam beberapa detik, kursi tersebut terisi dengan kekuatan Reinforcement yang kuat, menandakan keberhasilan Riveria dalam menguasai teknik ini.
Riveria tersenyum lebar, menunggu reaksi dari Shirou. Dia merasa puas dan bangga dengan hasil latihannya, dan harapannya tinggi untuk mendapat pujian lain dari Shirou.
Shirou mengamati hasil kerja Riveria dan menyadari betapa keras usahanya. "Luar biasa, Riveria. Kau benar-benar telah berlatih keras, dan hasilnya terlihat jelas. Reinforcement-mu sangat stabil," katanya dengan penuh kekaguman.
Telinga elf Riveria mulai memerah mendengar pujian tersebut, dan telinganya bergerak pelan, mencerminkan perasaan senangnya. Pujian dari Shirou membuatnya merasa bahwa semua latihan kerasnya selama ini tidak sia-sia. Perasaannya terhadap Shirou semakin kuat, namun dia tetap menjaga ketenangannya, meskipun hatinya berdebar-debar.
Setelah melihat kemajuan signifikan yang dicapai oleh Riveria dengan Reinforcement, Shirou merasa ini adalah momen yang tepat untuk mendorongnya melangkah lebih jauh. "Riveria, sepertinya kau sudah menguasai Reinforcement dengan baik. Bagaimana kalau kau mencoba mengombinasikannya dengan sihir yang kau kuasai?" Shirou menyarankan dengan lembut, berharap ide ini bisa membawa latihan mereka ke tingkat yang lebih tinggi.
Riveria, yang terkejut namun tertarik, menyadari bahwa ia belum pernah memikirkan kombinasi semacam itu sebelumnya. "Aku belum pernah mencoba itu," jawabnya sambil memikirkan kemungkinan yang baru saja dibuka oleh saran Shirou. Matanya berbinar dengan rasa ingin tahu dan tekad. "Aku ingin mencobanya sekarang."
Shirou, dengan senyum tenang, mengangguk. "Coba mulai dengan menggunakan Reinforcement pada tongkat sihirmu," usulnya. "Itu akan memperkuat efek mantramu."
Riveria setuju, merasa yakin dengan saran Shirou. Ia mengambil tongkat sihirnya, Magna Alfs, yang selalu setia menemani dalam setiap pertempuran dan ritual sihirnya. Mengikuti petunjuk Shirou, Riveria mulai menyalurkan prana ke tongkat tersebut, melakukan Reinforcement dengan konsentrasi penuh. Tongkat itu berkilau lembut saat prana mengalir melalui permukaannya.
Setelah selesai melakukan Reinforcement pada tongkatnya, Riveria merasa kekuatannya meningkat. Dia pun memutuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya—merapal salah satu mantranya. "Aku akan mencoba Veil Breath, mantra pelindung yang meningkatkan Physical dan Magic Resistance," ucap Riveria dengan percaya diri. Dia berencana untuk merapalkan sihir ini tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk Shirou.
Shirou menatap Riveria dengan penuh perhatian, memperhatikan setiap gerakannya. Dia bisa melihat keseriusan dan dedikasi dalam setiap langkah yang diambil Riveria, membuatnya semakin yakin bahwa elf ini memiliki potensi besar dalam Magecraft.
Riveria mulai merapal mantra tersebut. "Assemble, breath of the land—my name is Alf," ucapnya dengan suara yang tenang namun penuh kekuatan. Sebuah Magic Circle berwarna hijau giok muncul di bawah kakinya, berkilauan dengan cahaya yang lembut. Shirou bisa merasakan energi yang terkumpul, dan dia tahu bahwa mantra ini akan segera menghasilkan perlindungan yang kuat.
Namun, sebelum menyelesaikan mantranya, sebuah ide baru muncul di benak Riveria. Tiba-tiba, dia memutuskan untuk mencoba sesuatu yang belum pernah dia lakukan sebelumnya—menggunakan Reinforcement pada Magic Circle itu sendiri. Dia mulai menyalurkan prana ke dalam lingkaran sihir di bawahnya, memperkuat fondasi mantranya dengan energi yang baru dipelajarinya. Lingkaran itu bersinar lebih terang, menandakan kekuatan tambahan yang disalurkan oleh Reinforcement.
Setelah lingkaran sihirnya diperkuat, Riveria menyelesaikan mantranya. "Veil Breath," ucapnya dengan mantap. Aura hijau segera melingkupi dirinya dan Shirou, menciptakan perlindungan yang kuat. Efek dari Veil Breath terasa lebih kuat dari biasanya, dan Shirou bisa merasakan peningkatan Physical dan Magic Resistance dalam dirinya.
Aura pelindung yang melingkupi mereka berdua memperkuat tubuh dan kemampuan mereka, membuat Shirou terkesan dengan hasil yang dihasilkan oleh kombinasi teknik ini. Dia tersenyum, puas melihat bagaimana latihan mereka menghasilkan sesuatu yang begitu luar biasa.
Shirou, dengan penuh rasa ingin tahu, menatap Riveria yang baru saja menyelesaikan mantranya. Aura hijau dari Veil Breath masih mengelilingi mereka, memberikan perlindungan yang kuat. "Bagaimana perbandingannya, Riveria?" tanyanya, suaranya tenang namun penuh perhatian. "Apakah ada perbedaan antara mantra ini dengan yang tanpa Reinforcement?"
Namun, bagi Riveria, suara Shirou terdengar seperti bisikan yang jauh. Dia terhanyut dalam pikirannya, terpana oleh perkembangan sihirnya yang begitu cepat dan signifikan. Efek dari latihan Magecraft bersama Shirou telah membuka potensi baru yang selama ini dia anggap mustahil untuk dicapai.
Riveria telah lama merasa terjebak di level 6. Meski ia dikenal sebagai salah satu penyihir terhebat di Orario, dengan julukan "Nine Hells" karena kemampuannya menguasai sembilan mantra sihir yang berbeda, sudah lama dia merasa tidak ada perkembangan dalam kemampuannya. Sihirnya stagnan, dan meskipun dia terus berlatih, tidak ada kemajuan berarti yang ia rasakan.
Namun, semua itu mulai berubah sejak ia bertemu dengan Shirou. Shirou yang penuh kesabaran dan ketekunan telah memperkenalkannya pada konsep Magecraft yang sepenuhnya berbeda dari sihir di Orario. Melalui latihan yang terus-menerus, Shirou membantunya menemukan kembali potensi yang pernah ia kira telah mencapai batas.
Riveria, yang masih terpana, menatap Shirou. Dalam cahaya redup gudang yang hanya diterangi oleh remang-remang sihir Veil Breath, wajah Shirou tampak berbeda. Aura hijau yang melingkupi mereka berdua menambah keindahan pada wajah Shirou, membuatnya tampak lebih menarik di mata Riveria. Hatinya berdebar-debar, dan ia menyadari betapa dalam perasaannya terhadap lelaki ini. Selama ini, Shirou adalah sosok yang ia kagumi, tapi sekarang, di bawah cahaya mantra yang menyelimuti mereka, Shirou tampak begitu menawan, membuat hatinya bergetar.
Shirou, yang tidak mendapatkan tanggapan dari Riveria, sedikit kebingungan. Dia menatapnya dengan cemas. "Riveria?" panggilnya lagi, kali ini dengan nada lebih jelas, berusaha menarik perhatian elf yang tampaknya sedang melamun.
Riveria, yang tersadar dari lamunannya, terkejut mendengar suaranya. Wajahnya memerah seketika, dan dia tergagap saat mencoba menjawab pertanyaan Shirou. "Ah... ya, tentu. Maaf... tadi aku... terpikir hal lain," katanya dengan sedikit malu, mencoba menutupi rasa gugupnya.
Riveria lalu mengalihkan pandangannya sejenak, berusaha memusatkan kembali fokusnya. "Mantranya... terasa lebih kuat. Dengan Reinforcement, rasanya jauh lebih stabil dan responsif," tambahnya dengan cepat, berusaha memberikan jawaban yang lebih teknis, meskipun pikirannya masih berusaha mengatasi getaran emosi yang ia rasakan.
Riveria merenung sejenak sebelum melanjutkan penjelasannya. "Sejujurnya, aku tidak bisa memastikan seberapa besar peningkatan kekuatan Veil Breath dengan Reinforcement. Lagipula, ini adalah sihir bertipe buff, yang meningkatkan kemampuan pertahanan, bukan serangan langsung."
Shirou tersenyum dan melontarkan candaan. "Yah, tentu saja kita tak akan mencoba memukul satu sama lain hanya untuk menguji seberapa kuat peningkatan physical resistance-nya, kan?" ucapnya dengan nada bercanda.
Mendengar itu, Riveria tertawa kecil, merasa senang dengan candaan Shirou. Namun, sebuah ide tiba-tiba muncul di benaknya. "Bagaimana kalau kita mencoba ini saat di Dungeon?" usulnya, penuh antusias. "Aku bisa menggunakan sihir seranganku di sana, dan kita bisa lihat bagaimana pengaruh Reinforcement terhadap kekuatan sihirku."
Shirou, yang tertarik dengan ide itu, segera menyetujuinya. "Itu ide bagus. Aku bisa menjadi supportermu saat di Dungeon. Dengan begitu, kau bisa fokus pada sihirmu tanpa perlu khawatir dengan hal lain," tawarnya dengan senyum tenang.
Riveria, yang tahu bahwa Shirou jarang menunjukkan kekuatannya di hadapan publik, merasa senang dengan tawaran tersebut. Hanya para anggota Loki Familia yang tahu bahwa Shirou telah mencapai level 4 dalam waktu yang sangat singkat. Bagi dunia luar, Shirou lebih terlihat seperti supporter yang tidak menonjol, meski sebenarnya dia sangat kuat.
Dengan semangat, Riveria setuju dengan usul Shirou. "Baiklah, kita akan mencoba itu di Dungeon," jawabnya, antusias. Namun, di dalam hatinya, Riveria merasa lebih dari sekadar semangat untuk mengetes sihirnya. Ada perasaan senang yang muncul dari kesempatan ini, karena itu berarti ia akan menghabiskan waktu bersama Shirou, meskipun hanya untuk berlatih.
Di balik profesionalismenya, Riveria tak bisa menahan rasa gembira. Baginya, ini seperti kesempatan untuk "berkencan" bersama Shirou, meskipun itu hanya dalam konteks menguji kekuatan sihir mereka di Dungeon. Setiap momen bersama Shirou terasa berharga, dan ia diam-diam merasa senang memiliki alasan untuk bisa berdua dengan pria yang ia sukai.
Riveria tahu bahwa sesi latihan subuh mereka hampir berakhir, dan dia bisa merasakan bahwa waktu bersama Shirou akan segera habis. Dengan rasa ingin tahu dan sedikit harapan, dia bertanya, "Shirou, apakah kita bisa langsung pergi ke Dungeon setelah ini untuk mengetes sihirku?"
Shirou, yang tampak sedikit canggung, mengusap lehernya sambil tersenyum minta maaf. "Maaf, Riveria, tapi hari ini aku sudah punya janji dengan orang lain," jawabnya dengan nada sopan, meskipun tak menyadari apa yang dirasakan oleh Riveria.
Di dalam hati Riveria, muncul perasaan cemburu yang mulai tumbuh. Dia berusaha keras menjaga nada suaranya tetap tenang meski hatinya mulai gelisah. "Dengan siapa kau akan bertemu hari ini, Shirou?" tanyanya dengan lembut, meskipun di dalam pikirannya dia yakin bahwa itu pasti seorang wanita.
Shirou, yang tak sadar dengan perasaan tersembunyi Riveria, menjawab dengan santai, "Aku akan bertemu dengan temanku dari Hostess of Fertility."
Riveria, yang merasa cemburu, mengigit bibirnya perlahan. Pikirannya mulai dipenuhi dengan gambaran para wanita cantik yang bekerja di sana. Dengan nada sedikit getir, dia bertanya sambil tersenyum tipis, "Apakah itu Ryuu? Syr? Atau mungkin Anya atau Chloe? Mereka semua sangat cantik, bukan?"
Shirou, tanpa berpikir banyak, menjawab dengan polos, "Aku akan pergi dengan semuanya."
Perasaan cemburu yang tadinya bergejolak di hati Riveria berubah menjadi kebingungan. Dia mulai bertanya-tanya dalam hatinya apakah Shirou berkencan dengan semua pelayan cantik di Hostess of Fertility sekaligus, membayangkan Shirou dikelilingi oleh mereka seperti harem. Perasaannya menjadi semakin rumit.
Shirou, yang akhirnya menyadari kebingungan di wajah Riveria, buru-buru menjelaskan lebih lanjut. "Sebenarnya, Ryuu mentraktir kami semua untuk belanja pakaian, dan aku juga diajak ikut. Itu saja," katanya sambil tersenyum, berusaha meredakan suasana.
Riveria, yang awalnya dipenuhi kecemasan, menghela napas panjang dengan perasaan lega. "Oh, hanya itu," ucapnya pelan, merasa lega bahwa itu bukan kencan romantis seperti yang ia bayangkan. Meskipun demikian, ada sedikit rasa kecewa dalam dirinya. Ia juga ingin memiliki kesempatan untuk berbelanja pakaian bersama Shirou, namun hanya berdua.
Shirou dan Riveria berjalan beriringan menuju mansion Loki Familia setelah menyelesaikan latihan pagi mereka. Matahari mulai terbit, dan suasana yang sejuk menyelimuti perjalanan mereka. Meskipun percakapan mereka santai, ada kehangatan dalam kebersamaan mereka. Saat mendekati mansion, Riveria merasa ini adalah waktu yang tepat untuk mengatur rencana berikutnya.
"Jadi, kapan menurutmu kita sebaiknya pergi ke Dungeon untuk mengetes sihirku?" tanya Riveria dengan nada penasaran.
Shirou memikirkan sejenak sebelum memberikan saran. "Bagaimana kalau besok subuh? Kita bisa langsung berangkat setelah latihan seperti hari ini." Ide itu masuk akal—saat subuh, Dungeon masih relatif sepi dari petualang lain, dan mereka bisa lebih fokus untuk latihan.
Riveria mengangguk setuju. "Baik, besok pagi," ucapnya. Namun, di dalam hatinya, perasaan lebih rumit mulai muncul. Sebagai seorang elf dari garis keturunan bangsawan, Riveria menyadari bahwa jika elf-elf lain mengetahui bahwa dia, seorang anggota kerajaan elf, pergi berduaan dengan seorang lelaki manusia—meskipun hanya untuk latihan—itu bisa menimbulkan gosip besar. Namun, dia tak peduli. Bagi Riveria, Shirou adalah partner yang penting, dan dia berperan sebagai supporter dalam latihan mereka.
Mereka berdua akhirnya tiba di mansion. Begitu masuk ke dalam, suasana di mansion mulai sibuk dengan persiapan pagi. Riveria kemudian menyarankan dengan bijak, "Jika kita akan ke Dungeon, kita sebaiknya langsung ke lantai 20 ke bawah. Monster di sana lebih banyak, dan areanya lebih luas untuk latihan sihirku."
Shirou mengangguk setuju. "Itu ide bagus," balasnya sebelum dia melangkah menuju dapur. Sementara Shirou mulai mempersiapkan sarapan, Riveria duduk di meja makan, menunggunya dengan sabar.
Riveria menyadari bahwa dia tidak terlalu mahir dalam memasak. Sejak kecil, di istananya di hutan Alf, dia selalu dilayani oleh para pelayan yang mengurus segala kebutuhannya, termasuk makanan. Memasak bukanlah sesuatu yang diajarkan kepada seorang bangsawan seperti dirinya. Meski begitu, kini dia bisa menghargai usaha orang lain dalam memasak, dan tak ada masakan yang lebih ia hargai daripada masakan Shirou.
Riveria memandang Shirou yang sibuk di dapur, mengaduk panci dan memotong bahan makanan dengan keterampilan dan ketekunan. Ada perasaan yang semakin tumbuh di hatinya—rasa suka yang dia pendam dengan baik. Dia tak bisa menahan pikiran bahwa masakan Shirou selalu terasa lebih lezat daripada makanan terbaik yang pernah ia nikmati di istananya dahulu.
Saat Riveria terus memandang Shirou dengan senyum lembut di wajahnya, dia membayangkan betapa beruntungnya dirinya jika bisa menikmati masakan Shirou setiap hari. Bukan hanya karena rasa makanan yang enak, tapi juga karena kebersamaan mereka yang membuat momen sederhana itu terasa istimewa. Dalam hatinya, Riveria berpikir, Andai saja aku bisa selalu merasakan kebahagiaan ini... selamanya.
Tak lama setelah Shirou mulai menyiapkan sarapan, pintu ruang makan terbuka, dan Aiz masuk dengan langkah ringan. Matanya langsung tertuju ke arah dapur, di mana aroma lezat mulai tercium. Aiz, yang selalu menantikan masakan Shirou, tidak bisa menyembunyikan antusiasmenya. "Sarapan hari ini akan lezat, seperti biasanya," katanya dengan nada senang, sambil duduk di meja makan, tak sabar menunggu makanan siap.
Lefiya, tak lama kemudian, muncul di pintu. Wajahnya sedikit cemberut saat melihat Shirou sudah mulai memasak tanpa menunggunya. "Shirou, kenapa kau tidak menungguku?" protesnya dengan suara manja. "Aku kan selalu membantumu di dapur." Lefiya merasa kesal karena dia ingin membantu dari awal, seperti biasa.
Shirou tersenyum lembut, menanggapi dengan tenang. "Maaf, Lefiya. Tapi aku berterima kasih karena kau selalu menolongku. Tanpa bantuanmu, memasak pasti memakan waktu lebih lama," katanya tulus. Meski dia memulai lebih dulu, Shirou selalu menghargai kehadiran Lefiya yang bekerja sama dengannya di dapur.
Lefiya, yang akhirnya tersenyum kembali, segera bergabung dengan Shirou di dapur. Mereka bekerja dengan ritme yang sempurna, seperti sudah terbiasa memasak bersama. Setiap langkah mereka selaras, membuat proses memasak menjadi lebih cepat dan efisien.
Sementara itu, di meja makan, Riveria memperhatikan pemandangan tersebut dengan hati yang sedikit berat. Dia menghela napas pelan saat melihat Aiz dan Lefiya. Di satu sisi, dia tahu bahwa Aiz dan Lefiya juga tampak begitu menyukai Shirou, sama seperti dirinya. Aiz, dengan senyumnya yang jarang terlihat, dan Lefiya, dengan keceriaannya saat di dapur, keduanya tampak begitu dekat dengan Shirou.
Riveria termenung sejenak. Sulit baginya membayangkan bahwa dirinya mungkin harus bersaing dengan murid-murid yang ia didik dan rawat sejak mereka masih kecil. Baik Aiz maupun Lefiya adalah gadis-gadis yang ia pandu dalam perjalanan hidup mereka, dan kini mereka mungkin memiliki perasaan yang sama terhadap Shirou, lelaki yang juga diam-diam Riveria sukai.
Selagi Riveria tenggelam dalam pikirannya, satu per satu anggota Loki Familia mulai berdatangan ke meja makan, menunggu sarapan yang disiapkan Shirou. Tiona dan Tione datang dengan senyum lebar, sementara Finn dan Gareth datang lebih tenang, tapi jelas siap untuk menikmati makanan pagi itu.
Riveria, yang masih terdiam, menatap ke arah Shirou yang sibuk di dapur bersama Lefiya. Meskipun ada rasa hangat yang timbul karena melihat keakraban mereka, dia tak bisa mengabaikan perasaan cemburu yang muncul, menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang mengagumi lelaki itu. Namun, seperti biasa, Riveria tetap menjaga sikap tenang dan anggun, menyembunyikan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya.