webnovel

20. Perbuatan Kejam Makhluk Tak Kasat Mata

"Ya Tuhan, lindungilah aku dari semua siksaan ini, aku pasrahkan hidupku malam ini kepadamu ya Tuhan." dalam hati memohon doa.

"Hai anak muda, alasan kenapa aku memperlakukanmu seperti ini adalah kami semua di gunung ini sudah merasa terancam akan kehadiranmu yang memiliki satu kelebihan, salah satunya tadi saat kamu berhadapan dengan Rumini, dia salah satu penunggu paling sadis dan menyeramkan disini, tapi kamu berhasil mengalahkan dan membuatnya nurut padamu." ucapnya padaku.

"Banyak sekali sesama penghuni di gunung ini yang takut padanya, akan tetapi kamu bisa saja dengan tidak perlu bersusah payah membuatnya nurut kepadamu, itulah yang membuat kami semua khawatir akan kehadiranmu di sini yang membuat semua penghuni di Gunung ini marah dan murka padamu, akhirnya kami semua akan mengganggumu sampai ke puncak dan turun nanti." Ucap kakek tersebut kepadaku.

"Apa salahku kek, aku hanya membantu salah satu temanku yang mengalami gangguan, aku tidak ingin dia sampai menjadi seperti kalian di gunung ini." rintihku bertanya kepadanya

"Kamu tidak salah, tetapi kekuatanmu lah yang bisa membahayakan kami semua disini, karena itulah aku dan dua pengawalku muncul untuk menghalangimu sampai ke puncak yang bisa membahayakan para penghuni yang lainnya yang berada di puncak maupun di bawah." jawab kakek tersebut.

"Mohon maaf ya kek, salah satu kelebihanku membuat kalian semua disini merasa terusik dan terganggu, akan tetapi ingatlah bahwa kami adalah manusia makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna." jawabku belum selesai.

Belum selesai aku mengucapkan kalimat ku tiba-tiba saja kakek tersebut memukul sebelah kakiku dan berbunyi.

"klaaaaaaakkkkkkkk...."

Sakit sekali rasanya kakiku beriringan dengan bunyi klakkkk pada kakiku, aku berpikir bahwa kaki telah patah salah satu, aku meringis kesakitan sambil duduk menguatkan kaki yang patah ini aku sangat takut.

Kekuatanku satu-satunya untuk mendaki ke puncak sekarang saat salah satu kakiku telah patah karena pukulan dari tongkat kakek tersebut.

"Aduh sakit, kenapa kakiku ini aduh sakit." aku merasakan kesakitan.

"Ini salah satu teguran buat kamu, karena telah berusaha mengusik kami semua yang berada di gunung ini, sekarang kakimu telah patah satu, bisa saja semakin kamu ke atas semakin banyak bagian tubuh yang patah bahkan nyawamu bisa saja melayang." Ucap kakek tersebut.

"Sekarang keputusan ada di kamu wahai anak muda, apakah tetap memutuskan untuk melanjutkan pendakian ini sampai ke puncak atau kembali turun dengan keadaan selamat." ucap kakek tersebut memberikan pilihan kepada ku.

Aku hanya berdiam diri, tidak memberikan jawaban kepada rakyat tersebut, karena aku tidak ingin egois dengan alasan aku yang telah disakiti oleh penghuni di gunung ini, membuatku harus mengajak teman-teman untuk kembali turun akan tetapi aku juga tidak mau mengorbankan teman-temanku selama pendakian ini sampai ke puncak, mereka diganggu akan dikuasai oleh para penunggu di gunung-gunung ini pikiranku bimbang harus menentukan sebuah keputusan yang sangat sulit.

"Bagaimana wahai anak muda, apakah keputusan mu tetap melanjutkan pendakian mu atau turun?" tanya kakek tersebut kembali kepadaku.

"Aku tidak mau mengiyakan permintaan anda, tapi aku juga tidak mau mengorbankan teman-temanku kedepannya untuk kalian ganggu wahai makhluk halus yang kejam." ucapku mulai memberontak kepadanya.

Setelah aku mengucapkan kata-kata memberontak pada pengawal dari kakek tersebut, Jumali dan Jamali mendekatiku dan menghajar kembali tubuhku, aku tidak kuasa tubuhku yang kecil ini dihajar dua makhluk halus yang cukup besar ini, aku pun sangat khawatir akan keadaan tubuhku dan bagian organ dalam yang dihajar secara habis-habisan ini, "Oh Tuhan apakah ini cobaan bagiku yang memiliki salah satu kelebihan yang kau berikan." Rintihku.

Kepala, punggung dan kakiku ditendangi olehnya dan juga dipukuli senjata yang dibawa oleh pengawal-pengawal ini diarahkan kepada aku tubuhku penuh dengan luka sabetan sabetan, akibat dari senjata dua pengawal ini mulai bercucuran dari seluruh tubuhku aku pun sangat lemas kemungkinan saja apakah aku akan mati di gunung ini dan pulang hanya tinggal nama.

Jamali dan Jumali terus menendangi tubuhku, dua sosok ini terus mengintimidasi ku untuk segera memberikan keputusan apa yang aku akan perbuat apakah tetap melanjutkan atau turun dengan selamat.

Aku tidak mengeluarkan satu kata apapun, hanya ucapan takbir dan juga memohon pertolongan dari yang Maha Kuasa yang bisa aku keluarkan saat ini.

"Aku tidak ingin mengorbankan nyawa dan mimpi teman-temanku, tolong aku ya Tuhan." rintihku memohon pertolongan

"Baiklah anak muda, kalau keputusanmu tidak ingin memberikan jawaban, aku akan memberikanmu waktu untuk berikan jawaban, aku harap kamu akan kembali turun dan tidak membahayakan kami semua di gunung ini ."ucap kakek tersebut kepada aku.

"Aku mohon, jangan ganggu aku dan teman temanku ini yang ingin sampai ke puncak." berontak aku kepadanya.

"Akan tetapi kekuatan mu ini sangat membahayakan bagi kami semua para penghuni di gunung ini wahai anak muda." ucap kakek tersebut.

Setiap aku memberikan perlawanan dan setiap aku berkata untuk memberontak kakek tersebut, dua pengawalnya selalu menghajar tubuh habis-habisan.

"Ingat anak muda ini hanya sebagai pengingat dan juga teguran kepadamu, aku akan kembali nanti." Ucap kakek tersebut kepadaku.

Tiba-tiba saja muncul cahaya hitam di depanku yang membuat mataku tidak bisa melihat kedepan, aku mencoba menutup kedua mataku agar tidak pengaruh dengan cahaya hitam tersebut, saat aku melepaskan tanganku dan juga membuka kedua bola mataku dan ternyata sosok tersebut telah menghilang dari hadapanku.

Di alam bawah sadarku tadi, hidupku sudah berada di ujung tanduk, tubuhku penuh dengan darah yang bercucuran dari hidung, mulut, telinga dan juga seluruh tubuhku akibat sabetan dari senjata yang mereka bawa.

Akan tetapi saat aku kembali ke alam sadar ku sebagai manusia biasa, ternyata tubuhku penuh dengan luka memar, mulut dan juga hidung mengeluarkan darah seakan aku sehabis mimisan.

Aku mencoba membersihkan bekas-bekas darah yang ada di dalam tubuhku dan juga menutupi luka memar ada di dalam tubuhku ini.

Ternyata berbeda saat aku berada di dalam pengaruh alam bawah sadarku, disini tubuhku penuh dengan darah dan di saat aku kembali dalam kehidupan nyata aku ternyata darah tersebut menghilang dan hanya membekas sebuah memar pada tubuhku.

Aku melihat teman-temanku yang masih tetap menolong Putri masih tergeletak, karena pengaruh dari kakek yang memberikan teguran kepada ku, mengakibatkan Putri ikut merasakan dari teguran tersebut, bisa saja teman-temanku yang lain akan merasakannya di saat kami melanjutkan pendakian sampai ke puncak nanti.

Saat aku mulai membuka mata, aku menyapa teman-temanku yang berkumpul berada di dekat Putri dalam keadaan pingsan.

"Teman-teman apa yang terjadi pada kalian semua dan padaku, tolong bantu aku teman-teman." aku berteriak kepada mereka.

Siswanto dan Fajar pun berlari mendekat kepadaku dan mencoba menanyakan kondisi apa yang sedang aku alami.

"Apa yang terjadi kepadamu, kenapa hidung dan mulut mu ada bekas darah, dan juga kenapa tangan dan kakimu terdapat bekas memar yang cukup biru." tanya Siswanto kepadaku .

"Aku tidak apa apa, aku tadi hanya terbentur pohon ini dan jatuh mengenai batu yang ada di bawah ini." ucapku menutupi semua kejadian.

次の章へ