"Jef, gimana?" tanya Iko yang mengaburkan kesedihannya.
"Aaa? oh y-y-yaa," jawabnya tergagap, dia tersadar, tak ada waktu untuk mempertanyakan hal itu. Yang penting sekarang adalah keselamatan Anya.
Jefri mengambil beberapa kerikil dan membuangnya jauh ke atap sebuah rumah, selama berulang kali.
"TING! TAK!!"
Suara itu mampu memancing para zombi.
"Huarghh!! Huarghhhh!!"
Para zombi itu pergi, Jefri dan Iko langsung berlari tanpa suara menuju rumah Boni yang berada di sudut desa, dekat pohon bambu. Rumah gelap gulita itu, dibuka pintunya oleh Jefri tanpa susah payah, karena tak terkunci sama sekali.
Pintu ditutup perlahan setelah Iko masuk. Dengan cepat, Jefri menemukan saklar dan membantu Iko menutup gorden. Kemudian, ia memeriksa rumah Boni dengan waspada hingga dirasa aman.
"Kita harus membuat tandu untuk Anya," ujar Iko.
Jefri mengerti, ia langsung bergerak cepat mencari sesuatu di kamar Boni. Sedangkan Iko, pergi ke area dapur untuk mencari tongkat. Jefri keluar dengan membawa sebuah kain jarik dan selimut.
"Ini bisa mas?" tanyanya ke Iko yang sedang memegang pisau.
"Bisa," jawab Iko optimis. "Tapi kita butuh tongkat, kalau gagang sapu itu terlalu pendek untuk Anya yang tinggi," terangnya.
Jefri melihat sekitar dan tak menemukan kayu atau apapun. Ia lantas membuka pintu samping, mengintai sebentar dan keluar mencari kayu di dekat rumah Boni. Iko mengikutinya, mereka menemukan sebuah bambu panjang. Keduanya bergegas membawa bambu itu masuk ke dalam dapur.
Untung saja dapur Boni luas, jadi bambu itu mampu masuk dengan untuh. Dengan keahlian Iko, tak butuh waktu lama, tandu itu sudah siap untuk dipakai. Setelah merasa tandu itu cukup kuat, keduanya beralih dengan membuat alat pertahanan diri dari gagang sapu dan pel. Mereka juga membawa parang kepunyaan Boni.
Jefri dan Iko saling menguatkan sebelum keluar membawa tandu dan tombak baru. Mereka kembali menyusuri jalan tadi dengan langkah terburu. Baru sampai di sebuah belokan, mereka dikejutkan oleh beberapa zombi yang terlihat waspada.
Para zombi yang hanya berjumlah 3 itu, belum mengetahui keberadaan mereka. Sontak, keduanya harus mundur perlahan, agar tak terjadi keributan. Sayang disayang, kaki Iko tak sengaja menginjak sebuah ranting kering yang membuat keberadaan mereka terdeteksi.
"Huarghhhh!!!"
Para zombi itu menyerang. Karena tak ada waktu untuk lari, keduanya memutuskan untuk melawan balik.
"JLEB! JLEB! JLEB!"
Tombak baru mereka berfungsi dengan sangat baik. Para zombi itu langsung habis tak bersisa, akibat efek perut yang terisi penuh semalam, membuat tenaga keduanya melimpah ruah.
Dengan semangat, mereka berlari menuju area makam yang sudah sepi. Dari gapura, keduanya langsung tahu apa penyebabnya. Warung yang sudah ambruk itu, menarik begitu banyak zombi, hingga membuat area makan kosong melompong. Hal itu mereka pergunakan untuk kabur.
Anya segera dibawa dengan tandu dan tubuhnya di ikat dengan ikat pinggang milik Boni.
"Seperti punyaku," celetuk Boni ketika melihat ikat pinggang hitam, berlambang buaya.
"Memang punyamu," sahut Jefri dengan terengah.
Boni terkesiap.
"Tugasmu bawa Anya sama Om Indro, Aku dan Mas Iko akan jaga." Gantian Jefri yang memberi perintah. Ia lantas berpindah ke Sinta. "Ini buat Mbak, jangan ragu!" pesannya dengan memberikan parang.
Mereka mulai evakuasi menuju rumah Boni. Awalnya berjalan dengan lancar, mereka mampu lolos dari area makam tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Sialnya, ketika mereka hampir sampai di gang rumah Boni, ada beberapa zombi yang baru saja keluar dari gang itu.
Iko dan Jefri sudah siap untuk menyerang, namun dari arah lain, datang gerombolan zombi yang terlihat sangat agresif. Jefri dan Iko tak mampu melawan begitu banyaknya zombi yang berdatangan, karena itulah mereka memutuskan memutar arah, masuk lagi ke area makam.
"Huarghhh!!"
Lebih sialnya lagi, zombi yang dari arah warung melihat mereka dan berlari mengejar.
"Gimana ini?" batin Jefri, situasi mereka sangatlah terjepit, mereka tak ada jalan keluar.
"Ke sini!" seru Boni dengan mengarah ke suatu tempat.
Semunya mengikuti Boni dengan tergopoh. Jefri dan Iko bersiap mengamankan area. Mereka dengan gagah berani, menyerang zombi yang mendekat.
"Jleb! Jleb! Jleb! Jleb!"
Ada zombi yang datang dari arah tak terduga hendak menerjang Anya yang berada di atas tandu. Sinta yang melihat itu, tanpa ragu melepas tangan Alyssa dan mengayunkan dengan susah payah parangnya.
Parang itu berhenti tepat di kepala sang zombi, zombi itu berhenti seketika dengan mata yang ingin keluar dari sarangnya. Sinta menarik kembali parangnya dengan kuat. Zombi yang memakai piyama itu, langsung jatuh tersungkur di atas makam.
Indro menatap penuh terima kasih kepada Sinta. Lantas melanjutkan jalan. Sinta menggenggam kembali tangan Alyssa yang bergetar takut, gadis kecil itu mengepalkan tangannya di depan mulut tanpa bicara sepatah katapun.
"Pinjam parang!" seru Boni.
Sinta segera memberikan parang yang berdarah itu padanya.
"Tolong gantikan sebentar Mbak," pinta Boni ke Sinta.
Sinta melepas tangan Alyssa dan menaruhnya di tangan Anya yang masih pingsan. Untung anak itu menurut, meski terlihat tak rela dilepaskan untuk yang kedua kalinya.
Boni menebas semak-semak yang menghadang, dia tahu ke mana arah tujuan mereka. Setelah semak itu hilang dalam beberapa kali tebasan, ia bergegas mengambil tugasnya kembali. Dan berlari menuju sebuah rumah.
"Mbak, ke rumah itu!" serunya ke Sinta dengan memonyongkan bibir ke arah sebuah rumah, yang sudah menyala terang. "Tolong buka pintunya Mbak," pinta Boni.
Sinta bergegas berlari dengan menggenggam tangan Alyssa, mereka berdua membuka pintu depan. Alysaa dan Sinta menunggu dengan cemas di dekat pintu. Tandu bersama pembawanya masih berusaha lari, disusul dengan Jefri dan Iko.
"Tutup! Matikan lampu! Kami harus mengecoh!" seru Jefri berpisah dengan pengangkut tandu.
Boni dan Indro berhasil membawa Anya masuk ke dalam rumah, Sinta mengikuti perintah Jefri. Semua lampu ia matikan dan menutup semua gorden. Napas tersengal lalu terdengar.
Kedua temannya, Jefri dan Iko sedang menunggu di sebuah pertigaan, agar para zombi itu terpancing dan mengikuti mereka. Usaha keduanya berhasil, para zombi mengejar dan mereka pun langsung bersembunyi di sebuah rumah.
Para zombi hampir berhenti sesaat, karena tak melihat sosok yang dikejar. Namun, dengan kecerdikannya Iko yang melempar batu berulang kali sejauh mungkin. Mereka berdua berhasil lolos.
Setelah sepi, tak ada zombi satupun, mereka pergi ke rumah Boni.
"Klek!"
Semua orang terkejut dengan bunyi suara pintu dibuka. Helaan napas lega terdengar, setelah melihat Jefri dan Iko yang muncul dalam gelapnya nuansa fajar.
"Di mana Anya?" tanya Jefri kala tak melihat wanita pujaan.
"Di kamar," jawab Sinta yang duduk di kursi ruang tamu bersama Alyssa.
Bergegas Jefri menuju kamar Boni. Dia melihat Anya sudah terbaring di atas kasur spring bed Boni, yang baru ia beli seminggu yang lalu, setelah mendapat gaji sebagai seorang kuli bangunan.
"Gimana keadaannya Om?" tanya Jefri penuh kekhawatiran.
"Masih sama," jawab Indro tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Sepertinya dia butuh ...."