webnovel

Bab 20

Skill mengemudi Kedasih tidaklah seperti Sin Liong. Namun karena terdorong oleh situasi berbahaya di mana kawan-kawannya dalam kondisi terluka dan lemah, juga karena teringat kata-kata Sin Liong bahwa ketahanan kaca dan dinding anti peluru Cherokee merah ini sudah mendekati limit, mau tak mau Kedasih menekan pedal gas dalam-dalam. Wanita ini masih ngeri jika harus menggunakan perangkat Nitro untuk menambah kecepatan. Ini jalan kabupaten yang sempit dan berkelok-kelok. Bisa-bisa mereka terbang terjun ke jurang atau sungai. Atau setidaknya menghajar tebing di sebelah kanan jalan.

Sebentar saja 2 mobil yang ditumpangi oleh Hoa Lie, Giancarlo dan kawanannya mendekat. Hari Kedasih dibuat dag dig dug bukan main. Sekilas diliriknya ke belakang. Sin Liong masih lunglai tak berdaya. Raja malah tertidur nyenyak. Sedangkan Citra memegang bahunya seolah berkata, kamu pasti bisa meloloskan kita dari kejaran.

Semangat Kedasih tiba-tiba berkobar. Tanpa ragu-ragu lagi dinyalakannya tuas Nitro. Cherokee merah langsung melesat bak kilat meninggalkan Pajero hitam dan Fortuner putih. Kedasih sama sekali tak mau memindahkan pandangan matanya kemana-mana. Terus tertuju pada jalanan di depannya. Untung jalanan sudah memasuki pedesaan dan lurus sehingga kecepatannya bisa maksimal.

Kecepatan tinggi Cherokee merah mendadak berkurang drastis. Kedasih melihat indikator Nitro menyala merah. Ah, Nitro boostnya habis! Sialan! Ada-ada saja. Kedasih mengeluh dalam hati. Pajero dan Fortuner kembali mendekat. Di kejauhan terlihat debu mengepul tinggi. Jalanan memang memasuki jalan tanah yang mulus tapi berdebu.

Kedasih makin menggerutu hatinya. Mobil di depan sana rupanya mengebut. Tak tahu diri, apa dia tidak sadar ini jalan pedesaan. Kedasih lupa kalau dirinya juga tancap gas dan menimbulkan debu tinggi di belakangnya.

Kedasih terperanjat bukan main. Mobil di depan itu sama sekali tidak mengurangi kecepatan! Jelas-jelas jalanan ini tidak cukup luas bagi 2 mobil berpapasan dengan kecepatan tinggi. Kedasih siap-siap menginjak rem. Tentu saja dia takut berakibat fatal apabila tidak mengurangi kecepatan. Tapi Pajero dan Fortuner itu juga makin mendekat dari belakang. Kedasih kebingungan.

2 mobil di depan sudah nampak. 2 jeep Wrangler terbuka keluaran lama terlihat saling berkejaran. Gila orang-orang itu! Kap terbuka malah kebut-kebutan. Tapi mendadak 2 Wrangler itu berbelok dan berhenti cepat. Satu di kiri jalan menghajar beberapa pokok tanaman jagung. Dan satu lagi di kanan jalan, miring karena 2 bannya terperosok ke parit kecil. Kedasih tidak peduli. Mereka sepertinya memberi jalan. Kembali Kedasih menjejak gas dalam-dalam.

Sambil lewat dengan kecepatan tinggi, Kedasih sempat melihat sekilas orang-orang kekar berada di atas Wrangler terbuka. Masing-masing 2 orang berdiri sembari mengokang senjata serbu laras panjang ke depan. Eh, mereka mau apa??

Kedasih secara otomatis menurunkan kecepatannya karena terkejut. Suara tembakan gencar di belakang membuatnya berjalan pelan karena keingintahuan yang tinggi.

Kedasih bahkan akhirnya berhenti untuk memastikan apa yang dilihatnya. Pajero hitam dan Fortuner putih itu berhenti malang melintang di jalanan. Pintu-pintu terbuka menajdi tempat berlindung bagi Hoa Lie dan Giancarlo beserta orang-orangnya. Mereka ditembaki tanpa henti oleh orang-orang di Jeep Wrangler. Kedasih menggaruk hidungnya yang tidak gatal.

"Ada apa Kedasih? Kenapa kau malah berhenti?" Citra bertanya sambil merunduk dalam mobil.

Kedasih tidak menjawab. Dia masih bengong melihat jalannya pertempuran di tengah-tengah ladang penduduk itu. Sampai-sampai tidak menyadari dering telpon yang tersambung dengan layar dashboard berbunyi secara terus menerus.

Citralah yang pertama menyadari.

"Ya Babah. Bukan waktu yang tepat untuk menelpon Babah! Kami diserang oleh 2 mobil penguntit!" Citra sedikit berteriak karena suasana bising oleh suara tembakan. Mereka jauh dari tempat pertempuran tapi suara tembakan itu membahana kemana-mana.

"Kalian kenapa berhenti? Teruslah berjalan! Aku sudah mengirim 6 orang untuk mengintersepsi para penguntit. Putri, terus jalan!"

Citra melambai ke muka Kedasih yang masih asik melihat dari spion. Kedasih gelagapan. Dia juga mendengar apa yang diucapkan Babah Liong. Cherokee merah itu meneruskan perjalanan. Mereka tak lagi dikejar karena Hoa Lie, Giancarlo dan anak buahnya yang sedang sibuk mempertahankan diri dari gempuran orang-orang Trah Pakuan di Jeep Wrangler. Babah Liong memang bertindak cepat setelah memonitor titik-titik biru mendekati Citra dan kawan-kawan. Dia sudah mendapat kabar lewat chat dari Kedasih bahwa Sin Liong terluka dan Raja seperti orang linglung.

Di layar navigasi, titik tujuan terlihat semakin dekat. 2 kali belokan lagi mereka akan sampai ke Bunker. Sambil memutar kemudi memasuki belokan terakhir, Kedasih memuji Babah Liong. Jalanan menuju Bunker sangat tersembunyi. 2 belokan terakhir sama sekali tidak nampak dari jalan karena tertutup oleh kamuflase belukar yang terbuka begitu dia hendak masuk dan tertutup kembali saat dia sudah masuk. Brilian! Orang-orang pasti akan terkecoh dan tidak menyangka di situ ada jalan. Belukar itu tinggi sekali.

Sungai yang cukup besar dengan lebar bentangan tak kurang dari 10 meter membentang di hadapan Kedasih. Wanita ini bingung bagaimana cara menyeberang karena sungai itu bertebing curam. Kebingungannya terjawab seketika. Dua buah plat baja tebal terangkat dari pinggiran sungai lalu turun dari kedua sisi, saling menyambung dengan mekanisme hidrolis.

Ah hebat! Secepat itu mereka mempersiapkan semua pertahanan ini! Tanpa terasa Kedasih bersiul kencang.

"Wah! Pintar juga kau bersiul Kedasih." Terdengar celetukan lemah dari belakang. Kedasih menoleh sambil memarkir Cherokee merah di sebuah garasi di belakang rumah berukuran sedang. Garasi inipun tak nampak dari luar. Sin Liong siuman!

Kedasih mematikan mesin untuk menjawab ejekan Sin Liong. Tapi orang yang mengejeknya malah telah pingsan lagi.

Beberapa orang muncul dari dalam rumah-rumah kecil yang tersebar di sekitar rumah utama yang sangat besar. Orang-orang bertubuh kekar itu tanpa banyak tanya membantu menggotong Sin Liong dan memapah Raja serta membawanya ke rumah tua yang sangat besar itu. Kedasih dan Citra mengikuti dari belakang. Salah seorang di antara mereka yang tidak ikut menggotong dan sepertinya adalah pimpinan pasukan ini, mengangguk hormat kepada Citra dan Kedasih.

"Salam kenal Nona Citra dan Nona Kedasih. Saya Rakha Wisesa. Saya beserta anak buah saya ditugaskan menjaga kalian semua dari gangguan apapun selama berada di sini." Lelaki gagah itu mengangguk lagi dengan takzim.

Citra tersenyum ramah. Kedasih cuma mengangguk. Mereka memasuki rumah besar. Seorang wanita berbaju serba putih yang dibantu oleh wanita berpakaian seperti jas lab segera memeriksa Sin Liong.

Kedasih dan Citra saling berpandangan. Bahkan tim dokter juga ada di sini!

--

次の章へ