webnovel

Siswa Paling Dibenci

"Heh dekil! Belikan aku minuman dari kantin!" perintah siswa bernama Andre sambil menepuk punggung siswa berkacamata yang bernama Satria.

"Tapi aku kan sedang mengerjakan PR matematika kalian," jawab Satria sambil menoleh ke samping, di mejanya terlihat banyak buku siswa lain.

"Heh sejak kapan kau berani menentang kami!" bentak siswa di samping kiri Satria sambil mendorong kepala Satria dengan jari tangannya, namanya adalah Leo.

"Maaf," hanya itu yang terucap dari mulut Satria sambil berdiri tertunduk, tangannya langsung dia julurkan meminta uang.

"Hahaha.. dia mau ngemis lihat," ledek Andre sambil tertawa lebar diikuti murid lainnya yang masih ada di kelas.

"Bang minta uang bang, saya sebulan belum makan. Saya orang miskin bang," timpal Arga sambil menirukan gaya Satria disampingnya. Sontak semua siswa di kelas itu kembali tertawa.

"Minta apa hah?" tanya Andre dengan angkuhnya menatap Satria.

"Kan kalian tadi nyuruh aku beli minuman," jawab Satria pelan.

"Hari uangnya pake uangmu saja, murid beasiswa pasti banyak uang kan," jawab Andre.

"Tapi aku cuma bawa sepuluh ribu," jawab Satria.

"Kita nggak mau tahu lah, pergi sono! Nanti istirahat keburu selesai, ingat kerjain juga PR matematikanya!" bentak Andre sambil mengusir dengan kakinya. Satria hanya menghela nafas dalam dan berbalik menuju keluar ruangan kelas.

"Heh tunggu! Kau ketinggalan ini!" teriak Leo sambil berlari menyusul Satria.

'Beukh'

Tangan kanan Leo menghantam punggung Satria, dia menempelkan sebuah kertas yang diberi lakban di punggung Satria.

"Ada apa?" tanya Satria sambil menoleh ke belakang.

"Jangan lama!" teriak Leo di telinga kanan Satria. Tentu saja Satria langsung menjauh dan menutup telinganya karena teriakan Leo.

"Pergi sana!" bentak Leo lagi sambil mendorong tubuh Satria melewati pintu kelas. Setelah Satria keluar Andre dan siswa lainnya langsung tertawa puas sebab Satria sama sekali tidak menyadari kertas yang ditempelkan Leo di punggungnya.

Satria dengan perlahan berjalan menyusuri lorong sekolah melewati ruangan-ruangan kelas lainnya. Setiap dia melewati siswa lain mereka tertawa terbahak-bahak seakan melihat tontonan yang lucu, tapi ini adalah tahun ketiga Satria bersekolah di SMA Paling Elit. Dia sudah terbiasa ditertawakan, dihina, dikeroyok dan dicemooh selama ini.

"Awas banci lewat!" terdengar teriakan siswa lain setelah menuruni tangga melewati ruangan siswa kelas XI.

"Hai Cyin," ledek yang lainnya. Padahal Satria adalah kakak kelas mereka, namun tanpa ragu mereka melayangkan ejekan kepada Satria setelah melihat tulisan 'saya banci' yang ditempelkan Leo di punggungnya.

"Beberapa bulan lagi ya," batin Satria sambil menggosok kacamata yang dia pakai.

Satria terus berjalan seakan tidak terpengaruh oleh ocehan adik kelasnya. Dia hanya membayangkan bahwa dalam beberapa bulan lagi hidupnya akan terbebas dari siksaan berat ini, setelah lulus SMA dia berniat mengambil beasiswa kuliah di luar negeri. Saat dia melewati ruangan kelas X lagi-lagi berbagai ejekan dia terima dari adik kelasnya.

Namun Satria tidak bisa apa-apa, SMA Paling Elit memanglah SMA yang siswanya 90% orang-orang elit. Satria sendiri bisa bersekolah di sana karena mendapatkan beasiswa, awalnya dia memang senang namun setelah tahu keadaan sekolahnya di minggu pertama dia langsung berniat keluar. Namun niatnya dia urungkan karena beasiswanya juga akan dicabut, jadi ini adalah kesempatan satu-satunya dia bersekolah sebab kedua orang tuanya juga sudah tiada hingga tidak ada yang bisa membiayainya sekolah.

Selama dua tahun lebih ini Satria terus menerus mendapat bullyan dari teman-temannya baik lewat perkataan maupun fisik. Awalnya dia sering melaporkannya ke pihak sekolah, tapi pihak sekolah juga tidak berdaya. Malah bullyan teman-temannya semakin menjadi sejak saat itu, setelah itu Satria hanya bisa diam saja pasrah dan berharap waktu dengan cepat berlalu.

"Sodara-sodara ternyata sekarang di sekolah elit kita ada banci loh!" terdengar teriakan seorang wanita tepat saat Satria sampai di kantin sekolah. Wanita itu adalah teman sekelasnya yang bernama Maya, wajahnya memang cantik bahkan saat masuk sekolah ini jujur Satria langsung menyukainya. Tapi sikapnya ternyata jauh terbalik dari parasnya yang ayu.

"Banci, kenalan dong," timpal Sicilia yang duduk di kursi sambil menikmati makanannya. Sontak saja semua orang di kantin itu langsung tertawa tidak terkecuali adik kelasnya.

Satria kembali menghiraukan mereka dan langsung membeli dua botol air mineral dengan uangnya. Setelah itu buru-buru dia kembali, di jam istirahat ini Satria sudah terbiasa untuk tidak makan siang, dia biasanya baru makan setelah pulang sekolah. Setelah selesai membeli air mineral dia akhirnya berjalan kembali menuju ke kelasnya.

Saat dia sedang menaiki tangga tiba-tiba saja terdengar langkah kaki di belakangnya, Satria sebenarnya mendengarnya namun dia sudah tidak peduli meski ada yang berniat mencelakainya. Sentuhan tangan terasa di punggungnya, terdengar juga suara lakban yang dilepas barulah Satria menoleh ke belakang. Ternyata di belakangnya sudah ada wanita cantik yang sudah melepaskan kertas di punggungnya.

"Reina," ujar Satria. Gadis itu adalah siswi kelas X, jika dibandingkan yang lainnya selama ini dia sering bersikap baik kepada Satria. Namun bagi Satria saat ini dia sudah sulit untuk percaya kepada orang lain, sudah banyak peristiwa dimana kepercayaannya kepada orang lain malah berbuah jebakan memalukan untuknya.

Satria masih ingat dulu waktu kelas X Maya pernah bersikap baik padanya, bahkan dia bilang mencintai dirinya. Satria sudah sangat senang kala itu, tapi Maya meminta syarat agar dia menembaknya di saat orang-orang berkumpul sebelum upacara bendera pada hari senin. Satria yang dimabuk cinta langsung melakukannya karena percaya Maya akan menerimanya, namun kenyataannya dia malah dipermalukan dengan sangat tidak manusiawi. Bukan hanya menolaknya tapi Maya juga merendahkannya.

"Kenapa kak Satria tidak melepasnya sendiri? Bukankah kakak juga menyadarinya?" tanya Reina sambil melihat tulisan yang tadi dia lepas.

"Aku tidak peduli, tidak ada untungnya aku melepasnya. Aku tetap akan dihina bagaimanapun caranya," kata Satria sambil kembali menaiki tangga.

"Akhir-akhir ini kak Satria kelihatan semakin murung, apa kakak baik-baik saja?" tanya Reina sambil berjalan mengikuti Satria.

"Aku hanya kurang tidur saja karena menunggu waktu berlalu. Kau sendiri seharusnya tidak usah terlibat denganku, meskipun ayahmu juga orang yang penting dan memiliki kedudukan tinggi. Tapi jika dikeroyok ayah mereka maka keluargamu tetap akan kesusahan, karena itu jangan susahkan ayahmu. Kasihanilah dia," jawab Satria dengan dingin.

"Aku adalah siswa paling dibenci di sekolah ini baik oleh siswa maupun guru, aku tidak membutuhkan pertolongan siapapun. Aku tidak membutuhkan rasa peduli dari siapapun, aku akan selamanya hidup dengan kebencian ini. Aku bukanlah orang baik seperti yang kau pikirkan, karena itu aku akan mengingat siksaan ini seumur hidupku dan memberikan mereka semua balasannya suatu saat nanti!" sambung Satria, tersirat jelas dendam yang membara di dalam perkataannya.

Reina langsung terdiam dan tidak banyak bicara meski terus berjalan di belakang Satria. Sedangkan Satria sendiri langsung menuju ke ruangan kelasnya di lantai lima. Sesampainya di kelas terlihat kalau Andre dan teman-temannya sedang makan makanan dengan menu mewah, kelihatannya mereka memang membawa bekal hari ini. Di samping makanan yang ada di meja, terlihat juga beberapa gelas berisi jus buah-buahan.

"Lama amat kau banci!" hardik Andre sambil terus mengunyah makanannya.

"Iya nih, kita sudah haus dari tadi. Jalanmu lambat amat kaya siput!" timpal Leo yang langsung berdiri mendekati Satria.

"Apaan nih beli dua doang?!" bentak Leo sembari melotot melihat dua botol air mineral di tangan Satria.

"Kan aku sudah bilang hari ini bawa uang sepuluh ribu doang," jawab Satria.

"Eh, kau denger tidak kalau kami tadi tidak mau tahu? Dasar budek!" bentak Leo sambil mencekik leher Satria lalu berteriak di dekat telinga kirinya.

Bersambung…

次の章へ