Waktu berjalan cepat tanpa terasa, hingga matahari yang tadinya cerah menjadi semburat jingga.
"Ah, ternyata sudah cukup sore, Grand Duke" ujar Arabella ketika menyadari sudah dua jam berlalu sejak kedatangannya. Para pelayan dan kesatria pun sudah kembali ke posisi mereka untuk membantu menuangkan teh ataupun mengambilkan camilan karena pembicaraan rahasia sudah selesai. Kini mereka sedang berbincang santai tentang hal-hal remeh.
Julian tersenyum tipis, wajah cantik Arabella yang diterpa cahaya senja membuatnya tersenyum begitu saja.
"Bagaimana ini? Gawat.." gumam Julian pelan.
Para pelayan, kesatria, Felix, dan Arabella menoleh seketika.
"Ada apa, Tuan? Ada hal gawat apa? Apa yang membuat Anda bingung?" tanya Felix beruntun. Biasanya, jika Julian bergumam bingung begitu, ia sedang memutuskan untuk berperang dengan kelompok mana ataupun siapa yang harus ia bunuh.
"Kami siap menjaga kediaman ini dan kastil jika Anda akan pergi berperang lagi," timpal Lilia—kepala pelayan.
"Bukan begitu," Julian berkata dengan raut datar menatap Arabella.
"Apakah yang gawat adalah saya, Grand Duke?" tanya Arabella pelan. Ia merasa dirinyalah yang Julian maksud.
Julian mengangguk, "gawat. Karena Anda membuat jantung saya berdebar tak karuan dengan wajah cantik yang diterpa cahaya matahari sore," ujarnya.
Ah, Arabella seketika memalingkan wajahnya ke arah lain.
'DASAR GILA!!!!' jerit Arabella dan hati. Wajahnya terasa panas, bibirnya pun berkedut memaksa untuk Arabella melengkungkan senyuman.
Para pekerja yang mendengar itu melotot, "GRAND DUKE! SAYA TAU MUNGKIN ANDA SANGAT MENYUKAI WAJAH LADY ARABELLA, TAPI TOLONG!" Lilia tampak terengah-engah, "jangan sampai Anda memotong kepala Lady Arabella hanya karena suka dengan wajah cantiknya yang diterpa cahaya" lirih Lilia. Ia takut kepala Arabella dipotong oleh Julian yang gila itu.
Arabella melotot ngeri, "ja-jadi.. maksud Anda, karena itu.. Anda mau memotong kepala saya?" cicit Arabella. Ayolah, siapa yang tak takut jika dikatakan kepalanya akan dipotong? Meski Arabella sudah pernah mati sekali, tetap saja ia takut jika dipenggal.
"Tuan, saya mohon jernihkan pikiran Anda! Jika kepala Lady Arabella Anda potong, kalian tidak akan bisa berbincang lagi." Felix pun ternyata sama takutnya jika Arabella kenapa-kenapa. Tuannya, Julian Malven Kingston itu benar-benar berbahaya dan tidak tertebak. Felix tak akan membiarkan seorang Lady tak berdosa seperti Arabella meninggal begitu saja di tangan Julian.
"Apa yang kalian pikirkan?" tanya Julian dengan kening berkerut.
"Aku memuji Lady cantik, dan aku jadi semakin menyukainya. Bukan ingin memotong kepalanya, kalian terlalu berprasangka buruk padaku!" terang Julian datar.
"Oh!!" sontak semua orang menghela nafas lega. Hampir saja sore ini menjadi sore berdarah. Ternyata mereka semua salah paham.
"Jadi, Anda tidak akan memotong kepala saya?" tanya Arabella hati-hati.
Julian menggeleng.
"Anda.. tidak akan membahayakan saya?"
Lagi-lagi Julian menggeleng sebagai jawaban.
"Artinya, Anda tidak akan melakukan apapun yang bisa merenggut nyawa saya, kan? Seperti memotong tangan saya karena terlalu cantik, atau memotong kepala saya karena Anda suka, tidak, kan?" tanya Arabella dengan ekspresi meringis.
Julian terkekeh, membuat semua orang menatapnya waspada. Biasanya tawa Julian itu tak berarti bagus.
'Astaga, siapa yang menyangka tea time akan menjadi sehoror ini?!' pekik Arabella dalam hati.
"Anda tidak perlu setakut itu, Lady. Saya berjanji," Julian menjilat bibirnya dan mengembangkan senyum yang membuat wajahnya semakin tampan, "saya tidak akan menyakiti Anda, tidak akan membunuh Anda, tidak akan membahayakan Anda, dan.. justru saya akan melindungi Anda," tegas pria itu.
"Ah, begitu ya.. terima kasih." Akhirnya Arabella mendapatkan kepastian. Tadinya ia pikir, Julian ini pria labil yang agak berbahaya. Karena sebentar Julian bisa senang, sesaat kemudian Julian bisa menyeramkan. Jadi Arabella harus berhati-hati.
"Saya sudah merekam janji Anda dengan sihir, dan jika sampai saya benar-benar mati di tangan Anda, rekaman ini akan tersebar ke air mancur di seluruh daratan, tidak hanya benua ini. Agar semua orang tau bahwa seorang Grand Duke Malven adalah pria yang tidak bertanggung jawab atas janjinya. Dan semua orang juga akan tau bahwa saya adalah penyihir yang hebat jika bisa menyebarkan sihir seluas itu," ucap Arabella seraya mengeluarkan sebuah bola yang terlihat seperti air. Ia memang sengaja merekam apa yang Julian ucapkan agar dirinya aman dari pria itu.
"Oh? Anda itu.. sangat mempesona, saya jadi semakin-"
"Jika Anda ingin bilang Anda jadi semakin menyukai saya, tolong hentikan. Saya sudah terlalu sering mendengarnya," sela Arabella.
"Terlalu sering mendengarnya sampai Anda wajah Anda Semerah tomat, ya?" kekeh Julian mengejek.
Arabella memutar bola mata, "tidak, tuh. Anda salah lihat," elaknya. Padahal ya, memang begitu. Arabella malu setengah mati karena ini pertama kalinya ada orang segila Julian yang terus mengatakan perasaannya, betapa ia menyukai Arabella, bagaimana cantiknya Arabella, dan pujian-pujian lainnya sepanjang obrolan. Sungguh, rasanya wajah Arabella bisa meledak saking panasnya karena malu.
"Anda cantik, Lady. Apalagi saat Anda tersenyum dengan wajah memerah karena godaan saya," puji Julian dengan senyuman mempesona.
'Argh, demi Dewi! Kenapa Julian sangat mempesona? Padahal sebelum datang ke sini aku sudah menegaskan diri agar menjaga batas padanya, tapi dia terlalu pintar menggoda,' batin Arabella.
"Wajah Anda semakin memerah," lontar Julian ketika melihat pipi Arabella bersemu kemerahan, menambah kesan cantik dan manis di wajah wanita yang ia sukai.
"Grand Duke.. saya mohon hentikan," lirih Arabella.
"Hm?" Julian mengangkat alisnya, masih dengan senyum miring menggoda iman, "hentikan apa? Perasaan saya? Sayangnya tidak bisa, Lady."
"Saya tau kesannya seperti pria kurang ajar, tapi.. sejak pertemuan kita saat itu, setiap saat saya selalu memikirkan kembali bayangan wajah cantik Anda, dan juga setiap malam saya mengingat bagaimana lembutnya bi-"
"GRAND DUKE YANG SANGAT TAMPAN, SAYA SUNGGUH MENGAGUMI ANDA. BISAKAH ANDA HENTIKAN PUJIAN PADA SAYA DAN MEMBIARKAN SAYA YANG MEMBALAS PUJIAN UNTUK ANDA?!" pekik Arabella memotong ucapan Julian.
'GILA!!! Bisa gawat kalau sampai ada yang tau bahwa kami sempat berciuman di kereta api. Tidak boleh! Aku harus mencegahnya kapanpun agar kejadian itu tidak tersebar,' jerit Arabella dalam hati. Astaga, ia lelah karena sejak tadi Julian sungguh membuatnya senam jantung.
Tawa Julian pecah begitu saja, ia tertawa dengan lepas saking lucunya tingkah Arabella. Julian tau, Arabella pasti sangat takut jika sampai kejadian mereka berciuman itu tersebar.
"Ah, lucunya Anda, My Lady" kekeh Julian.
Duh, My Lady katanya?! Yang benar saja! Arabella merasa ingin gila saja saat ini juga.
"MY LADY?!" pekik Lilia dan Felix bersamaan.
"Apakah berarti Lady Arabella akan menjadi Duchess?!" pekik Lilia lagi.
"Berisik, Lilia" ketus Julian.