Setelah mendengar bisikan dari makhluk itu, suami bu Nirma dan para pasukannya langsung bergerak menerjang ke arah kami. Begitu juga dengan pasukan kami yang tak mau kalah dan berusaha sebisa mungkin untuk menjauhkan mereka dari kami.
Putra dengan ketiga harimau dan pendekarnya. Sedangkan aku dengan pria berjubah merah, Lala dan pasukan umbra yang berisikan ratusan demit. Tetapi jumlah pasukan kami masih tetap jauh lebih sedikit ketimbang jumlah pasukan lawan.
"Ram… tolong urus badan suami bu Nirma." ucap Putra.
Aku mengangguk dan langsung berlari menghantam dan menerjang badan suami bu Nirma. Dia pun terjatuh ke lantai hingga mengeluarkan suara yang lantang. Tanpa basa basi, aku langsung menduduki punggungnya dan mengunci kedua pergelangan tangannya.
Suami bu Nirma mencoba untuk melawan tanpa mengeluarkan sedikitpun suara dari mulutnya. Badannya terasa kaku dan keras seperti batu. Dengan segenenap tenaga yang kumiliki, aku mengunci tubuhnya sekuat mungkin.
Bahkan saat di dalam posisi terkunci seperti itu, dia masih bisa memberikan perlawanan yang sangat kuat. Rasanya tak mungkin seorang manusia biasa memberikan perlawanan dengan tenaga seperti itu tanpa menunjukkan rasa sakit sama sekali.
Selagi aku dalam posisi mengunci suami bu Nirma, pria berjubah merah dan Lala spontan berdiri di sampingku. Mereka, tepatnya Lala menghabisi setiap pasukan lawan yang berusaha mendekatiku.
Selendang hitam Lala yang sangat panjang bergerak mengelilingiku. Setiap makhluk yang terkena selendang itu langsung terhempas ataupun terpotong-potong tubuhnya.
"ARGHHHHHH!!!"
"BUNUH MEREKA!!!"
"AMPUNNN!!!"
"HAHAHAHAHA!!!"
Semua jenis teriakan bermunculan dari semua makhluk itu. Baik itu teriakan kesakitan, teriakan kebencian, permohonan ampun, ataupun tawa histeris. Semua teriakan itu memenuhi telingaku, hingga membuatku tersadar bahwa mungkin seperti inilah rasanya di medan perang.
"Tolong bantu ulur waktu selama mungkin." pinta Putra kepada makhluk penunggu kolam.
"Ulur dengan cara apa?" tanya makhluk itu.
"Lawan pemimpin mereka." jawab Putra.
"Hihihihi… baiklah, tapi jangan sampai lupa akan janji kalian." balas makhluk itu lalu dia langsung seketika menerjang ke arah makhluk pesugihan yang sedang tersenyum.
Penunggu kolam itu menyerang si makhluk pesugihan dengan seluruh rambutnya yang mengerucut bagaikan ujung tombak yang tajam. Dia mengerahkan seluruh rambutnya secara membabi buta ke arah makhluk pesugihan itu.
Tapi anehnya si makhluk pesugihan dengan mudahnya menangkis serangan itu. Dia hanya tersenyum saat menahan serangan itu dengan telapak tangannya. Dia bahkan masih sempat menatapku dan Putra saat diserang bertubi-tubi oleh si penunggu kolam. Aku merasa seperti bahwa kami sedang dipermainkan oleh makhluk itu.
Sementara itu, Putra sibuk berkomat kamit membacakan mantra sambil memegang golok ghoib yang memancarkan sinar berwarna emas. Ketiga harimau miliknya sedang sibuk mencabik-cabik dan menerkam pasukan lawan dengan beringasnya. Sedangkan sosok pendekar hanya berdiri di samping Putra seraya memantau keadaan sekitar.
Hingga beberapa saat kemudian, Putra akhirnya selesai membacakan mantra. Dia menggenggam erat golok emasnya lalu dengan cepat dia menebas para pasukan lawan dengan membabi buta. Setiap tebasan yang dilancarkannya berhasil menghabisi beberapa pasukan lawan sekaligus.
Akibat serangan Putra, alur peperangan akhirnya mulai berpihak kepada kami. Para pasukan lawan tampak ketakutan melihat sekutunya yang binasa. Beberapa dari pasukan lawan terlihat mencoba untuk mundur dan melarikan diri.
Tapi baru saja mundur beberapa langkah ke belakang, pemimpin mereka muncul dan langsung memecahkan kepala salah satu pasukannya dengan telapak tangannya.
"Berani-beraninya kalian mundur tanpa seizinku."
"Kalian pilih untuk maju atau menderita di tanganku?" ucap makhluk itu masih dengan senyuman yang menempel di bibirnya.
Para pasukannya yang tadinya dilanda ketakutan seketika berubah menjadi ganas kembali. Bahkan bisa dibilang mereka menjadi berkali-kali lipat lebih ganas dari sebelumnya. Mereka menyerang pasukan kami tanpa memperdulikan luka yang mereka alami.
Momentum yang dibuat oleh Putra langsung lenyap seketika karena tindakan makhluk itu. Semua pasukan kami tampak kewalahan dan terpukul mundur oleh pasukan lawan.
Tetapi di sisi lain, penunggu kolam itu masih tak mau menyerah. Dia masih mencoba menyerang si makhluk pesugihan dengan segenap tenaganya. Walau semua serangannya berhasil ditangkis dan dia sampai dihempaskan berkali-kali.
Selagi penunggu kolam itu sibuk menyerang si makhluk pesugihan, Putra tiba-tiba melakukan hal yang sangat mengejutkan hingga membuat suasana hening seketika.
"ARRRGGGGHHHHHHH!!!!!"
Suara teriakan kesakitan itu berasal dari si penunggu kolam. Teriakan itu disebabkan oleh energi tebasan golok Putra yang mengenai punggungnya.
"Kenapa kau menyerangku!!!" teriakan murka dari penunggu kolam itu.
"Kau pikir aku akan percaya kepada makhluk sepertimu?" balas Putra dengan nada yang dingin.
"HAHAHAHAHAHA!!!"
Makhluk pesugihan itu tertawa terbahak-bahak dengan suara yang menggelegar.
"Sepertinya manusia itu tidak sebodoh yang kau pikirkan, hahahaha…"
"Dia bisa melihat tipu muslihatmu yang murahan itu… hahahahaha…"
Ucap makhluk pesugihan itu kepada si penunggu kolam sambil tertawa terbahak-bahak.
Aku tak menyangka bahwa penunggu kolam itu bekerjasama dengan si makhluk pesugihan. Aku menjadi bingung, sebab apakah sumpah yang diucapkannya itu tak berarti sama sekali?
Tapi jika kupikir-pikir, apa yang diucapkan makhluk itu semuanya benar. Dia tidak berbohong sama sekali bahwa anak bu Nirma ada di rumah ini. Dia mencoba menipu kami dengan permainan kata.
"SIALAN KAU!!!" ucap penunggu kolam itu sambil menunjuk Putra dengan jarinya.
"Jangan harap kalian bisa bebas dari sini!" ucap penunggu kolam itu sambil menatap Putra dengan tatapan penuh dendam.
"Ram… tolong suruh penjaga lo buat bantuin khodam gw ngelawan makhluk pesugihan itu." ucap Putra.
"Terus… lo?"
"Gw bakal ngurus yang satunya lagi. Gw usahain secepat mungkin nyelesainnya." balas Putra dengan percaya diri.
Aku mengangguk dan langsung memerintahkan pria berjubah merah untuk membantu khodam pendekar putra yang sedang melawan makhluk pesugihan itu. Sebab saat ini aku hanya bisa memercayakan apa yang dikatakan Putra.
"Akan kuhisap semua darah yang ada di dalam tubuhmu sampai kering." ucap penunggu kolam seraya menyerang Putra dengan rambutnya.
"Tak ada gunanya kau menghisap darahku kalau tampangmu masih akan tetap jelek seperti itu." balas Putra sambil tertawa.
Dengan lincahnya Putra menebas semua rambut penunggu kolam itu lalu lanjut mencoba menebas tubuhnya secara bertubi-tubi. Tetapi makhluk itu dengan sigap menyelimuti seluruh tubuhnya dengan rambut panjangnya.
Semua serangan Putra hanya meninggalkan bekas yang tak begitu dalam. Sedangkan rambut makhluk itu tumbuh dan beregenerasi kembali hingga seperti semula.
Melihat itu, Putra tetap tak menyerah dan melanjutkan serangannya tanpa jeda. Tetapi hasilnya masih tetap sama seperti sebelumnya. Rambut itu tumbuh kembali dan mulai menyerang balik Putra yang semakin melambat.
Jika kuperhatikan, saat rambut makhluk itu tumbuh dan beregenerasi kembali. Beberapa pasukan yang ada di dekatnya tumbang dan tubuhnya mengering. Sepertinya makhluk itu menyerap energi dari pasukan di sekitarnya untuk memulihkan rambutnya.
Ternyata bukan aku saja yang menyadarinya, Putra juga sadar akan hal itu.
"Ram… gantiin gw buat nyerang dia." ucap Putra sambil memberikanku goloknya.
"Jadi yang ini gimana?" tanyaku seraya mengarahkan daguku ke arah suami bu Nirma.
"Biar gw aja yang nahan." balasnya lalu langsung menggantikan posisiku.
Makhluk penunggu kolam itu tak diam saja, dia langsung menyerang kami saat sedang berganti posisi. Begitu juga Lala yang dengan sigap melayangkan selendangnya untuk menahan serangan makhluk itu.
"Hihihihi… aku tak sabar menikmatimu." ucap makhluk itu seraya menjilat bibirnya.
Wajah dan sosoknya yang menyeramkan itu berhasil membuatku gentar. Badanku mulai terasa dingin dan kaku. Jantungku berdebar dengan kencang. Pikiran dan batinku juga mulai kacau. Semua itu terjadi karena aku tak tahu, apakah aku akan sanggup untuk menghadapi makhluk seperti itu.
"Jangan takut… aku akan membantumu." ucap Lala berusaha untuk menenangkanku.
"Percaya sama diri lo Ram… dia itu hanya makhluk rendahan yang lemah. Lo jauh lebih kuat dari dia." ucap Putra.
Mendengar ucapan mereka membuat rasa takutku lenyap dan digantikan oleh semangat yang membara. Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung mencoba untuk menggunakan golok pemberian Putra.
Kucoba untuk meniru gerakan Putra saat menggunakan golok itu sebelumnya. Muncul energi berwarna emas seperti saat Putra menggunakannya. Tetapi aku menyadari bahwa energi itu tak sekuat milik Putra. Sepertinya kekuatan energi golok itu tergantung pada siapa yang menggunakannya.
Sementara itu, makhluk penunggu kolam itu langsung melepaskan pertahanannya dan fokus untuk menyerangku. Untungnya ada Lala yang siap sedia menahan setiap serangan dari makhluk itu. Karena itu, aku bisa dengan leluasa menyerang makhluk itu.
"DASAR JALANG!!! KENAPA KAU SELALU MENGHALANGIKU!!!" teriak makhluk itu kepada Lala.
Lala tak menghiraukan ucapan makhluk itu. Dia tetap fokus untuk menghalangi semua serangan.
"BERIKAN AKU DARAHMU!!!" teriak makhluk itu lagi.
Tak tahu kenapa, sepertinya makhluk itu sangat menginginkan darahku. Memangnya apa perbedaan darahku dengan orang lain? pikirku dengan aneh.
Di sisi lain, Putra kembali berkomat-kamit membacakan mantra seraya mengunci tubuh suami bu Nirma. Setelah membacakan mantra, perlahan muncul getaran energi berwarna emas di sekitar Putra.
Setiap khodam dan makhluk yang terkena getaran energi itu tampak melemah. Aura negatif yang mereka munculkan tampak menjadi redup. Beberapa dari mereka bahkan berteriak kepanasan. Tak terkecuali juga dengan pasukanku. Aura mereka juga tampak meredup.
"Kalian harus keluar dari sini, sebelum efeknya makin parah." perintahku dengan cepat.
"Terimakasih atas bantuan kalian."
Walau tampak enggan, mau tak mau mereka pada akhirnya menuruti perintahku. Mereka seketika menghentikan perlawanan dan menghilang dari lokasi itu.
Hanya tersisa ketiga harimau Putra yang melindunginya dari serangan pasukan lawan. Tetapi tampaknya itu sudah cukup, sebab pasukan lawan jauh lebih lemah dari sebelumnya. Keganasan yang mereka tunjukkan tadi rasanya lenyap. Semakin lama mereka terlihat semakin kacau, sebab tampaknya mereka merasa kepanasan akibat getaran energi yang dimunculkan Putra.
Berbeda dengan yang sebelumnya, kali ini, mantra yang diucapkannya bukan untuk memperkuat goloknya, tetapi untuk menetralisir makhluk dengan energi yang dominan negatif.
Beberapa pasukan lawan bahkan mulai terbakar sekujur tubuhnya. Melihat itu, pasukan yang lainnya langsung berusaha kabur tanpa memperdulikan ucapan pemimpin mereka tadinya.
Tetapi apadaya, mereka tetap tak bisa melarikan diri. Aku melihat tubuh mereka menjadi kaku di tempat. Mereka bahkan tak bisa menggerakkan jari-jemarinya.
"Mau kemana kalian?"
"Apakah kalian lupa akan ucapanku yang tadi?"
"HAHAHAHA!!!"
Makhluk pesugihan itu tertawa terbahak-bahak melihat pasukannya yang telah tak berdaya. Dia sengaja membiarkan mereka terbakar oleh energi mantra Putra. Aku merasa bahwa dia hanya menganggap pasukannya itu sebagai dekorasi dan bahan permainan saja. Dia tak memperdulikan tentang keadaan dan nyawa mereka.
Di sisi lain, khodam pendekar dan pria berjubah merah dengan mudahnya dihempaskan oleh makhluk pesugihan itu. Setiap kibasan tangannya berhasil mencampakkan khodam kami.
Melihat itu, Putra memerintahkan ketiga harimaunya untuk membantu menyerang makhluk itu secara bersamaan. Tetapi naasnya, ketiga harimau itu bahkan tak bisa mendekati makhluk itu.
Saat jarak mereka hanya tinggal beberapa langkah saja, tubuh ketiga harimau itu seketika menjadi kaku. Mereka tak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Walau mereka tampak mencoba untuk bergerak dengan sepenuh tenaganya, mereka tetap terkunci pada titik yang sama.
Melihat pemandangan itu, si makhluk pesugihan hanya tersenyum seraya mendekati posisi ketiga harimau itu. Makhluk pesugihan itu perlahan mencekik leher salah satu harimau Putra dan mengangkatnya ke udara. Harimau itu bahkan tak bisa memberikan perlawanan. Dia hanya bisa mengaum kesakitan dengan tubuh yang kaku.
"Sepertinya waktu bermain-mainnya sudah cukup." ucap makhluk itu sambil tersenyum sinis.
Seketika suasana menjadi hening akibat perbuatan makhluk itu. Di sisi lain, Putra mengepalkan tangannya dengan kuat sambil menatap makhluk itu dengan penuh amarah. Semua itu terjadi sebab makhluk itu dengan santainya mencabut kepala khodam harimau Putra layaknya sedang mencabut rumput liar.
Bersambung…