webnovel

Kakek Rossan

"Sekarang ijinkan aku yang bertanya." kakek meletakkan kedua siku tangan di meja dan menyatukan telapak tangannya. Air mukanya serius.

Arvy menyadari perubahan sikap kakeknya.

"Kemarin kau memukul salah satu teman..ah maksudku salah satu kenalan kakek. Apa kau…." kakek menghela napas. "…sudah tahu semuanya?"

Mereka berdua saling pandang. Sampai kemudian Arvy menjawab dengan tenang. Karena ia harus mengumpulkan banyak informasi tentang pria asing itu.

"Kenapa kakek selalu salah menyebutnya sebagai teman lama?" Arvy meminum minumannya dengan elegan.

"Apa?"

"Aku mendengarnya dua kali ini. Yang pertama saat aku membawakanmu vas bunga dan sekarang kau menyebutnya teman lama lagi. Apa dia…benar benar teman lama kakek?"

"Haha," kakek tiba tiba tertawa membuat Arvy bingung. "Apa yang sebenarnya kau bayangkan?"

"Aku bertanya serius."

"Aku tahu. Tapi bukankah kakek yang bertanya duluan? Harusnya kau menjawabku dengan benar." raut wajah kakek kembali serius. Tawanya tadi hanya untuk mengecoh.

"Jika aku tahu semuanya apa yang akan kakek lakukan?"

"Begitu ya. Rupanya kau belum tahu semuanya."

"Cih." Arvy membuang muka.

"Apa yang ingin kau tanyakan? Siapa pria itu? Namanya? Identitasnya? Kenapa dia selalu muncul di sekitar keluarga kita? Apa dia ada hubungannya dengan masalah Valen? Apa dia kenal dengan Holan? Atau…apa tujuannya yang sebenarnya?"

"Sepertinya aku tidak perlu menyusunnya agar lebih mudah. Itu berarti kakek berhutang informasi padaku."

"Kata katamu bagus juga. 'Berhutang informasi' ya… hemmm" kakek nampak berpikir sejenak. "Kalau begitu begini saja. Kau harus menukar semua informasi yang akan kuberikan dengan sesuatu."

"Apa? Memang apa yang kakek inginkan dariku? Menjadi penjaga putrinya Holan? Seperti yang kakek minta sebelumnya?"

"Eh? Kau tahu tentang Amy juga rupanya."

"Tentu saja. Aku sudah terlalu banyak tahu. Cucu tirimu yang sangat kau benci ini…." Arvy menggertakkan giginya. "Sudah terlalu banyak mengetahui rahasiamu. Apa karena Holan mengetahui banyak tentang pria bernama Rataka itu? Jadi kau memperlakukan ayahku dengan berbeda? Aku penasaran dari panti asuhan mana kau memungutnya."

Brak!

Kakek menggebrak meja dengan penuh emosi. Amarahnya hampir saja keluar namun beliau berusaha menahannya dan berbicara dengan tenang.

"Ayahmu….bukan anak tiriku."

"Aku tahu. Aku hanya berjaga jaga, mungkin saja kau lupa eksistensinya."

"Kenapa….." kakek memegang kepalanya, ia meremas erat tongkat di tangan kirinya. Seorang pria ber jas yang melayani Rossan masuk dan khawatir setelah mendengar gebrakan meja.

"Direktur!"

Kakek mengangkat tangannya memberi tanda aman.

"Aku baik baik saja. Keluarlah."

Pengawal itu menatap tajam ke arah Arvy. Arvy hanya menatapnya dengan wajah datar.

"Kubilang keluar!" teriak kakek. 

Baru setelah itu, pengawal mengangguk sopan ke arah direktur lalu keluar.

"Aku tidak akan menjawab apapun tentang ayahmu padaku. Kau yang harus bertanya sendiri kepadanya."

Arvy terdiam, ia mengingat lagi saat ayahnya bilang untuk tidak terlalu membenci kakeknya.

"Kenapa kek? Apa ada sesuatu yang aku tidak tahu?"

"Kau sangat membutuhkannya saat ini? Apa kau bahkan akan menuruti apa yang aku minta atau percaya dengan apa yang kukatakan?"

"Apa?" Arvy mengerutkan dahinya.

"Rataka….Aku akan memberimu semua informasi tentangnya. Semuanya."

Arvy mendadak diam.

"Dia tangan kananku yang aku kirim untuk menjadi pengawal Amy dan patuh pada perintah Holan."

"A…apa?"

"Aku tidak main main sama memintamu untuk ikut serta menjaga Amy. Kau tidak tahu betapa pentingnya sepupumu itu. Demi keberlangsungan keluarga kita!" kakek tiba tiba berteriak. "Demi keberlangsungan bangsa ini!"

Arvy tertegun mendengarnya. Kakek sangat bersungguh sungguh dan serius.

"Aku juga sudah mendengar dari Rataka, Holan memberitahunya bahwa kau sempat menyekap Valen di apartemenmu. Benar bukan?"

Arvy hanya diam menatapnya.

"Kau mendapatkan informasi darinya bukan? Ramon….kau pasti mendengar nama itu darinya."

"Kakek yakin pria itu (Rataka) bukan penipu? Apa kakek tahu dia bekerja di perusahaan pengawalan?"

"Aku yang menempatkannya di sana. Karena kau terus terusan mencarinya."

Arvy tersenyum miris. Ia bahkan tak habis pikir bahwa itu ulah kakeknya. Dari awal ternyata Rossan tahu kalau Arvy sangat penasaran pada Rataka. Ia yakin kakek pasti mengawasinya sejak kejadian Valen.

"Berapa banyak yang kau dengar?" tanya kakek. "Sampai mana yang kau dengar dari bedebah sialan (Valen) itu?"

"Amy…" Arvy mulai merasa tidak nyaman namun ia harus mengetahuinya. "Dia adalah gadis yang ditumbalkan oleh Ramon. Dan Alfa adalah mantan mata mata yang mengawasinya, namun sekarang ia berpihak pada Amy. Ia tidak menyinggung tentang Rataka, tapi aku sempat mendengar dia hampir menyebut namanya. Jadi aku pikir, Rataka adalah sekutu mereka, dan kalau bukan berarti dia musuh mereka."

"Mudahnya, Rataka adalah pengawal Amy."

"Sejak kapan?"

"Sejak dia masuk ke keluarga ini. Sejak Nadia…koma."

"APA?!"

"Kau mau mendengarnya lebih jauh lagi?" tantang kakek.

Arvy membisu.

"Ayahmu….mengetahui bahwa kakaknya (Nadia) bukanlah manusia biasa. Dia adalah perempuan yang diinginkan Ramon untuk menjadi tumbal. Sama seperti Amy."

"Apa? Tante Nadia juga?"

"Holan….jangan terlalu curiga pada pamanmu."

"Kenapa begitu?"

"Dia tidak tahu apa-apa soal Ramon ataupun kelompoknya."

"Tapi ini kan menyangkut isterinya. Bagaimana mungkin kakek tega tidak memberitahunya?"

"Anak muda sepertimu tahu apa? Kau tahu siapa Holan sebenarnya?"

"Apa maksud kakek?"

"Dia adalah salah satu yang bisa membekukan mantra di keluarga ini, sama seperti putrinya, Amy." sayangnya kakek hanya menjawabnya dalam hati. Ia masih ragu untuk memberitahu Arvy tentang itu.

"Jadi maksud kakek…ayahku…kau sengaja memberinya tugas untuk mengurus perusahaan agar…."

"Kau memang anak yang cerdas Arvy. Karena itulah aku yakin kau akan mengerti pada situasi yang sebenarnya terjadi." kakek mengangguk. "Ardana tidak boleh masuk dalam permasalahan ini. Jika terlalu banyak orangku yang terlibat. Aku tidak bisa mengontrol lagi. Usiaku sudah semakin habis, Nak. Karena itu, lakukanlah satu hal untukku."

"Yah lagi pula kakek sudah memberitahuku tentang semuanya kan. Memangnya apa itu?"

"Bergabunglah dengan Rataka."

"HA?! Apa kakek sudah gi…" Arvy menutup mulutnya. Ia tahu kata itu tidak sopan.

"Iya. Kakekmu ini memang sudah gila. Aku sudah terlalu lama hidup sampai menjadi gila."

"Maaf, bukan begitu maksudku."

"Datanglah pada Taka. Katakan kau akan bergabung menjadi orang yang akan melindungi keluarga kita."

"Aku masih tidak paham. Jadi tante Nadia, koma gara gara orang bernama Ramon itu? Apa itu masuk akal?" Arvy heran. "Aku tahu kakek belum bisa memberitahuku kenapa Amy menjadi penyelamat keluarga kita, dan aku akan mencoba tidak mencari tahunya sampai kakek memberitahuku sendiri. Lalu bagaimana dengan Paman (Holan)? dan alasan apa yang membuat kakek ingin aku bergabung dengannya?"

"Aishhh pertanyaanmu banyak sekali. Apa ini ujian hah?!" namun kakek tetap menjawabnya.

"Aku mengirim Taka pada Holan agar Holan tidak keluar dari batasan dan mencari pelaku yang membuat isterinya sakit. Jadi jangan pernah menyinggung apapun tentang Ramon, atau kelompok sesat yang kau dengar itu, karena pamanmu tidak tahu apa apa, selain ingin mengapa pelaku dan memenjarakannya secara hukum. Aku tahu kau indigo, Arvy. Bukankah kau bisa merasakan auranya? Dan juga Amy? Dan juga Rataka?"

次の章へ