webnovel

Memancing Andra

Mengingat bagaimana kerasnya hati milik Andra, Andine mulai dibayangi rasa putus asa. Apa yang harus dilakukannya? Berbagai cara untuk mendekatkan diri pada pria itu, semua dirasa percuma.

Pria dingin, ketus, dan gila kerja, itulah Andra. Selama ini, ia seolah menghindar dan menjaga jarak dari Andine, sebab ia memang tak menyukai ikatan suci ini dari awal.

"Aku harus buat rencana apa supaya Mas Andra bisa melihat aku? Gimana pun juga aku nggak boleh nyerah, aku harus bisa meluluhkan hatinya yang keras," gumam Andine dengan hati yang resah.

Wanita yang sedang duduk termenung di atas ranjang kamarnya itu, tengah memutar otak agar membuat Andra mau untuk sekedar meliriknya.

"Mas Andra harus mau menerima pernikahan ini, aku harus buat dia jatuh hati sama aku," lirih Andine dengan semangat membara, tapi detik berikutnya ekspresinya berubah nelangsa, gelisah.

"Tapi apa mungkin? Gimana caranya!" gerutunya dengan perasaan geram.

**

"Hari ini aku berangkat kerja sama kamu ya, Mas." Andine tiba-tiba mengekori sang suami yang hendak masuk ke mobil pribadinya.

Pria bertubuh tinggi itu menoleh, keningnya berkerut heran mendengar permintaan istrinya tersebut.

"Bukannya kamu selalu diantar Pak Joko? Aku bayar dia buat jadi supir pribadi kamu, kenapa malah pergi sama aku?"

See? Bagaimana jutek dan ketusnya pria berhati batu itu. Andine harus mengusap dada agar tak terpancing emosi jiwa.

Sambil tersenyum, gadis itu melanjutkan, "Pak Joko lagi sakit, Mas."

Secara kebetulan memang, suami Bi Lastri tersebut memang sedang sakit. Jadi Andine bisa memakai alasan ini agar ia bisa pergi dengan sang suami.

Andra mendengkus, ia melirik arloji di pergelangan tangan kanannya.

"Ya sudah. Tapi ingat, aku hanya mengantarkanmu. Sore nanti, pulanglah naik kendaraan umum," jawab Andra kemudian.

Sontak, seulas senyum terbit di bibir Andine. Wanita itu sangat gembira suaminya memenuhi keinginannya.

"Tenang aja, Mas. Kalau soal pulang nanti, aku bisa nebeng ke temen atau naik taksi online," ujar Andine kemudian.

Tanpa basa-basi lagi, tanpa merespon apa yang dikatakan sang istri, pria itu kemudian berlalu masuk lebih dulu ke dalam mobil mengkilap tersebut.

Sepanjang perjalanan, Andra hanya fokus dengan kemudi dan ekspresi yang datar. Bahkan setelah mesin mobil dinyalakan, tak sedikit pun ia menoleh ke arah wanita yang duduk di sebelahnya.

Beda halnya dengan Andine, gadis itu cukup sering diam-diam melirik sang suami, yang terlihat sangat gagah dan tampan menjadi seorang pimpinan perusahaan.

Suasana di dalam sana cukup senyap, tak ada obrolan apa pun di antara pasangan suami istri itu. Hening.

Andine berusaha membuat rencana, ia ingin mencari cara lainnya agar Andra mau meliriknya. Setidaknya, mau mengajak Andine bicara.

Gadis itu merogoh sesuatu dari dalam tasnya, ia mengeluarkan sebuah lipstik dan bedak. Andine berdandan dan merapikan polesan make up di wajahnya, padahal, riasan gadis itu sudah sangat pas di mukanya yang manis.

Andra melirik sekilas ke sebelah kiri, masih dengan ekspresi datar pria itu diam-diam memperhatikan wajah sang istri.

Menyadari bahwa sang suami mulai terpancing, Andine semakin semangat menuntaskan rencananya.

Ia memoles lipstik di bibir dengan warna merah mencolok, sengaja membuat bentuk bibir yang berisi dan merona. Di sini, Andra masih belum merespon dan tetap diam di tempatnya.

Setelah puas dengan warna bibirnya, Andine kini meng-apply kembali bedak untuk wajahnya. Dengan senyum lebar penuh kepuasaan, gadis itu menebalkan bedak di kulitnya.

Tak cukup sampai di situ, Andine kembali mengeluarkan sebuah parfum mewah, ia menyemprotkannya beberapa kali di bagian tubuh tertentu. Aromanya sungguh membuat Andra semakin terusik. Ia tak pernah melihat penampilan Andine seberani ini.

"Kamu mau kerja atau mau cari mangsa? Dandananmu itu berlebihan!" Andra akhirnya mengungkapkan kekesalan di hatinya.

Gadis itu menoleh, ia tersenyum lebar menahan rasa gembira di dalam dada. Sebab akhirnya, sang suami mau membuka suara.

Andine berdehem, "Ya, jujur saja, Mas. Ternyata aku baru menyadari bahwa make up bold juga membuat penampilan semakin menarik. Aku semakin percaya diri," ungkap Andine dengan sedikit bumbu kebohongan.

Pria itu berdecih dengan wajah sebal.

"Lagipula, aku juga bebas 'kan berekspresi? Menunjukkan bagaimana senangnya aku berpenampilan seperti ini." Andine masih terus mengoceh, bahkan nada suaranya sengaja dibuat mendayu. Hal ini membuat Andra semakin kesal saja.

Andine tersenyum senang melihat raut wajah Andra yang tengah menahan kesal. Bukannya berhenti, gadis itu semakin semangat untuk memancing sang suami.

"Ah, sepertinya rok yang aku pakai kurang pendek ya? Ini masih dibawah lutut, harusnya aku pakai yang sebatas paha aja." Andine melirik ke ujung rok span hitam yang dipakainya.

Andra mencengkram kuat stir mobil, ia hampir saja menginjak gas dalam-dalam karena emosi mendengar penuturan istrinya sendiri. Apa maksudnya?

"Apa kamu sudah gila, Andine? Make up tebal tidakkah cukup sehingga kamu mau memakai rok yang pendek? Gila kamu! Mau kerja atau mau jual diri, hah?" Rahang Andra mengeras, ia mengomel dengan penuh kemarahan.

Mendengar penuturan suaminya, Andine sedikit terhenyak kaget. Namun, ia menyadari itu artinya rencananya berhasil.

Seulas senyum simpul kembali muncul di bibir gadis itu.

"Mas … kadang-kadang perempuan itu membutuhkan yang namanya perubahan penampilan. Agar ada inovasi, agar terlihat menarik dan semakin percaya diri. Lagipula, mana mungkin aku macam-macam, aku ini sudah punya suami."

Awalnya Andra mengira istrinya hanya bercanda, tapi setelah mendengar penjelasan wanita itu, ia semakin percaya ada yang tidak beres dengan otak Andine saat ini.

Secara mendadak pria itu berbelok dan memarkirkan kendaraannya di bahu jalan. Diinjaknya rem kuat-kuat.

"Kenapa sih, Mas? Aku kaget, bisa nggak nge-remnya pelan-pelan?" Andine mengomel sambil mengusap dadanya.

Andra tak menjawab, ia melirik istrinya dengan penuh kemarahan. Segera, ia meraih lembaran tissue yang tersedia di atas dashboard mobil, lalu kembali menatap Andine dengan penuh kekesalan.

Andine menatap bingung pria itu.

"Kamu adalah seorang wanita Andine, kamu sudah menikah. Jagalah kehormatan suamimu saat di luar sana, jangan berpenampilan seperti seorang kupu-kupu malam!" jelas Andra menasehati wanita itu, kilatan murka dari sorot matanya membuat nyali Andine menciut. Pria itu sungguh-sungguh marah kepadanya.

Tanpa menunggu Andine bicara, Andra segera melemparkan lembaran tisu di tangannya ke atas pangkuan gadis itu.

"Hapus make-up-mu! Masih ada sepuluh menit untuk sampai ke kantor, jadi hapuslah segera, berdandanlah seperti biasa!" titah Andra dengan penuh murka, detik berikutnya pria itu kembali menjalankan kendaraan roda empatnya.

Andine menunduk mengamati lembaran tissue di atas pahanya, jauh dari yang ia bayangkan ternyata Andra bisa semarah ini.

Apakah benar Andra mengkhawatirkan dirinya, atau hanya mengkhawatirkan kehormatan namanya di luar sana? Entahlah. Tapi Andine cukup puas dengan rencananya.

Bersambung.

次の章へ