Upacara penerimaan langsung dimulai, sambutan diberikan oleh Tisbani, dia berpikir untuk tidak melakukan apapun lagi sesaat setelah dia berbicara.
"Tisbani cakep yak, liat tuh itunya aja gede, gas gih ambil," salah satu teman dalam barisannya berkata hal yang tidak senonoh sepertinya.
"Yeuu dasar lu, giliran yang gede aja diembat."
Begitulah percakapan mesum mereka yang terdengar jelas di telinga mereka berdua yang ada di depannya. Tiba-tiba saja teman mereka yang dibelakang mencolek mereka, namun itu tak disadari mereka berdua. Setelah melakukan hal tersebut, mereka bertolak seolah-olah tidak melakukan hal yang dilakukanna barusan.
"Gajelas."
Setelah pembacaan pidato yang panjang kali lebar oleh Tisbani, ada sambutan guru yang sepertinya Arya mengenalnya dan dua detik setelah masuk ke panggung ia baru sadar orang yang ia pikirkan barusan. "Hah!! Diaa kokk...."
"Lu kenapa, Ar, lu ada kenal tu guru?" tanya Sefa yang menyadari perubahan mukanya yang menjadi lebih mengkerut, karena seseorang yang ia liat di depannya.
"Nanti aja gue jelasin, kalau disini bisa kedengaran."
Guru tersebut dengan sok berwibawanya melakukan perapihan baju dan menyalakan mic, sepertinya ia adalah orang yang tidak siap secara fisik untuk berbicara di depan orang banyak.
"Se-se-se-se-se-sel-sel-sela-selam," kata guru tersebut yang tidak bisa berbicara dengan baik karena terlalu gugup.
Tiba-tiba saja tawa begitu pecah diantara mereka, sedangkan Arya terheran-heran dengan guru yang satu ini, ketika ia ribut dan mencari masalah dengan orang ini dia bisa begitu lancar berbicara dengan kata-kata kasarnya, sedangkan saat ini di depan semua orang guru tersebut malah berkebalikan seperti itu.
"Sse-sel-selamat p-p-a-gi, semuanya, pe-perkenalkan nama saya pak Riyan, s-saya akan menjadi w-wali kelas 1-4, mohon kerja samanya."
Sekali lagi, Arya terkejut dengan statement yang dibuat oleh Pak Riyan, dia akan menjadi wali kelas untuk dirinya. Dia benar-benar tidak terima dengan apa yang terjadi di masa lalunya. Semoga saja ada yang berbicara ketidaknyamanan seperti itu.
"SAYA GAK MAU PUNYA WALI KELAS YANG NGOMONG AJA BELEPOTAN, MALU MALUIN!!"
Suara tersebut sudah jelas dari belakang tepatnya di barisan kesembilan setelah Arya, ini sudah jelas merupakan hal memalukan, tapi bodohnya ada orang lain yang menyaut hal yang serupa dan seketika isi ruangan menjadi lebih gaduh.
"Hahaha, bagus deh ada yang mewakili, jadi gue pikir kalau ada orang yang seneng dia jadi wali kelas itu pemikiran udah aneh banget."
Guru-guru tersebut tidak dapat menghindarinya, karena kelas 1-4 sengaja dirancang untuk kelas dengan kepribadian yang buruk dan tidak bermoral, sehingga mereka pastinya diciptakan untuk menghancurkan wali kelas yang mereka punya. Itu sudah terjadi sejak tujuh angkatan yang lalu, sejak ada kejadian wali kelas yang pacaran dengan anak muridnya.
"Hahaha, yang kek gini jadi wali kelas? Buang aja! Ntar juga dijailin sama kita juga tu guru kicep," lanjut salah satu dari mereka yang sepertinya membenci pembawaan pertama dari guru tersebut.
"Saya yakin banyak dari kalian yang tidak menyukai saya, terutama salah satu anak murid kelas 1-4 yang ada di salah satu barisan. Dia pernah menemui saya di suatu tempat dan mengata-ngatai saya dengan bahasa yang tidak pantas. Apakah itu yang dinamakan didikan dari sekolah elite? Yang punya prestasi olahraga terbaik? Ingatlah, di masa depan ucapanmu sendiri akan membunuhmu," tiba-tiba guru tersebut menjadi lancar berbicara dengan begitu ngegas.
"Apaan sih guru culun, nyaut aja!" kata Sefa yang kesal, karena temannya disindir dengan jelas dihadapan semua orang.
Gaya berpakaian guru tersebut yang tidak lebih seperti seorang jamet yang keluar dari rumah, yang berniat menggunakan pakaian modis, tapi malah terlihat seperti orang culun. Mungkin inilah yang membuat mereka malu atau bahkan benci dengan orang seperti guru tersebut mengajar.
Pidato panjang lebar untuk upacara penerimaan selama 80 menit, dilanjutkan dengan sesi perkenalan siswa di kelas masing-masing. Menunggu siswa tersebut masuk seluruhnya ke dalam kelas dan mencoba untuk memikirkan sedikit tentang apa yang ia lihat.
"Eh-eh, kemarin lu nonton pertandingan MU sama Liverpool gak?" tanya Kevin, salah satu teman kelas Arya yang kebetulan seorang fans fanatik sepak bola.
Ternyata, posisi bangku mereka tidak akan diacak dan diperbolehkan bebas duduk dimanapun. Sefa berada di depan dan Arya berada di belakang Sefa. Pertama kalinya ia sangat mau duduk di depan, mungkin saja ini adalah sedikit keseriusannya menjadi seorang pelajar di SMA.
"Eh kalian ikut Chamelion United gak?" tanya salah satu perempuan yang ternyata mengikuti sedikit tentang sepak bola.
"Lu pikir masuk situ gampang!" ujar James yang sepertinya enggan untuk melakukan olahraga dan temannya menyindir dengan tujuan agar dia peka dengan isi kelas yang ternyata merupakan pemain sepak bola.
"Dibanding masuk klub Region Persija, gue lebih nyoba milih Jakarta Chamber FC, main di Liga 2, kalau liga 1 tesnya susah banget dan ituu bener-bener kek nyaring pemain berbakat. Ada kemungkinan calon nya lebih dari 1000 orang."
Semua orang sangat senang membahas sepak bola dan itu membuat Arya tertekan. Sekarang, ia malah terpikirkan untuk bermain futsal, dibandingkan bermain sepak bola. Apa bergunanya diri dia jika tidak mampu bermain sepak bola.
"Lebih enakan main futsal ga sie?" tanya Sefa yang sepertinya melawan topik yang mereka bicarakan.
Tiba-tiba wali kelas mereka, Pak Riyan datang ke kelas, melempar bukunya dan berdiri dengan gagah di depan bangku kelas, lalu memulai berbicara dengan membenarkan dasinya terlebih dahulu.
"Itu siapa yang bawa tongkat baseball! Emang kamu pikir sekarang pelajaran olahraga?" ujar guru tersebut yang tiba-tiba marah melihat tongkat tersebut berada diatas meja seorang siswa.
"Ahh bapak berisik!! Terserah saya dong mau ngapain kek."
"Wes lah sakarepmu bos, sing penting absen i kelas iki."
"Nama saya Pak Riyan, bakal jadi wali kelas kalian, mengajar mata pelajaran Matematika Umum, mohon kerja samanya," dia sambil membungkukan badannya untuk sekedar memberi rasa hormat pada siswanya.
"Kalau kenalan dengan berdiri kan udah biasa aja, sekarang biar bapak aja yang ngenalin kalian satu-satu dengan tebakan bapak."
"Kalau nyatanya bapak cuma mau sok akrab sama kita gunanya buat apa?" salah satu siswa tiba-tiba menyerang guru tersebut dengan pertanyaan yang menyulitkan.
"Saya tau kamu, kamu pasti anak karya ilmiah remaja, yang pernah pake zat kimia sampai salah satu temanmu sekarang, hubungan antara kamu dengannya sekarang benar-benar retak."
Anak itu terkejut. Ketika sang guru tersebut langsung menebak dengan benar apa yang dilakukannya di masa lalu da dengan benarnya.
"Mana ada, bapak pasti mau jatuhin saya, kan?" dia memasang raut muka pura-pura lupa dengan apa yang terjadi dengan masa lalu.
Tiba-tiba sebelum ia memperkenalkan satu-satu orang yang ada di situ, pertanyaan untuk seluruh murid disitu dilontarkan dengan nada yang cukup pelan.
"Apakah kalian tau tentang sex?"
Pertanyaan itu sukses membuat semua orang terdiam dan melumat ulang apa yang diucapkan oleh seorang "guru".