webnovel

Wind Breeze 10

William membuka pintu lemari penyimpanan dengan sangat kasar. Entah mengapa sikap Pierre benar-benar membuatnya kesal. "Awas saja pria itu! Dia belum tahu siapa aku sebenarnya."

Sambil mendengus kesal, William menarik celemek bersih yang tersimpan di lemari penyimpanan. Tiba-tiba ia terdiam setelah mengambil celemek itu. William terkekeh dan dengan sengaja menjatuhkan celemek yang ada di tangannya. Ia kemudian menginjak-injak celemek itu dan sedikit meludahinya.

Setelah itu, William kembali memungut celemek tersebut dan membawanya ke dapur untuk ia berikan pada Pierre. William tertawa di dalam hatinya ketika ia memberikan celemek yang sudah ia injak-injak dan ia ludahi kepada Pierre.

Sementara itu, Pierre mengerutkan keningnya ketika menerima celemek yang dibawakan William. "Apa tidak ada celemek yang lain?"

William menggelengkan kepalanya. "Hanya itu celemek yang bisa aku temukan. Yang lainnya masih ada di dalam bak cuci. Terserah kau mau memakainya atau tidak."

Pierre menelan ludahnya sambil menatap celemek di tangannya. "Terima kasih."

William menganggukkan kepalanya. Ia sekuat tenaga menahan tawanya ketika melihat ekspresi Pierre setelah menerima celemek yang ia bawakan. Pierre nampak ragu-ragu mengenakan celemek tersebut, namun ia tetap mengenakannya.

Sven yang melihat percakapan William dan Pierre hanya bisa mengulum tawanya. Ia menduga William pasti sudah melakukan sesuatu pada celemek yang ia berikan pada Pierre. Dan begitu Pierre berjalan ke arah Esmee, Sven langsung berbicara pada William.

"Willy, apa yang kau lakukan pada celemek itu?" tanya Sven dengan setengah berbisik.

William langsung menatap Sven dan tertawa pelan. Ia hampir tidak sanggup menahan tawanya. William melirik sebentar ke arah Pierre lalu berbisik pada Sven. "Aku hanya meludahinya sedikit."

Mata Sven membulat setelah mendengar jawaban yang diberikan William. Ia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Benar-benar kau, Will."

William terkekeh. Sven ikut terkekeh. Keduanya sama-sama melirik ke arah Pierre yang nampak canggung mengenakan celemek yang diberikan William. Mereka lalu terkikik bersamaan sambil kembali melanjutkan pekerjaan mereka.

----

Esmee meregangkan tubuhnya setelah sesi pertama restorannya berakhir. Marie sudah mengunci pintu restoran dan memasang tanda bahwa restoran sedang tutup. Semua pekerja yang ada di restoran D'Amelie kemudian istirahat bersama-sama di dapur.

"Kau baik-baik saja?" tanya Marie ketika ia masuk ke dapur dan melihat Esmee sedang memijat lehernya.

Esmee menganggukkan kepalanya. "Duduklah. Biar aku siapkan makan siang untuk kita semua."

Pierre yang berdiri tidak jauh dari tempat Esmee berdiri langsung menyambar ucapan Esmee. "Kau istirahatlah. Biar aku yang buatkan makanan untuk kita semua."

"Jangan seperti itu, Pierre. Kau membuatku merasa tidak enak," ujar Esmee.

Pierre menghampiri Esmee dan memegang bahu Esmee dengan kedua tangannya. Ia kemudian menatap Esmee. Sementara itu, Marie yang merasa dirinya berdiri di antara Esmee dan Pierre memutuskan untuk melipir ke meja makan tempat William dan Sven berkumpul.

"Kau tidak perlu merasa tidak enak, Esmee. Aku melakukannya agar kau bisa beristirahat," ujar Pierre sambil menatap Esmee.

Esmee terdiam sebentar sambil menatap Pierre. Ia kemudian tersenyum simpul dan menganggukkan kepalanya. "Sekali lagi terima kasih. Aku tidak tahu bagaimana berterima kasih padamu."

Pierre menepuk bahu Esmee. "Melihatmu beristirahat sebentar, itu sudah cukup untukku."

Esmee berdecak pelan. "Panggil aku kalau kau memerlukan bantuan."

Pierre menganggukkan kepalanya. Esmee kemudian berjalan ke meja makan untuk bergabung bersama Marie dan yang lainnya.

"Nafsu makanku hilang," desis William. Ia bangkit berdiri tepat ketika Esmee baru saja duduk di kursinya.

Esmee keheranan melihat William yang tiba-tiba berdiri. "Kau mau makan di luar?"

William menganggukkan kepalanya sambil memasukkan kembali kursi yang tadi ia gunakan. "Aku pergi dulu."

Marie dan Sven saling lirik ketika William pergi meninggalkan meja makan. Sementara Esmee hanya mengangguk pelan dan membiarkan William pergi. Setelah William pergi, Esmee mendesah pelan sambil memijat lehernya.

----

William berjalan meninggalkan restoran D'Amelie sambil mendengus kesal. Suasana hatinya selalu berubah buruk tiap kali ia melihat Pierre yang mencoba mendekati Esmee. Sambil berjalan meninggalkan restoran, William mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Charles.

"Hei! Cepat jemput aku di restoran!" seru William begitu Charles menjawab telponnya.

"Kebetulan aku sedang berada di sekitar situ. Kau mau ke mana?" tanya Charles.

"Aku ingin makan siang," jawab William.

"Umm, baiklah. Tunggu sebentar. Aku segera ke sana." Charles mematikan sambungan telponnya dengan William.

William menghela nafas panjang dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Setelah itu ia berjalan di gang kecil yang berada di belakang restoran untuk menuju jalan utama.

Sambil berjalan, William melihat kondisi bangunan yang akan digunakan oleh ayahnya untuk membangun hotel butik di Riquewihr. Ia bergumam sambil memperhatikan bagian belakang deretan toko tersebut dan kembali mengeluarkan ponselnya. William kemudian mencari nomor ayahnya dan segera menghubunginya.

"Halo, William. Ayahmu sedang tidak bisa diganggu," ujar Naomi, Sekretaris ayahnya.

William mendesah pelan ketika Naomi menjawab telponnya. "Katakan pada orang tua itu dia bisa memulai renovasinya."

"Kau sudah berhasil membuat pemilik restoran itu menjualnya tempatnya?" tanya Naomi.

William menghela nafas panjang. "Katakan saja padanya untuk mulai melakukan renovasi bagian dalam secara bertahap."

"Bagaimana kalau pemilik restoran merasa terganggu? Mereka bisa melaporkan kita pada otoritas setempat," ujar Naomi.

"Sudah berapa lama kau bekerja untuk Alexander Hunter, Naomi? Seharusnya kau tidak perlu khawatir soal itu. Pria tua itu pasti bisa menangani semuanya. Kecuali masalah pemilik restoran yang entah mengapa dia memintaku yang mengurusnya," sahut William.

"Baiklah. Aku akan sampaikan padanya," timpal Naomi.

"Minta dia untuk menghubungiku setelah urusannya selesai." William kemudian memutus sambungan telponnya dengan Naomi. Ia lalu mempercepat langkahnya untuk sampai di jalan utama.

Tepat setelah William mencapai jalan utama, Charles sudah menunggunya dengan sepeda motornya. Charles langsung memberikan helm pada William. "Kau mau makan siang di mana?"

"Bawa aku sejauh mungkin dari restoran ini. Aku ingin memanjakan diriku sebentar," jawab William sambil mengenakan helm yang diberikan Charles. Setelah itu ia naik ke atas boncengan dan Charles segera mengendarai motornya untuk menjauh dari area sekitar restoran.

----

Esmee dan yang lainnya selesai menyantap makan siang mereka yang disiapkan oleh Pierre. Mereka semua memuji ratatouille buatan Pierre yang sangat lezat.

"Terima kasih atas makan siangnya, Pierre. Kau memang hebat," puji Marie.

Pierre menanggapi ucapan Marie sambil menganggukkan kepalanya. "Terima kasih, Marie."

"Bahan apa yang kau tambahkan ke dalam ratatouille buatanmu ini? Rasanya sedikit berbeda dengan yang biasa aku makan," tanya Sven penasaran.

Pierre tertawa pelan. "Aku tidak menambahkan apapun. Aku menggunakan bahan-bahan yang sudah tersedia di sini."

Sven menatap Pierre dengan tatapan tidak percaya.

"Oh, come on, Sven. Aku benar-benar tidak menambahkan apapun," ujar Pierre.

"Sepertinya aku tadi melihatmu memasukkan sedikit kaldu sapi buatanku ke dalam ratatouille-mu," sela Esmee.

"Aku ketahuan," sahut Pierre.

Esmee dan yang lainnya langsung tertawa pelan melihat Pierre yang berpura-pura menutupi wajahnya. Pierre kemudian ikut tertawa bersama Esmee dan yang lainnya.

"Sepertinya waktu istirahat sudah selesai," ujar Marie setelah ia meilhat jam tangannya. Ia pun segera merapikan sisa bekas makannya dan membawanya ke bak cuci piring.

"Aku baru sadar kalau William tidak ada di sini," ucap Pierre sambil menatap Esmee.

"Dia pergi keluar," sahut Esmee.

Pierre menganggukkan kepalanya. Ia kemudian membantu merapikan sisa makan siang dan membawanya ke bak cuci piring. Setelah itu ia kembali berbicara pada Esmee. "Kau harus menelponnya. Sebentar lagi jam istirahat selesai dan dia harus kembali bekerja. Jangan sampai dia terlambat."

Esmee mengangguk pelan. "Aku akan menelponnya."

Esmee kemudian berjalan keluar meninggalkan dapur.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
次の章へ