Sudah beberapa bulan berakhir, sejak aku pertama kali melihat makhluk halus. Hari demi hari kujalani, kehidupanku yang dulunya sangat monoton dan membosankan mulai berubah. Hampir setiap harinya aku dapat melihat hal-hal yang baru, walaupun 90% darinya berhubungan dengan hal ghoib. Aku mulai terbiasa merasakan kehadiran mereka, dan mencoba berkomunikasi dengan beberapa dari mereka. Aku menyadari bahwa mereka juga punya kehidupan dan cerita masing-masing. Dari cerita yang kudengar langsung, ternyata sebagian besar dari mereka memiliki kehidupan yang tragis dan menyedihkan.
Perasaanku yang dulunya takut, berubah menjadi rasa iba setelah mendengar cerita kehidupan mereka. Aku menyadari betapa beruntungnya aku yang masih bisa hidup bebas dan memiliki keluarga. Tapi tak jarang juga, aku menemui makhluk halus yang bersifat licik dan jahat yang suka menggoda manusia untuk melakukan perbuatan yang tak bermoral. Saat menemui jenis seperti itu, aku selalu mencoba untuk menghindar dan menghiraukan ucapannya. Mereka pasti menawarkan kesenangan duniawi yang instan, contohnya seperti harta kekayaan, kekuasaan dan wanita. Tapi mereka tak akan memberitahu apa konsekuensi dan bayarannya kepada target.
Sejak kejadian pertama aku bisa melihat mereka di kampus, saat bersama Adel. Aku melakukan latihan meditasi rutin setiap hari, khususnya pada malam hari. Efeknya aku menjadi lebih peka dan sensitif akan energi dan dunia mereka. Tapi dari semua sesi meditasi yang kulalui, aku belum mengalami pengalaman yang sama dengan meditasiku yang pertama. Mungkin suatu saat nanti aku bisa mengalaminya lagi kembali, jadi aku tak mau ambil pusing untuk mencari tau alasannya.
Hubunganku dengan Adellia juga terasa semakin dekat, kami hampir selalu bersama mulai dari berangkat ke kampus, mengerjakan tugas, dan bahkan nongkrong bersama. Kami mulai terasa akrab dan bahkan banyak yang menanyakan hubungan kami sebenarnya. Mereka menanyakan apa hubungan kami cuma sekedar teman saja atau lebih dari itu. Tapi aku selalu menyangkalnya karena tak mau membuat Adellia merasa tidak nyaman. Seperti yang dulu kukatakan, aku tak mau berekspektasi banyak. Karena aku sudah merasa nyaman dan takut hubungan kami retak karena membahas hal semacam itu.
Sedangkan hubunganku dengan Steven menjadi agak renggang, karena aku jarang berinteraksi dengannya sejak ospek selesai. Dia lebih sering bergaul dan berpergian dengan teman barunya. Aku bisa memahaminya karena sifatnya yg ramah dan supel membuatnya disukai banyak orang, jadi otomatis dia memiliki banyak lingkaran pertemanan yang tak kuketahui.
Pada suatu hari, sewaktu aku sedang bersama Adellia sedang mengerjakan tugas bersama di gazebo kampus. Tak sengaja, aku melihat Steven yang sedang duduk di sudut gazebo. Berduaan dengan seorang wanita yang tak kukenal. Dari kejauhan aku bisa melihat mereka yang lagi asik bercanda dan tertawa. Mereka tak memperdulikan sekitar, dunia bagaikan cuman milik mereka berdua saja.
Saat aku sibuk memandangi mereka berdua, tiba-tiba Adel berbicara.
"Awas copot matanya Ram, kok kamu serius banget pelototin orang yang lagi pacaran hahaha." ucapnya sambil tertawa
"Hehehe, aku cuma penasaran doang kok Del. Udh jarang ketemu sama Steven, Eh tau-tau dia udah punya gebetan aja." balasku
Sejak mulai akrab dengan Adel, aku ikut terbiasa menggunakan panggilan aku dan kamu saat berbicara dengannya. Awalnya sih aku terasa malu dan canggung, tapi lama-kelamaan aku jadi mulai terbiasa dan nyaman. Dia juga tidak terlihat keberatan saat aku memanggilnya begitu.
"Dari rumor yang kudengar sih, pacarnya Steven itu kakak tingkat dua tahun diatas kita Ram." ucap Adel
Waduh, ternyata seleranya Steven bisa berubah jadi menyukai pasangan yang umurnya lebih tua, pikirku. Padahal setahuku dulunya dia selalu pacaran dengan yang lebih muda darinya. Dari dulu anak itu suka berceloteh kepadaku, kalau lebih menyukai daun muda ketimbang wanita yang lebih matang darinya. Dengan alasan, dia lebih suka menjadi lelaki yang bersifat dominan. Tapi aku tak terlalu menganggapnya serius, karena aku tak suka mencampuri masalah privasi orang lain.
Setelah kejadian itu, aku jarang melihat Steven berada dikost-an. Dia jadi biasa pulang larut malam, dan bahkan beberapa kali dia tak pulang. Aku mengetahuinya karena melihat lampu kamarnya yang mati seharian. Sepatu yang biasanya diletak didepan pintu kamarnya juga tak ada di tempat. Beberapa hari kemudian, Steven mencoba untuk meminjam uang dariku dengan alasan uang bulanannya habis terpakai membeli pakaian. Padahal seingatku, Steven tak pernah sekalipun meminjam uangku, sejak kami kenal dari kelas 1 SMP.
Aku menjadi merasa curiga, dan berusaha untuk menyelidiki kebenarannya. Beberapa kali saat dia pergi keluar, aku mengikutinya secara diam-diam. Dari apa yang kulihat, ternyata dia selalu menemui wanita yang bersamanya kemarin. Tempat mereka bertemu bisa dibilang termasuk cafe dan restoran yang mewah di Jakarta. Pantas saja Steven yang setahuku tak pernah kekurangan dari segi finansial, bisa sampai meminjam uang dari orang lain.
Hari demi hari berlalu, setelah mengikutinya beberapa kali, aku tak tahan lagi. Aku berencana untuk membicarakannya langsung ke Steven, karena sudah sepantasnya aku mengingatkannya sebagai teman. Karena menurutku wanita tersebut hanya ingin memanfaatkan Steven, terbukti dengan gaya pacaran mereka yang harus selalu terkesan mewah. Belum lagi sepertinya yang membayar semua biayanya adalah Steven.
Besoknya aku menunggu Steven muncul pada larut malam, seperti hari-hari sebelumnya. Saat Steven pulang, aku langsung mencoba untuk berbicara dengan dia dikamarnya.
"Ven, kok belakangan ini lo pulang kemaleman trus ya?" tanyaku sekaligus menerobos masuk ke dalam kamarnya.
"Biasalah Ram, lo tau sendiri gw suka bergaul diluar sana, lagian kitakan udah kuliah sekarang, pulang jam segini mah masih wajar." jawabnya dengan enteng
"Iya gw tau emang lo suka bergaul Ven, tapi masalahnya belakangan ini gw ngeliat lo makin kacau aja Ven. Artinya pergaulan lo efeknya ga baik ke kehidupan lo yang sekarang." ucapku dengan serius
"Santai aja kali Ram, kok lo serius gitu sih. Lagian kan itu urusan gw, kenapa lo yang heboh dah." ucapnya sambil menatapku sinis
"Gw langsung to the point aja ven, sebenarnya lo belakangan ini cuma jalan sama pacar lo doang kan?" tanyaku blak-blakan
"Lo tau darimana kalo gw jalan sama pacar? Kalopun iya, emangnya gw salah jalan bareng dia?" jawabnya dengan nada tinggi.
Aku merasa suasana makin memanas dan mulai tak terkendali. Tapi entah kenapa aku merasa Steven berbeda dari biasanya. Dia yang sangat berpikir rasional, tiba-tiba berubah menjadi orang yang sangat temperamental. Aku merasa ada sesuatu yang salah dari dirinya. Dan benar saja saat aku melihat kebelakang Steven, tiba-tiba muncul sesosok wanita mengenakan gaun merah. Wajahnya tampak hancur dan berlumuran darah, dia berdiri dibelakang Steven dan melihatku dengan mata merah melotot. Aku terkejut, dan langsung refleks mengalihkan pandanganku ke arah yang lain.
Berbeda dengan makhluk-makhluk halus yang selama ini kulihat di kampus, aku merasakan energi yang lebih besar dan menakutkan muncul dari makhluk itu. Yang paling bisa kurasakan adalah rasa haus darah yang menggebu-gebu muncul dari makhluk itu. Aku merasa, dia akan menyerangku habis-habisan jika berusaha untuk membantu Steven.
"Gw cuma mau ngingetin lo doang ven, karena gw gak mau lo kenapa-napa." ucapku sambil melangkah keluar dari kamar Steven.
Ternyata sesuai dengan dugaanku, ada yang tak beres dari Steven. Sepertinya dia terkena pelet guna guna dari wanita yang selama ini dia anggap pacarnya. Aku tak habis pikir, kenapa ini bisa terjadi kepada Steven. Malam itu, aku tak bisa tidur karena sibuk berpikir mencari solusi untuk menyembuhkan Steven dari guna-guna wanita itu. Tapi tetap saja aku tak bisa menemukan solusi, jadi aku berniat menanyakannya ke Adellia besok paginya.
Besoknya saat kami bertemu, aku menceritakan semua tentang apa yang terjadi dengan Steven. Mulai dari perubahan sikap Steven selama beberapa bulan ini, sampai dengan penampakan wanita bergaun merah itu. Adellia pun tampak terkejut karena tak menyangka seorang Steven terkena pelet.
"Jadi menurut kamu, ada solusi buat nyembuhin Steven dari guna-guna itu gak Del?" tanyaku dengan serius
"Kayaknya sih, pertama-tama kita harus nyingkirin sosok yang kamu lihat kemarin dari badannya Steven." jawab Adel
"Tapi caranya gimana Del, buat nyingkirin makhluk itu?" tanyaku lagi
"Aku harus ketemu langsung sama Steven, buat memastikan dan interaksi langsung sama makhluk itu Ram." ucapnya
"Maksudnya, kamu mau ngelawan makhluk kiriman itu Del? Apa kamu sanggup? Kalau beresiko, mending kita cari alternatif lain yang lebih aman aja Del." ucapku dengan khawatir
Melihat reaksiku, Adelpun tertawa lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yah, kayaknya kamu anggap remeh sama kemampuanku ya Ram? nanti aku buktiin deh biar kamu bisa percaya sama aku." ucapnya dengan percaya diri.
Aku cuma bisa menggelengkan kepala, karena aku sudah tahu, sepertinya keputusannya tak bisa diganggu gugat lagi. Sebab aku tau Adel bukan tipe orang yang mudah dibujuk jika sudah memutuskan sesuatu. Aku hanya bisa berharap dan berusaha sebisa mungkin agar Steven bisa sembuh dari jerat pelet wanita itu.
Bersambung....