Ucapan Adelia membuatku merasa dilema. Saat ini, aku bingung harus merespon mereka seperti apa, karena aku yakin salah satu dari mereka pasti akan kecewa jika aku hanya memilih satu. Otakku mulai sibuk berpikir dan mencari solusi secepatnya, sebab pandangan tajam kedua mata mereka berdua masih berfokus pada diriku. Keringat dingin mulai muncul membasahi punggungku, efek dari tekanan mental yang mereka berdua berikan. Beberapa saat kemudian, akhirnya aku menemukan solusi yang paling efektif.
"Kak, gimana kalau Adel juga ikut bareng aku?" tanyaku sambil menggaruk kepala.
"Hmmmm, boleh Ram." ucapnya singkat setelah terlihat berpikir sejenak.
Saat aku menoleh memperhatikan ekspresi wajah Adellia, dia tampak tersenyum manis memandangku. Sepertinya kali ini aku selamat, ucapku dalam hati. Pada dasarnya aku tak menyangka situasi ini bisa terjadi, ternyata rumor yang kudengar selama ini ada benarnya. Kalau wanita adalah makhluk yang sangat susah dimengerti. Aku menyeka keringat dingin yang telah muncul didahiku dan langsung pergi bergegas mengikuti Riska.
Riska mengajak aku dan Adellia untuk masuk ke mobil merah miliknya yang terkesan mewah. Aku memprediksi, sepertinya Riska berasal dari keluarga dengan status sosial yang tergolong tinggi. Tapi sebenarnya aku tak terlalu memperdulikan status sosial seseorang, bagiku yang terpenting adalah bagaimana karakter yang dimilikinya. Saat sedang berada diperjalanan, aku berusaha untuk memulai percakapan kecil agar suasananya tidak terasa terlalu kaku.
"Kak, tadi kok bisa tau kalo bokapnya David lagi jumpain aku?" tanyaku
"Tadi aku ngeliat bokapnya David keluar dari gedung fakultas kita Ram, otomatis aku ngerti apa tujuan dia datang." jawab Riska
"Hmmm, terus kalo boleh tau bokap kakak profesinya apa ya?" tanyaku lagi
"Pengusaha Ram, papaku punya banyak channel ke orang-orang di pemerintahan termasuk juga polisi." jawabnya tersenyum
"Oh, gitu ya kak...." ucapku sambil mengangguk kecil.
Saat kami sedang sibuk berbicara, Adellia hanya diam dan menempelkan wajahnya ke jendela mobil seraya memandang keluar. Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya kami sampai didepan rumah Riska. Letak rumahnya ada disebuah perumahan elit, terlihat dari jarak antar rumah yang bisa dikatakan lumayan jauh. Rumahnya terlihat sangat besar, seperti sebuah villa mewah yang biasanya ada dikawasan perumahan elit. Terdapat beberapa taman lengkap dengan fasilitas dan pepohonan yang asri disekitarnya. Tapi lingkungannya terlihat sangat sepi, tidak ada orang yang terlihat disekitar jalan maupun taman, hanya ada beberapa mobil yang sesekali lewat. Kamipun keluar dari mobil, kemudian Riska memencet bel yang ada didekat pintu. Tak lama setelahnya, ada sepasang pria dan wanita yang membuka pintu dan mempersilahkan kami masuk. Sepertinya mereka merupakan pekerja yang ada di rumah Riska.
"Yuk masuk Ram, Del." ucap Riska
"Iya, kak." jawabku singkat lalu masuk dengan Adellia yang cuma diam mengikutiku dari belakang.
Aku memasuki rumahnya dan secara otomatis memerhatikan setiap sudut dari ruangan, tampak interior rumahnya yang terkesan mewah dengan desain modern yang ala-ala western. Dibagian belakang rumahnya, tampak sebuah kolam renang lengkap dengan kursi santai disekitarnya. Aku merasa seperti sedang berada disebuah hotel. Di sisi lain, aku merasa ada sesuatu yang janggal di rumah ini. Mulai dari suasana yang terasa sangat hening, sampai-sampai suara langkah kaki kami bergema keras saat sedang berjalan. Aku juga merasa tidak nyaman, tapi aku hanya berpikir mungkin ini efek dari tempat baru yang masih tidak familiar bagiku.
"Kalian duduk aja dulu ya, biar aku panggilin papaku sebentar." ucap Riska lalu segera bergegas menaiki tangga.
Kami mengiyakan dan langsung mengambil posisi duduk disofa. Aku memandangi sekitar ruang tamu dan melihat beberapa pajangan foto besar yang terpampang didinding. Rata-rata isinya adalah foto keluarga Riska dan foto papanya saat sedang bersama para tokoh pejabat. Beberapa kali aku mulai melihat ke arah kolam renang, sebab aku merasakan ada sesuatu energi yang aneh berasal dari sana. Aku tak tahu itu sebenarnya apa, tapi menurut pengalamanku energi itu sepertinya adalah energi negatif. Karena aku merasakan sesuatu yang panas menyengat dan membuat tidak nyaman dari arah sana.
Aku menoleh ke Adellia dan menggerakkan kepalaku ke arah kolam renang, layaknya memberikan sebuah kode. Adellia memandangku dan mengangguk sebagai tanda bahwa dia paham akan maksudku. Tetapi aku memberinya kode dengan meletakkan jari telunjukku dimulut, tanda untuk merahasiakannya. Sesaat kemudian, Riska turun dengan seorang pria yang kelihatannya sudah sangat berumur. Pria itu mengenakan pakaian yang santai dan tersenyum ke arah kami berdua. Seketika aku dan Riska langsung berdiri dan bersalaman dengan papanya Riska. Lalu dia langsung mempersilahkan kami untuk duduk kembali.
"Heru, saya papanya Riska." ucapnya tersenyum.
"Nama saya Rama om dan yang disebelah saya Adellia, salam kenal." ucapku seraya membalas senyumnya.
"Tadi Riska udah ngomong dan cerita sama saya tentang masalahnya. Nanti bisa saya urus, jadi kamu gak perlu khawatir." ucapnya ramah
"Makasih banyak om, udah mau repot-repot bantuin saya." ucapku penuh terimakasih
"Justru, seharusnya saya yang harus berterimakasih udah bantuin anak saya dari laki-laki ga bertanggung jawab. Sebagai rasa terimakasih saya, kamu mau diberi hadiah apa?" ucapnya sambil tersenyum
"Ehh, gausah repot-repot om. Saya bantuin kak Riska secara ikhlas kok om." ucapku dengan cepat.
"Hmmmm, gimana kalo dijodohin sama anak saya aja?" ucapnya tiba-tiba sambil tertawa dengan jahil
"Ihhhh, papa becandanya kelewatan deh." teriak Riska lalu mencubit lengan ayahnya.
"Iyaa...iyaa... papa bercanda doang kok." ucapnya tersenyum
Aku dan Adellia hanya bisa terdiam didalam suasana yang aneh dan canggung ini. Walau masih terlibat dalam percakapan, tapi aku masih merasakan energi yang tidak nyaman berasal dari arah kolam renang itu. Secara tak sadar aku menjadi sering melihat ke arah sana, penasaran akan apa penyebabnya. Sepertinya, Adellia juga menyadari diriku yang sedang tidak fokus dan selalu memandang ke arah kolam renang. Setelah berbincang-bincang cukup lama, malam pun kunjung datang, akhirnya papanya Riska pamit meninggalkan kami bertiga di ruang tamu.
"Kenapa Ram, kok lihat ke arah kolam renang terus?" tanya Riska, sepertinya dia juga menyadari kondisiku yang tidak fokus.
Akupun tersadar dan berkata "Ehhh, nggak ada apa-apa kok kak." ucapku spontan
Riska masih memandangku dengan tatapan curiga. Sepertinya dia tidak percaya akan apa yang telah kukatakan.
"Kamu bisa ngelihat hantu ya Ram?" ucap Riska secara tiba-tiba
"Haaa?? maksudnya kak?" ucapku seraya berpura-pura tak mengerti.
"Soalnya tatapan kamu kayak lagi lihat sesuatu, dan aku dengar rumornya kamu punya ilmu kebal." ucapnya dengan ekspresi penasaran.
"Sejak kapan ada rumor kayak gitu kak?" ucapku bingung, dari perkataan Riska aku mulai mengerti kenapa mahasiswa lainnya menatapku dengan aneh saat dikampus.
"Baru kemarin aja sih, teman-temanku banyak yang omongin tentang kamu. Katanya kamu bisa ngelawan belasan orang sendirian tanpa ada luka." jawabnya sambil menatapku.
Aku terkejut mendengar ucapannya, aku berpikir dan menyimpulkan sepertinya teman-teman Davidlah yang telah menyebarkan rumor itu. Walau aku merasa rumornya menjadi dilebih-lebihkan, seperti diberi bumbu penyedap. Karena sebenarnya tubuhku tidak merasa sakit hanya saat sedang diambil alih, setelah tidak, semua rasa sakit yang sudah terkumpul akan muncul secara bersamaan.
"Emangnya kakak percaya sama omongan mereka?" ucapku
"Hmmmm, awalnya sih gak percaya Ram. Tapi waktu masuk kelas, aku ngelihat temen-temennya David pada banyak bekas luka diwajahnya. Berarti apa yang kudengar bener dong?" ucap Riska memastikan.
Aku berusaha untuk mencoba mengelak dari pertanyaan Riska. Karena entah kenapa aku merasa tak nyaman saat dicap memiliki ilmu kebal. Mungkin karena sifatku yang pada dasarnya tidak suka menjadi pusat perhatian. Belum lagi aku merasa memiliki ilmu kebal itu lebih menjurus ke konotasi negatif. Karena aku merasa seperti seorang dukun saat dicap seperti itu.
"Sebenarnya aku punya alasan Ram kenapa nanya kalo kamu bisa ngelihat semacam hantu." ucap Riska serius
"Emangnya ada alasan apa kak?" balasku dengan penasaran
"Udah beberapa hari ini, aku ngerasa banyak gangguan dirumahku. Mulai dari suara-suara aneh yang biasanya muncul waktu tengah malam. Terus ada hewan kelabang yang muncul di kamar tiba-tiba. Beberapa pekerja disini bahkan ngelihat sosok sekelebatan hitam yang tinggi besar." ucapnya dengan ekspresi takut.
Saat Riska sedang bercerita, aku merasakan hawa negatif dari kolam semakin membesar dan seperti ingin mendekat ke arah kami. Bulu kudukku merinding, aku merasakan suatu energi gelap yang sangat negatif. Begitu juga dengan Adellia, dia terlihat mengernyitkan dahinya saat memandang ke arah kolam renang itu.
"Ram? kok diam aja nih? aku jadi merinding nih." ucap Riska sambil memegangi lengannya sendiri.
"Kayaknya memang ada yang gak beres kak, dari arah kolam renang." ucapku pelan
Tiba-tiba aku mendengar suara lelaki yang tertawa terbahak-bahak, suaranya tampak berat dan bergema. Aku dan Adellia langsung saling menatap satu sama lain, tanda bahwa kami mendengarkan hal yang sama. Seketika aku melihat sesosok makhluk berbulu lebat dengan ukuran tubuh yang sangat tinggi dan besar muncul tak jauh dari posisi kami bertiga. Dia menatap dan memperhatikan kami dengan mata yang merah, tampak juga gigi taringnya yang sangat panjang. Saking panjangnya, gigi taringnya itu bahkan sampai melewati area dagunya.
"Genderuwo ini penyebabnya Ram." ucap Adellia dengan pelan.
Bersambung....