webnovel

XII. "Before" The First Step – II

Raiden Mei menatap pemandangan sebuah kiamat di hadapannya. Segalanya hancur, kekacauan terjadi dimana-mana, dan makhluk raksasa yang menjulang hingga sebesar rumah biasa mengejar orang-orang.

Kiana Kaslana, gadis energik berambut putih yang dikepang dua, menyelamatkan diri bersama dengannya. Dia tidak bisa banyak memperhatikan banyak detail, tetapi satu hal yang pasti—ini adalah gambaran sebuah kiamat yang sempurna.

Kakinya terus berlari, menghindari kejaran makhluk silikon putih beraksen merah muda setinggi rumah. Bersama dengan Kiana disisinya yang membawa pistol, Mei menodongkan senjata di tangannya—senapan semi-otomatis dan menembakkan logam-logam panas ke arah makhluk itu.

Namun, makhluk itu sendiri tidak bisa dikalahkan dengan senjata api konvensional. Mereka tidak bisa mengalahkannya dengan senjata ditangan mereka—tapi mereka tetap mengalahkan monster itu, dengan gaya yang dihasilkan oleh jatuhnya pile bunker tajam ke tubuh makhluk itu.

Faktanya, tombak besar itu digunakan oleh seorang gadis kecil yang memiliki robot yang terbang, seperti malaikat pelindung disisinya.

Mata Mei menyapu semua tempat, segalanya sudah berakhir… dan ini juga termasuk dengan kehidupan mereka yang damai.

Beberapa hari setelah Kiana bersaing Homutendo dengan Bronya dan dikalahkan sebanyak lima kali berturut-turut di dalam game.

Hari ini Elias berjalan di pusat perbelanjaan kota Nagazora sendirian. Kenapa? Karena itu keinginannya sendiri. Tentunya, Elias perlu waktu untuk dihabiskan sendiri.

Sementara masih ada waktu untuk bersantai, Elias akan menggunakannya dengan maksimal. Tapi bukan berarti dia belum mempersiapkan dirinya, dia tidak memerlukan apapun lagi untuk dipikirkan. Namun, apa yang dia lakukan di pusat perbelanjaan?

Di masa lalu, Elias adalah orang yang lebih sering berada di rumah daripada kumpul dengan teman, tapi bukan berarti dia tidak punya teman, dia hanya tidak terlalu senang dengan banyak interaksi sosial.

Karena itu juga, dia jarang pergi ke game center, bahkan, waktu terakhirnya mengunjungi game center adalah ketika masih sekolah dasar. Itu pun jarang-jarang.

Dengan pemanggilan Elias ke dunia magis, membuat dirinya kehilangan akses sepenuhnya terhadap teknologi modern.

Dan karena dia saat ini berada di dunia modern yang relatif damai, kenapa tidak mampir saja…

Saat mencapai game center, pemandangan yang tidak terlalu sering terjadi terlihat, sekelompok orang berkumpul dengan ramai. Memang tidak aneh jika game center itu ramai, tapi keramaian itu bergumul di satu game.

"Tunggu… kurasa aku kenal kejadian seperti ini…" Elias bergumam, "Kuharap itu tidak seperti yang kupikirkan."

Setelah melakukan registrasi, Elias menghampiri sekelompok orang yang berkumpul menonton sesuatu. Matanya dengan tajam menatap ke arah sosok yang sekelompok orang itu perhatikan.

Elias menghela nafas lega, itu hanya Bronya. Bukan orang lain. Jika itu bukan Bronya dan adalah orang lain dengan takdir yang sama beratnya seperti trio Herrscher, dia mungkin akan membantu Jormungandr sekarang dan saat ini juga.

Tidak lama setelah Elias menonton permainan Bronya yang sangat ahli, orang-orang itu akhirnya bubar perlahan-lahan dan sebelum menjadi kosong meninggalkan Elias yang berkeringat di kepalanya. Dia terjebak di dalam kerumunan dan sulit untuk keluar tanpa mendorong orang dengan kekuatannya.

Pokoknya, masalah sudah selesai. Elias mungkin akan menyapa Bronya sekarang. "Elias." —atau malah Elias yang disapa oleh gadis itu.

"Hai, Bronya." Elias melirik ke arah layar arcade yang masih menunjukkan kata "Victory!" terpampang jelas. "Kamu sangat luar biasa hebat dalam bermain game, kupikir itu adalah babak ekstra, 'kan."

"Da. Apakah Elias juga mau main game?" Gadis itu memiringkan kepalanya, bertanya dengan nada khas Bronya.

"Ya." Elias mengangguk, "Ini adalah pertama kalinya aku pergi ke arcade." Dia tersenyum melirik gadis itu, "Apakah kamu bisa membantuku untuk bermain? Tentu saja, aku akan mentraktirmu nanti."

Bronya diam sejenak, sebelum mengangguk, "Bronya akan membantu Elias."

"Terima kasih, bisa dipandu oleh Alloy Bron sang pemain legendaris itu sendiri memang luar biasa."

Dalam pertama kalinya di hadapan Elias, Bronya memiliki ekspresi sedikit terkejut, lalu ingat kalau dia memakai nickname itu di dalam game arcade itu.

"Elias sepertinya juga bermain game yang sama dengan Bronya. Apa UID punya Elias?"

"Itu adalah Captain Rouge, aku ingat kita sudah menjadi teman dalam game, kan," jawab Elias.

Bronya juga ingat jika dia sudah memiliki nama itu di dalam Friend List-nya dan sering bermain dengannya di beberapa game yang berbeda. "Apakah itu berarti Bronya sudah berteman dengan Elias tanpa kita sadari?"

Elias terkekeh. "Sepertinya begitu."

Bronya memandang Elias dengan aneh, "Apakah Elias benar-benar bermain game ini untuk pertama kalinya?"

"Ya, ini adalah pertama kalinya."

Kata-kata Elias sulit dipercaya, karena dirinya hampir terpojok oleh karakter Elias. Mereka hampir seimbang, sementara Bronya lebih berpengalaman dalam game yang membutuhkan kombo semacam ini, Elias masih belum terbiasa, jadi tetap kalah. Ngomong-ngomong, mereka memainkan game yang mirip dengan Tekken.

"Yah… aku agak membanggakan refleks tubuhku sih."

Bronya mengangguk, Elias memang pandai membalas serangan dan menangkis. Satu-satunya alasan dia kalah karena Bronya tahu cara menghancurkan perisainya. Karena Elias juga baru tahu kombo penghancur perisai ketika nyawanya hampir habis, dia akhirnya kalah.

"Elias sangat hebat, Bronya kagum pada Elias."

Elias memeriksa jam di ponselnya, "Sekarang sudah jam makan siang, ayo Bronya, sesuai janjiku, aku yang traktir. Kamu bisa memilih lokasinya."

"... Kalau begitu, Bronya ingin pergi ke Burger Knight." Bronya berjalan dengan boneka maskot kelinci kuning masih berada di dalam pelukannya.

Elias mengikuti Bronya dari belakang. Matanya menyapu setiap arcade game di sana, mencari-cari game yang cukup menarik yang bisa dimainkan nanti.

'Hah?!'

Elias berhenti, lalu menengok ke samping dengan cepat, ke tempat penukaran kupon dengan barang-barang yang bisa ditukar dengan kupon permainan berada. Barang-barang yang bisa ditukar itu sendiri biasa saja, isinya beberapa mainan HOMU dan keluarganya, dan beberapa gantungan yang agak mirip dengan beberapa karakter dari beberapa serial animasi.

Masalahnya berada di beberapa boneka yang diletakkan di rak itu… boneka peluk oni berpakaian merah yang memiliki mata ungu terang dan rambut ungu gelap… boneka ikan berwarna putih dengan dua kepang di bagian depan sirip atasnya yang ukurannya sebesar anak-anak… dan boneka motor berwarna biru.

Elias memandang jumlah yang diperlukan untuk menukar barang yang dia inginkan, membuat gadis berperawakan mungil yang bersamanya melirik penasaran. Elias tidak tahu bagaimana benda yang —secara tidak langsung— menentang logika semacam ini bisa dengan lengah eksis di tempat umum seperti ini… tapi itu bukanlah masalah, karena ini bisa menjadi hadiah yang cukup bagus untuk teman-temannya.

'Yah… aku akan kembali nanti untuk mendapatkan tiga barang itu.'

Dan tanpa ditunda lagi, keduanya pergi ke restoran cepat saji tujuan mereka.

Kita akan selalu sendirian di dunia ini…

Elias memahami ungkapan itu. Sangat memahaminya. Dia selalu sendirian di dunia manapun, bahkan jika dia memiliki sosok yang dirinya sebut sebagai teman, sahabat, atau bawahan, dia tetap merasa terasingkan—mengingat asal-usulnya yang agak spesial.

Ironisnya, perasaan bahwa dirinya adalah makhluk asing yang tidak seharusnya ada malah membawanya menuju ke takhta dewa.

Setiap realitas memiliki aturannya masing-masing. Di dunia ini, alam semesta diatur oleh sebuah pohon imajiner raksasa yang memiliki sistem anti-virusnya sendiri.

Jika peradaban ini menang, maka dunia akan selamat. Itu sudah dipastikan bahwa peradaban di tempat ini akan menang—itu pasti. Tetapi, bagaimana dengan hidupnya? Kehidupan di dunia ini pastinya akan sangat berat.

Tidak perlu menjadi makhluk maha tahu, atau orang yang berasal dari dunia lain. Selama kau mengerti mengenai keberadaan Honkai, kau juga akan tahu kalau kau tidak akan selamat mau dimanapun kau berada.

Tapi mengesampingkan omong kosong kesendirian itu… dia sudah melalui satu bulan di Nagazora. Matanya melirik langit yang masih menjatuhkan butiran-butiran salju.

Nafasnya mengembun, tentu saja, suhu di luar benar-benar dingin, sangat berbeda dengan terakhir kali saat sebelum natal.

Kakinya tidak berhenti, terus berjalan menuju satu tujuan. Matanya melirik ke suatu gang, saat siluet putih masuk ke dalam matanya. "Elias!"

Laki-laki itu tersenyum, tidak menyangka kebetulan bertemu dengan Ikan kesayangannya. "Kebetulan bertemu denganmu, aku akan membeli beberapa makanan di minimarket, mau ikut?"

"Umm… aku bisa mendapat traktiran, kan?" Kiana tersenyum saat bertanya. Dia mendekati Elias dengan baju tebal dan jaket putih.

Mata Elias samar melihat siluet Kiana Kaslana di malam hari bersalju—menenteng tas besar dengan tubuhnya yang kecil. "Kau sudah berusaha keras bukan… gadis muda. Tenang saja, aku yang akan mengurus bulan untukmu, kau hanya perlu menikmati dunia bersama dengan dua temanmu."

"Apakah kamu mengatakan sesuatu?" Kiana bertanya dengan penasaran, samar-samar mendengar tentang mengurus atau apapun itu. Jadi apakah dia bisa mendapat traktiran atau tidak.

Elias menggelengkan kepalanya, "Aku cuma ingat sesuatu tentang bulan purnama di malam bersalju." Dia melirik gadis itu dan menggenggam tangannya—mengejutkan si Putih di prosesnya.

"Elias—!"

Pemuda itu mengabaikan keterkejutannya, dia bisa merasakan hawa dingin di tangan halus Kiana yang perlahan menjadi lebih hangat karena suhu tangan keduanya yang saling menyatu, "Tentu saja, aku akan mentraktirmu. Jadi ayo pergi."

Jari-jarinya terjalin diantara jari laki-laki itu, Kiana tidak bisa mengalihkan perhatiannya sama sekali dari itu. Namun, tangan mereka berdua segera berpisah ketika Elias mulai berjalan.

Dengan pipi merah—karena dinginnya suhu di malam hari dan karena laki-laki itu, Kiana mengikuti Elias di sampingnya. Gadis muda itu mengepalkan tangannya dengan erat di saku jaketnya, dia masih ingat perasaan ketika tangan hangat milik Elias menggenggam tangannya yang dingin.

"Seharusnya kamu memakai sarung tangan, Kiana."

"Hmph. Aku tidak memerlukan hal itu." Kiana menjawab dengan angkuh, tentu saja, tidak benar-benar seperti itu karena Kiana Kaslana adalah gadis yang baik.

"Apakah itu hilang?" Dan sepertinya Elias memahami masalahnya.

"... Aku cuma lupa dimana menaruhnya." Kiana menjawab saat dia memalingkan wajahnya.

Elias menghela nafas, dia sudah terbiasa dengan kecerobohan Kiana dengan sekelilingnya. Kaslana memang petarung alami, tapi Kaslana itu ceroboh dalam kehidupan sehari-hari.

Masih tidak diketahui bagaimana keturunan Dr. MEI yang jenius bisa begitu ceroboh… ini konyol. 'Sepertinya sifat mereka diturunkan dari Kevin, bukan?'

Elias menggelengkan kepalanya menghentikan pemikiran tidak berguna itu. Dan fokus untuk membeli beberapa makanan ringan untuk malam tahun baru mereka.

Konten diubah pada [15/4/23]

Skarthacreators' thoughts
次の章へ