"APA? Apa kau gila? Kau mengatakannya karena bukan kau yang duduk di kursi sialan itu!" (kursi terdakwa) Valen emosi. "Apa yang dikatakan Tuan Ramon?"
"Tuan Ramon sudah tahu."
"Apa?"
"Dia sudah tahu kalau kau memanfaatkan Rowlett dan menggunakannya sebagai balas dendam pribadimu. Kau mempengaruhinya untuk menjadi pengkhianat sepertimu."
Valen menggebrak meja dan berdiri.
"Terus apa? Kenapa huh? Ramon akan membunuhku?!"
"Kau punya dua pilihan, mengakui semua tuduhan termasuk pengedar, atau Ramon yang akan membunuhmu dengan kedua tangannya sendiri
"Apa kau benar benar ingin menjadi pengikut setia Ramon, kau bahkan cuma si nomor 2 ingat itu."
Plak!
Okta menampar Valen.
"Kau membuat mata mata berharga kita hilang! Dan kau masih tidak tahu diri ?! jika pilar 7 mati, kau yang harus membayar nyawanya. Apa dari awal kau memang sesampah ini?."
Okta berdiri dan berbalik. Ia marah dan hendak meninggalkan ruangan.
"Kalau begitu aku akan membongkar sekte sialan kalian. Aku akan membongkarnya."
Okta berhenti dan menoleh sedikit ke samping.
"Bongkar saja. Kalau kau mampu membuka mulutmu." pilar nomor 2 kemudian kelar meninggalkan ruang kunjungan.
Pengadilan. Sidang ke 2.
"Saya akan menghadirkan saksi. Saksi silakan masuk."
Seorang suster memasuki ruang sidang. Ia mendorong seseorang yang berada di kursi roda, itu adalah Alfa.
Suster berbisik pada jaksa.
"Maaf Yang Mulia, karena kondisi kesehatan, saksi yang sekaligus korban penyintas ini," Jaksa menekankan kalimatnya di akhir. "harus segera kembali ke rumah sakit setelah memberikan kesaksiannya."
"Astaga apa itu korbannya?"
"Kasihan sekali"
"Padahal masih muda."
"Tubuhnya banyak yang diperban."
Pengunjung sidang berbisik bisik.
"Kurang ajar si Alfa, dia sudah baik baik saja kemarin, sekarang dia kayak mumi, pakai kursi roda segala, cih."
Sebenarnya alfa memang sudah membaik karena dia memiliki energi yang berada di luar batas manusia biasa, namun kondisinya saat pertama kali ditemukan memang tak jauh drai penampilannya saat ini dan ya…kursi roda adalah untuk mengecoh Valen, karena Holan diberitahu Taka bahwa Valen pasti akan menggunakan diagnosis kejiwaan. Holan pun memberitahu Alfa untuk membalas serangannya.
"Sampai pakai kursi roda."
"Jika anakku diperlakukan begitu aku pasti tidak ikhlas."
"Katanya sempat koma lama sekali."
"Gangguan kepribadian apanya, jelas jelas dia memang mau membunuh orang."
Bisik bisik pengunjung di sana.
Pengacara memantau kondisi pengunjung. Ia lalu berbisik pada Valen.
"Mereka membalas serangan kita Tuan."
"sengaja memakai kursi roda agar mendapat simpati dan mempengaruhi sentimen publik, ya. Dasar br*sek kau Alfa." Valen tidak bisa berhenti mengumpat.
"Jaksa, silakan beri pernyataan" kata hakim.
Jaksa mengangguk dan maju ke depan.
"Nama, Alfa, usia 21 tahun. Ia adalah saksi sekaligus korban dari tindak penyerangan dan penganiayaan dari terdakwa. Korban telah koma selama 7 minggu dan beruntung mampu bertahan dan kembali sadar. Korban penyintas akan memberikan saksinya."
Alfa berada di posisi saksi, lalu mengangkat tangan kanannya dan mengatakan sumpah saksi.
" saya bersumpah akan memberi kesaksian yang sejujur jujurnya, kalau terbukti palsu saya akan menerima hukumannya"
"Yang Mulia, ijinkan saya mengajukan pertanyaan pada saksi."
Hakim mengangguk. Jaksa maju ke depan Alfa.
"Jika anda masih kesulitan bicara anda hanya perlu menjawab iya, atau tidak."
"Saya baik baik saja. Terima kasih."
"Kalian bertemu di gedung kosong pada jam 17, benar begitu?"
"Iya," Alfa mengangguk.
"Sebelumnya anda mendapat panggilan dari teman anda, namun yang datang bukan teman anda melainkan orang asing yang menawarkan obat terlarang. Benar begitu?"
"Iya" Alfa mengangguk.
Suster yang berdiri di sampingnya selaku perawat, menyerahkan ponsel Alfa. Jaksa menerimanya dan dengan rekannya di meja jaksa, mereka menelusuri riwayat panggilan. Mereka menampilkannya di monitor.
"Teman anda yang bernama Rama, melakukan panggilan tak terjawab pukul 16.00, 16.08, 16.23, dan 16.38 baru korban mengangkatnya, sepertinya itu sangat mendesak hingga meneleponnya beberapa kali. lama panggilannya hanya 1 menit 49 detik. Apa yang kalian bicarakan dalam waktu sesingkat itu?"
***
Sementara itu.
Rataka yang menghadiri persidangan tidak mengetahui bahwa seseorang tengah berdiri di depan bar nya yang. Itu adalah Genio.
"Dinding pelindung?" Genio mengangkat salah satu sudut bibirnya, ini enteng untuknya.
Genio mengangkat tangannya lalu sembari menutup matanya, ia menghancurkan dinding itu, hingga urat lehernya terlihat, nampak itu bukan dinding pelindung murahan.
Setelah pelindung tempat itu hancur, Genio memberi perintah kepada 3 preman yang dibawa bersamanya untuk masuk lebih dulu untuk mengcek cctv dan menghancurkannya sehingga jejak Genio tidak terekam begitu ia masuk.
Preman itu merusak, membanting dan menghancurkan semuanya, kursi, meja, foto, pigura, kaca dan semua properti di bar itu, bahkan lemari alkohol. Genio naik ke lantai atas dan menemukan kamar kecil. Ia membukanya.
Dan benar dugaan Ramon, Taka tidak akan menyakiti Rowlett, malah dia tengah makan biskuit dan milk ice di kamar itu dengan selimut tebal dan suhu yang hangat, begitu melihat Genio, Rowlett berlari memeluknya.
"Aku yakin Kakak pasti akan menjemputku!"
Genio tersenyum dan mengelus puncak kepalanya.
"Kau baik baik saja? Apa dia hanya memberimu ini?"
Rowlett mengangguk.
"Kakak akan memberimu es krim dan manisan kesukaanmu yang banyak, setelah sampai di rumah."
"Benarkah? Kita akan pulang kan, Kak?"
"Tentu saja."
Genio membawa Rowlett keluar bar dan menancap gas mobilnya.
Mereka berdua berhenti di apartemen Amy.
"Kita mampir kemana dulu?"
"Rowlett di sini dulu. Kakak akan segera kembali."
Rowlett mengangguk, Genio memasuki gedung apartemen dan naik lift. Ia sampai di koridor menuju kamar Amy dan Alfa yang bersebelahan.
"Aku akan menangkapmu gadis cilik," Genio memakai sarung tangan hitam dan topi hitam serta masker hitam. Ia berusaha menghindari kontak mata dengan penghuni lain yang tak sengaja lewat.
Sesampainya di depan kamar Amy. Genio menekan bel pintunya. Ia menekannya berkali kali namun tak ada sahutan, begitu juga di kamar Alfa sebelahnya.
"Sial!" Genio membenturkan tangannya ke tembok. Ternyata Rataka sudah menyembunyikan gadis itu lebih dulu. Sialan!"
Genio lalu segera turun dan kembali ke mobil.
Sementara itu, ternyata Amy tengah berada di rumah kakek.
"Mau sampai kapan aku harus ada di sini?" Amy marah pada Rossan.
"Sudah kubilang ayahmu yang bilang kalau kau lebih aman di sini."
"Alfa sedang menghadiri persidangan dan aku tidak boleh menghadirinya? Padahal dia temanku sendiri? Kenapa ayah sangat egois?!" teriak Amy marah marah. Para pelayan kakek bingung bagaimana cara menenangkan nona muda.
"Aku tidak mau tahu, aku akan pergi ke sana!"
Amy berlari keluar namun pelayan wanita menangkapnya hingga terjadi kejar kejaran di seluruh rumah. Kakek yang duduk dengan tongkat kayunya pun pusing melihatnya.
"Nona muda! Jangan begini!"
"Jangan keluar!"
"Jangan kabur!"
"Nona muda tolong kembali!"
Kakek menghela napas dan menggeleng tanpa bisa melakukan apa apa.
Amy berhasil keluar dan lari ke mobil yang terparkir di sana, ia mengancam supir jika tidak menurutinya ia akan meminta kakek memecatnya. Alhasil Amy akhirnya kabur dari rumah kakek dan menuju ke gedung pengadilan.