"Besok apa kalian ada kesibukan?" tanya Dio pada Alfa dan Amy.
"Alfa masih harus banyak istirahat. Kita masih libur kerja," jawab Amy.
"Kalau begitu, besok aku ingin meminjam Amy sebentar."
Alfa dan Amy menoleh dengan mulut penuh.
Dio pun menjelaskan.
"Ada yang harus aku bicarakan padamu."
"Tidak apa apa, Kak. Bawa saja dia, kalau perlu kirim saja ke bulan dan ke luar angkasa. Aku ikhlas." canda Alfa.
Amy hendak memukulnya lagi namun ia batalkan karena penasaran dengan penjelasan Dio.
"Ada apa? Apa menemui kakek?"
"Kakek?" Dio bingung kenapa tiba tiba menyebut kakek.
"Kata ayah kau diminta ke rumah kakek kan tadi."
Dio segera memahaminya dengan cepat. Itu pasti alasan dari ayah yang diberikan pada Amy. Untung ia bisa nyambung dengan cepat.
"Oh itu, iya. Aku memang tadi ke sana. Tapi urusan dengan kakek sudah selesai. Aku hanya diminta ayah memberi kakek sesuatu. Setelah memberikannya aku pulang."
"Sesuatu? Apa itu?"
Amy masih saja penasaran.
"Tidak tahu juga. Karena itu di dalam boks yang tingginya seukuran botol alkohol dan dibungkus rapi seperti kado. Tapi aku menebaknya itu anggur paling mahal dan langka"
"Ah begitu ya."
"Kenapa kau curigaan sekali sih? Kau membuat ayah terlihat buruk tahu."
Amy berdehem. "Toh aku sudah meminta maaf."
"Pasti setengah hati bilangnya."
"Dari pada itu, apa yang akan kita lakukan besok? Mau kemana?"
"Nanti malam aku chat."
"Ya baiklah, terserah kau." Amy nampak tidak begitu peduli, namun saat ia melirik kakaknya yang terlihat tersenyum sedari tadi ia merasa ada yang janggal. Seolah yang buruk telah terjadi dengannya, seolah Dio tengah menyembunyikan sesuatu yang penting. Namun ia akan menahannya sampai Dio memberitahukannya sendiri padanya.
Ting tong!
Seseorang tiba tiba membunyikan bel pintu. Alfa dan Amy terkejut.
"Aku memesan makanan lagi untuk kalian."
"APA?" kata Alfa dan Amy bersamaan.
"Wah sepertinya kau sedang merayakan sesuatu hari ini, Kak?" Alfa senang.
"Sebentar aku akan mengambilnya."
Dio berdiri dan melangkah menuju pintu. Amy melihatnya dengan wajah serius, ia makin yakin ada yang tidak beres dengan kakaknya, yah meskipun Dio memang sering mentraktir dia dan Alfa, namun kali ini ia merasakan ada atmosfer yang berbeda.
"Taraaa…Pizzaaa…makanan kesukaan kalian!"
Dio datang dengan dua kardus pizza.
"Waaahhh," Alfa menerimanya dan membukanya. Asap masih mengepul di kedua pizza itu. Dio tersenyum melihat Alfa senang menerimanya.
Amy meliriknya. "Kau kan dokter, kenapa membeli banyak fastfood untuk kami?"
"Lain kali aku akan membelikan salad, kalau kau mau." Dio tersenyum.
"Jangan tersenyum lebar bodoh," Amy mengalihkan wajahnya karena sebal melihat kakaknya yang sedari terus tersenyum.
"Apa dia sedang berada di taman kanak kanak yang mengharuskannya tersenyum setiap saat? Dasar Dio bodoh!" batin Amy.
***
Paginya, Dio mengunjungi sebuah kafe yang nyaman dan tidak terlalu ramai pagi itu. Ia memesan dessert manis dan jus cokelat kesukaan Amy pada pelayan. tidak lupa ia menghubungi Alfa melalui panggilan telepon. Hari ini adalah hari yang penting, ia harus memberitahunya juga.
"Halo, Kak. Ada apa?" tanya Alfa. "Oh ya, Amy sudah pergi, mungkin sebentar lagi sampai."
"Bukan, bukan itu yang mau kutanyakan."
Alfa heran.
"Sebenarnya…aku akan pindah ke luar kota."
"Eh?"
"Maaf aku memberitahumu lewat telepon begini. Aku juga tidak bisa sering mengunjungi kalian lagi."
"Sayang sekali, tapi aku akan menghormati keputusanmu. Kau pasti punya alasan melakukannya."
"Karena itu aku bertemu dengan Amy hari ini. Jika aku memberitahunya tadi malam dia pasti tidak bisa tidur semalaman."
"Apa kau berangkat hari ini langsung?"
"Iya," Dio menjawabnya sedih. "Karena itu aku titip Amy, aku bersyukur ada kau yang berada di sisinya hampir 24 jam. Jika bersamamu aku lega, Fa."
"Aku akan menjaganya, Kak. Jangan khawatir. Siapa yang akan mengantarkanmu, Kak."
"Aku akan pergi ke stasiun sendiri."
"Sendirian?!"
"Iya."
"Apa tidak lebih baik bersama Amy?"
"Entahlah. Ku harap kau kemari dua jam lagi untuk membawa Amy pulang."
"Aku akan ke sana."
"Terima kasih. Nanti kukirim lokasinya."
"Baiklah."
Setelah menutupnya Alfa merasa sedih dan menyayangkan hal tersebut. Kak Arvy jarang mengunjungi mereka, namun Kak Dio hampir setiap minggu datang dan mentraktir makanan untuk Dio dan Amy.
"Kita pasti akan kesepian setelah ini," kata Alfa sedih.
Beberapa gadis yang bergerombol di meja dekat Dio, senyum senyum dan terpesona padanya. Dio menyadarinya dan hanya mengangguk ramah sembari tersenyum lebar.
"Kenapa mereka terus tersenyum padaku ya?' batin Dio heran sendiri sembari memiringkan kepalanya.
"Astaga…tampan sekali…" bisik gadis gadis muda itu.
"Kenapa dia datang sendirian? Apa dia tidak punya pacar?"
"Haruskah kita mendekatinya?"
"Ayo kita minta foto bareng dan pos di sosial media."
"Sepertinya dia baik. Ayo dekati saja."
Tiga gadis cantik dan fashionable itu mendekati Dio. Dio agak terkejut melihat mereka berdiri di samping mejanya.
"Permisi, Kak."
"Eh iya. Ada apa ya?"
"Bolehkah kita minta foto bareng?"
"Ha? Denganku?"
Tiga gadis itu mengangguk semangat.
"Tapi aku bukan selebriti."
"Kami tahu, boleh ya, Kak? Sekali saja kok" pinta mereka dengan imut sembari menodongkan ponsel ke depan Dio.
Dio merasa itu aneh karena dia bukan artis, ia juga merasa tidak setampan itu untuk diajak foto. Namun Dio merasa tidak enak kalau menolak mereka. Dio hendak mengambil ponsel itu namun tiba tiba.
Hap!
Seseorang mengambilnya. Itu adalah Amy.
Gadis-gadis itu menoleh dan mendapati seorang gadis cantik nan imut memakai gaun merah muda, dengan aksesori gelang dan kalung cantik, serta riasan tipis yang cantik dan gaya rambut yang manis, bak girlfriendable.
"Siapa gadis ini?" mereka bertanya tanya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Amy sewot pada mereka sembari mengembalikan ponselnya. "Ambil ini dan kembali ke mejamu."
"Mengganggu saja. Kau ini siapa?"
"Aku? Kau bertanya siapa gadis cantik yang mendatangi meja pria tampan di hadapan kalian ini? Kau tidak bisa menebaknya?"
Dio menahan tawanya. Ia tidak percaya Amy mengenakan aksesori seolah pergi kencan, namun dalam hatinya ia senang karena Amy hanya bersikap melindunginya.
"Tuh kan dia pasti punya pacar." bisik salah satunya pada temannya yang lain.
"Maafkan kami karena mengganggu pacarmu."
Setelah mengatakannya mereka kembali ke meja mereka.
Amy lalu duduk di sana sembari menyibak rambutnya yang tergerai dengan angkuh.
"Selamat datang princess Amy," goda Dio.
"Kau mau mati?"
Dio semakin tak bisa menahan tawanya.
"Apa semua ini?" Dio memegang gelang di tangan Amy dan menunjuk kalung yang Amy kenakan. "Kau terlihat aneh dengan itu semua."
"Aku tahu! Tadi aku tidak sengaja lihat mereka mengganggumu saat aku baru sampai di depan pintu. Jadi aku cepat cepat memakainya." Amy melepaskan kalung dan gelang yang sebenarnya membuat kulitnya gatal itu.
Dio tak bisa berhenti menertawakannya.
"Kenapa kau terus tertawa? Kau kira aku badut? Cih."
"Maaf," Di berhenti tertawa. "Kau terlihat cantik hari ini." Dio melihat penampilan adiknya dengan gaun cantik dan make up yang cocok dengannya.
"Kau buta? Aku memang cantik setiap hari." Amy membanggakan diri. "Bayangan ku di cermin bahkan memujiku."
"Astaga. Aku menyesal telah memujimu."