webnovel

BAB 25: Tali pertemanan

Anastasia dan Bianca sambil memandang satu sama lain. Tawaran Gideon tampaknya cukup membuat mereka penasaran. Mereka tanpa pikir panjang langsung menerima tawaran tersebut dan beranjak dari kursi.

Mereka melangkah perlahan melewati Madam Theresa dan Nigera yang masih terus berbicara dan tidak memperhatikan mereka. Anak-anak yang lainnya juga tampaknya masih asyik bermain.

Udara dingin menyentuh permukaan kulit. Akan tetapi, langkah kaki enggan untuk berhenti dan terus berjalan sambil menahan udara malam. Setelah berjalan sekitar lima menit dari tempat makan, akhirnya mereka sampai di tujuan. Mata Anastasia tidak berhenti bergeming melihat tempat tersebut. Rasa dingin yang dirasakan Anastasia seketika menghilang dengan sendirinya.

"Ini adalah tempat favoritku." Gideon melihat ke arah Anastasia dan Bianca dengan terus tersenyum.

"Tempat yang sangat indah," ucap Anastasia terys tersenyum dan melihat langit yang dihiasi dengan bintang dan bulan.

"Gideon, aku sangat menyukai suasana ini," kata Bianca menutup mata dan perlahan mengembuskan napas. "Rasanya membuatku ingin tinggal lebih lama di tempat ini,"

Gideon membesarkan bola matanya mendengar ucapan Bianca. "Astaga Kak, itu juga yang aku rasakan ketika berada di tempat ini," ucapnya diikuti dengan gelak tawa. "Tunggu, masih ada hal yang ingin kuperlihatkan."

Gideon menarik tangan Anastasia dan Bianca berlari melewati kumpulan pasir putih yang berada di dekat bibir pantai. Beberapa meter di depan mereka terlihat sebuah tenda kecil berwarna putih yang berdiri kokoh. Seekor binatang berbulu berdiri di dekat sana sambil memandang ke arah lautan.

"Eh, itu apa?" Anastasia berhenti sejenak dan langsung memicingkan matanya hingga terlihat kerutan kecil di dahinya. "Wolfy?"

"Anas, aku merasa itu bukan Wolfy." Bianca menepuk pundak Anastasia. "Wolfy kan di penginapan."

Anastasia langsung menepuk jidatnya. "Oh iya, aku lupa," ucapnya diikuti dengan tawa. "Jadi itu …. "

"Kak, ayo kita berjalan lebih dekat. Aku akan menjelaskan semuanya di sana." Gideon terus melambaikan tangannya ke arah mereka berdua.

Akhirnya mereka sampai di tenda kecil itu. Sosok binatang berbulu tersebut semakin menampakkan bentuknya yang semakin lama dilihat ternyata berbeda dengan anjing peliharaan Madam Theresa.

"Ini anjing peliharaanku, namanya Mala." Gideon mengelus badan Mala yang agak gemuk. "Dia merupakan sahabatku satu-satunya," ucapnya sambil memeluk erat Mala.

"Mala memang terlihat mirip dengan Wolfy," ucap Bianca berjalan mendekat ke arahnya.

"Eh, Bi hati-hati nanti kamu bisa digigit." Anastasia langsung menarik tangan Bianca. "Kamu ingat apa yang terjadi dengan Madam Theresa, kan?"

Bianca langsung berhenti bergerak dan mengangguk. Dia tentu saja mengingat dengan jelas apa yang terjadi dengan Madam Theresa ketika berusaha menyentuh Mala. Anastasia dan Bianca berjalan mundur dan membuat jarak sekitar satu meter dari posisi Mala. Mereka hanya bisa melihat anjing itu dari kejauhan.

"Kak, apa yang kamu lakukan di sana?" Gideon mengerutkan alisnya. "Ayolah, ke sini Mala tidak akan mengiggit."

"Gideon, kamu yakin dia tidak akan mencoba menggigit kita kan?" Anastasia kembali bertanya. "Aku tidak ingin kejadian yang buruk akan menimpa kami."

"Kak, tenanglah," ucap Gideon berusaha menyakinkan Anastasia dan Bianca. "Mala sangat senang melihat ombak. Dia tidak akan merasa menganggu jika seseorang berusaha menyentuhnya." Gideon terus meraba badan Mala dengan semangat. "Ayo, Kak."

Bianca menoleh ke arah Anastasia. "Anas, gimana menurutmu?"

"Kita setidaknya bisa mencobanya," ucap Anastasia tanpa ragu dan langsung berjalan semakin mendekat ke arah Mala.

Tatapan Mala sama sekali tidak bergeming sedikit pun. Tatapannya erus menatap ke arah kumpulan ombak yang terus terbentuk di lautan lepas. Dia juga terlihat terus menggerakkan ekornya.

Anastasia dan Bianca perlahan mendekat. Bianca berusaha memperingatkan Anastasia agar tidak membuat anjing ini marah. Anastasia mengangguk dan perlahan ujung jemari menyentuh badan Mala.

"Anas, ingat perlahan," bisik Bianca berusaha mengingatkan sahabatnya itu.

"Iya Bi, aku tahu kamu tenang saja."

Jemari Anastasia berhasil menggapai badan Mala. Dia perlahan mengelus Mala layaknya saat sedang menyisir rambut. Bulu halus Mala membuat Anastasia terus saja mengelus anjing ras Malamute tersebut.

"Anas, kamu gila yah." Bianca membelakkan matanya ke arah Anastasia. "Mala nanti akan mengigitmu jika kamu terus mengelusnya."

"Bi, bulunya halus sekali. Kamu harus mencoba mengelusnya." Anastasia langsung menarik salah satu tangan Bianca untuk menyentuh Mala yang masih tetap di posisi yang sama.

Bianca langsung menutup kedua matanya rapat-rapat dan tidak mengintip sedikit pun. "Astaga, Anas apa yang kamu …. "

Tangan Bianca akhirnya menyentuh anjing berbadan agak gemuk itu. Dia juga perlahan membuka matanya dan merasakan kelembutan bulu anjing ini.

"Anas, bulunya halus," ucap Bianca diikuti dengan tawa kecil.

"Iya kan, aku sudah bilang."

Gideon yang melihat tingkah mereka berdua hanya bisa tertawa. Rasa persahabatan Anastasia dan Bianca terlihat jelas dari bahasa tubuh mereka. Gideon merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan mereka berdua.

"Kak, terima kasih karena bersedia menemaniku," ucapnya sambil terus memandang gumpalan ombak yang terus terbentuk. "Aku sama sekali tidak pernah mengajak orang ke sini."

"Gideon, aku dan Bianca yang harusnya berterima kasih karena telah mengajak kami ke sini."

"Iya, kamu telah membawa kami ke tempat yang indah dan menarik untuk dilewatkan," ucap Bianca dengan terus tersenyum. "Kami setidaknya bisa merasakan apa namanya kebahagiaan sekarang."

Gideon terdiam mendengar perkataan Anastasia dan Bianca. Dia menundukkan kepala dan badannya terlihat gemetar sesaat. Beberapa menit kemudian, suara isak tangis terdengar.

"Eh, Gideon kamu kenapa?" Tanya Anastasia dengan nada panik.

"Astaga, apakah ada hal yang salah kami ucapkan?" Bianca berusaha membuat Gideon tenang.

"Aku … Aku … Aku hanya merasa senang bahwa Kak Anastasia dan Bianca betul-betul menganggapku seperti teman," kata Gideon dengan terbata-bata sambil menyeka air mata yang perlahan mengalir di pipinya.

"Gideon, kamu juga sangat senang berteman denganmu," ucap Anastasia langsung berdiri dan memeluk Gideon. "Gideon, terima kasih."

Bianca langsung terlarut dalam kesedihan dan langsung ikut memeluk mereka berdua. Ikatan tali persahabatan mereka semakin lama semakin menguat. Setelah itu, mereka kemudian memutuskan untuk kembali ke tempat makan.

Untungnya ketika mereka sampai di sana, Madam Theresa dan Nigera tampaknya masih asyik bercerita dengan Isabella dan George. Anastasia dan Bianca perlahan berjalan dan kembali duduk di kursi mereka masing-masing.

"Pembicaraan yang sangat menarik." Madam Theresa tersenyum ketika berbicara dengan Isabella dan George.

"George aku merasa sekian pembicaraan hari ini," ucap Madam Nigera berusaha mengakhiri pembicaraan. "Anak-anak tampaknya perlu istirahat karena besok mereka akan kembali berlatih."

"Oh, astaga aku lupa akan hal itu. "George menepuk kepalanya. "Maafkan kami, pembicaraan ini membuatku terus bersemangat," ucapnya sambil memperlihatkan giginya yang tersusun rapi dan sempurna.

Madam Nigera dan Theresa membawa semua anak-anak kembali ke kamar untuk berisrirahat. Setelah berjalan sekitar 5 sampai sepuluh menit, mereka semua sampai depan pintu kamar dan masuk ke dalam.

"Anastasia, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu." Suara Madam Nigera yang berada tepat di belakangan Anastasia membuat langkahnya terhenti sejenak.

Anastasia memutar badannya dan mengikuti langkah Madam Nigera yang berjalan di depannya. Madam Nigera tiba-tiba menghentikkan langkahnya. Dia memutar badannya menghadap Anastasia dan melihat ke segala arah. Dia ingin memastikan tidak ada yang mendengar ucapannya.

"Anas, ada hal yang ingin kusampiakan mengenai Nightcather." Wajah Madam Nigera seketika menjadi tegang. "Aku mendapat laporan dari Dr. Thomas. Nightcatcher berada di tempat ini," ucapnya dengan suara halus. "

"Astaga! Jadi sosok yang tadi kulihat adalah Nightcatcher?" Mata biru Anastasia membesar sesaat.

Madam Nigera mengerutkan keningnya. "Kamu melihatnya di mana?"

Anastasia mengatakan saat sedang latihan, dia sempat melihat sosok misterius yang bergerak sangat cepat di antara kumpulan pohon. Dia awalnya ingin mengatakan hal ini secara langsung kepada Madam Nigera, tetapi dia lupa akan hal itu.

Ucapan Madam Nigera memperkuat opini yang berada di dalam benaknya. Apa yang dia takutkan sekarang berada di tempat ini bersamanya. Rona merah wajahnya perlahan menghilang. Badan serta tangannya gemetar. Keringat dingin terus mengalir tiada henti.

"Jadi apa yang harus aku lakukan, Madam?" tanya Anastasia dengan bibir yang terus bergetar. "Sosok itu pasti akan terus mengincarku,"

"Anas, kamu tenanglah. Aku merasa sebaiknya kamu jangan pergi seorang diri." Madam Nigera memberi masukan. "Sebaiknya kita kembali ke kamar, sebelum yang lain mencari kita.

Madam Nigera dan Anastasia kembali ke kamar. Anastasia masih terus memikirkan mengenai ucapan Madam Nigera. Bianca yang melihat wajah Anastasia berubah setelah bertemu dengan Madam Nigera langsung bertanya kepada Anatasia.

"Anas, kamu kenapa?" Bianca mengerutkan alisnya melihat wajah tegang Anastasia.

"Bi, nanti saja kita membahasnya. Aku merasa tidak enak badan sekarang," ucapnya sambil terus memegang pundaknya dan memasang wajah lelah.

"Baiklah. Jika kamu ingin menceritakan sesuatu, aku siap mendengarnya." Bianca menepuk pundak sahabatnya itu menuju kasurnya.

Anastasia sangat ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi jika dia menceritakan hal ini, mungkin Bianca tidak akan mempercayainya juga. Hal itu terkesan seperti khayalan anak-anak. Dia kemudian berjalan kembali ke kasurnya dan langsung membaringkan kepalanya di atas bantal.

Aku sebaiknya beristirahat dan berpikir tenang.

***

次の章へ