Camelia akhirnya diperbolehkan untuk pulang karena dokter sudah mengizinkannya, dia pun merasa senang bisa ke luar dari rumah sakit. Sehingga dia tidak akan kembali melihat pria yang mengaku-ngaku sebagai ayahnya dan juga dia bisa mengurangi sedikit beban sang ibu untuk melakukan pekerjaannya.
Dia melihat ke arah sang ibu yang tengah membantunya untuk merapikan pakaiannya dan terlihat dari raut wajah sang ibu yang tampak berbeda. Camelia tahu pasti saat ini ada yang sedang dipikirkan oleh ibunya dan dia harus mengetahuinya.
"Ada apa, Bu?" tanya Camelia kepada sang ibu.
Sang ibu menghentikan apa yang sedang dilakukan olehnya dan dia berjalan mendekat kepada Camelia. Dia menghentikan langkahnya saat dia sudah berada di dekat putri yang sangat dia sayangi itu. Dia menatap putrinya dengan lekat dan tidak tahu harus memulainya dari mana untuk membicarakan kegelisahannya.
"Katakan ada apa? Jangan membuatku semakin khawatir?" Camelia kembali bertanya kepada sang ibu yang hanya menetapnya saja.
"Maafkanlah dia," jawab sang ibu sembari menatap putrinya itu.
"Apa yang Ibu maksud adalah pria itu?" Camelia kembali bertanya kepada sang ibu karena hanya orang itu saja yang bisa dia tangkap dari perkataan sang ibu kali ini.
Sang ibu menganggukkan kepalanya dan dia mengatakan jika pria itu memang benar ayah Camelia dan tidak bisa dipungkiri. Dia menjelaskan tentang apa yang sudah terjadi dan semua itu tidak sepenuhnya salah sang ayah yang lebih memilih bayi laki-laki dibandingkan Camelia.
Camelia terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh sang ibu dan dia masih tidak ingin memaafkan pria itu. Dia berpikir jika pria itu tetap saja sudah membuang dirinya bersama dengan sang ibu ke dalam pusaran penderitaan.
"Sampai kapan Ibu akan berpikir jika dia adalah pria dan ayah yang baik untukku? Padalah dia adalah sumber dari penderitaan kita selain nenek," Camelia berkata kepada sang ibu dan mempertanyakan akan hal itu juga.
Sang ibu menghela napasnya dan memegang tangan Camelia, dia kembali menjelaskan jika hidupnya memang harus seperti ini. Meski dia berusaha untuk mengubahnya tetapi nasib sudah berkata jika dirinya harus hidup penuh dengan perjuangan.
"Namun, Ibu sangat bersyukur dan bahagia sudah melahirkanmu dan merawatmu hingga menjadi wanita yang sangat cantik," Sang ibu berkata dengan lembut kepada Camelia dan tersenyum.
Terdengar suara pintu ruangan yang terbuka, pembicaraan yang mereka lakukan pun terhenti. Camelia melihat seorang pria dengan pakaian rapi dengan jas berwarna hitam berjalan mendekatinya.
Camelia tidak mengenal pria yang ada di depannya dan sudah berdiri tegap menetapnya dan juga menatap sang ibu. Dia sedikit tidak suka dengan tatapan pria itu kepada sang ibu yang memperlihatkan rasa tidak suaknya.
"Siapa kamu?" tanya Camelia kepada pria yang ada di depannya itu.
"Tuan Aksa, memerintahkanku untuk menjemput Anda kembali ke rumah," jawab pria itu dengan tegas dan sangat terasa tidak ingin ada bantahan dari Camelia.
Pria itu tidak lain adalah asisten dari Aksa Raymondo, dia sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi wanita muda yang ada di hadapannya. Dia merasa yakin jika Camelia pasti akan menolaknya dengan sangat keras sesuai dengan kepribadian sang tuan yang keras juga.
"Katakan pada tuanmu itu aku tidak perlu dijemput karena aku bisa pulang bersama dengan ibuku dan ke rumahku sendiri," Camelia berkata dengan tegas karena dia paham dengan apa yang dikatakan oleh pria yang ada di hadapannya itu.
Camelia tidak akan pernah pergi ke rumah pria itu karena baginya itu bukanlah rumah dia. Rumahnya adalah di mana rumah itu adalah tempat dirinya hidup sedari kecil hingga saat ini dan itu tidak akan pernah bisa dilupakan begitu saja. Apabila harus pergi maka dia pergi karena mengikuti pria yang sudah menjadi suaminya.
Sang ibu melihat dengan sangat jelas jika sang putri tidak ingin memberikan kesempatan kepada Aksa untuk menjadi ayahnya. Dia hanya ingin membuat Camelia bisa hidup bahagia dan lebih baik lagi karena itu sudah menjadi haknya dari seorang putri Aksa Raymundo.
"Sayang, bisakah Ibu meminta satu hal darimu?" tanya sang ibu yang ingin berusaha untuk menurunkan keras kepalanya sedikit.
"Apakah, Ibu ingin aku ke rumah pria yang sudah membuang kita?" Camelia balik bertanya kepada sang ibu.
"Berikan kesempatan bagi ayahmu untuk menebus semuanya. Paling tidak kamu bisa mencobanya beberapa hari saja," jawab sang ibu dengan perkataan yang lembut.
Sang ibu sangat berharap jika Camelia bisa pergi dari rumah dan hidup bersama pria yang merupakan ayah kandungnya. Dia juga ingin melihat sang putri bahagia dan tidak memikirkan kesulitan yang terjadi karena ulah sang nenek yang terus saja ingin menggunakan Camelia untuk memenuhi hasratnya yang suka berfoya-foya.
Dia terus berusaha mengatakan kepada sang putri untuk mencoba hidup dengan Aksa dan memaafkan atas semua yang sudah terjadi. Sang ibu yakin jika Camelia berada di dekat Aksa maka tidak akan ada yang bisa menyakiti putrinya.
Pria yang sedari tadi berdiri dan mendengarkan apa yang diucapkan Amelia merasa sedikit curiga karena wanita itu terlihat memaksakan keinginannya. Dia meyakini jika wanita itu sedang merencanakan sesuatu dan itu akan merugikan bagi sang tuan. Namun, dia tidak akan pernah membiarkan siapa saja mengacaukan kehidupan sang tuan.
"Baiklah aku akan mencobanya," Camelia berkata kepada sang ibu dan dia tahu jika sang ibu melakukan semua ini pasti ada alasannya.
"Kalau begitu Nona bisa mengikuti saya," Pria itu berkata dengan penuh hormat tetapi masih terlihat ketegasan dari setiap kalimat yang ke luar dari bibirnya.
Camelia pun beranjak dan dia berjalan ke luar dari ruang perawatan dan sang ibu selalu ada di sampingnya. Dia menghentikan langkahnya saat sudah berada di depan pintu ke luar dari rumah sakit, terlihat sebuah mobil mewah yang sudah menunggunya dengan seorang sopir. Pintu mobil sudah terbuka dan Camelia pun di persilakan untuk masuk, dia pun masuk ke dalam mobil dan menatap ke arah sang ibu.
"Ibu, cepat masuk," ucap Camelia kepada sang ibu yang hanya berdiri saja dan tidak masuk ke dalam mobil.
"Pergilah dan berusahalah untuk mendengarkan apa yang dia katakan," Sang ibu berkata sembari tersenyum.