webnovel

Rencana Menteri Aran

Ruangan ini gelap. Hanya ada beberapa pantulan cahaya yang berhasil menerobos masuk dari celah di dinding. Di samping itu, seluit yang tengah duduk angkuh di atas kursi singgasana, menampakkan postur tubuh yang cukup jelas kendati wajahnya tidak dapat diidentifikasi dengan baik.

Sementara di ujung ruangan, satu orang lain sedang berdiri dengan kepala tertunduk. Sama halnya dengan sosok yang duduk nyaman di atas kursi, si sosok kedua pun tidak pula bersuara sejak beberapa menit lalu. Terhitung sudah lima belas menit sejak kedatangannya.

Sampai kemudian lelaki yang menduduki kursi menghela napas, seolah ingin menyudahi keheningan panjang itu. Dia bangkit, lalu beranjak meninggalkan singgasananya hanya untuk berjalan ke arah jendela. Bingkai jendela miliknya terbuat dari kayu pilihan, sementara gorden yang telah menghalangi cahaya terbuat dari sutra asli.

Begitu tangannya bergerak menyibak kain berkualitas itu, sedikit saja, cahaya seketika berlomba untuk menerobos masuk ke dalam ruangan. Sontak kedua manik biru itu menyipit. Tidak sanggup menghadapai kemilau terang yang datang dengan tiba-tiba dalam jumlah banyak. Butuh beberapa menit hanya untuk menyesuaikan kondisi retina dengan cahaya, hingga sepasang netra dengan iris biru memukau berhasil terbuka sempurna.

Lagi-lagi, tarikan napasnya terdengar dan dia berkata, "Aku selalu penasaran apa yang membuat keluarga kerajaan selalu saja menghindari orang-orang." Keningnya mengernyit, "bukan," dia berpikir sejenak. Lalu begitu berhasil menemukan kata yang tepat untuk diucapkan, dia kembali tersenyum dan menambahkan, "ah, mungkin saja karena mereka punya penyakit yang sangat serius." Jelas, tebakan asal itu hanyalah ejekan belaka. Tawa kerasnya bahkan sudah menjawab dengan tepat.

Di satu sisi, sosok lain yang sejak awal berada di ujung ruangan hanya terdiam. Tanpa reaksi sedikitpun. Dia bahkan masih berdiri dengan tenang seolah-olah tidak pernah ada yang terjadi. Toh, dia sudah terbiasa.

"Lux," panggilan itu menyadarkan satu-satunya lelaki yang berdiri di sudut, nyaris dekat dengan pintu keluar. Dan benar, dia adalah Lux. "Bagaimana menurutmu?"

Lux mendongak. Mengingat cahaya sudah berhasil menginvasi sebagian ruangan, raut wajahnya tampak jelas terlihat. Ada kebingungan dan rasa takut di sana. Bercampur namun di satu sisi dapat dibedakan.

Untuk sesaat tidak ada tanggapan. Lux tidak menjawab secepat pertanyaan yang dikeluarkan oleh pria bermanik biru di hadapannya.

Ketika Lux memilih menatapnya dengan sorot yakin, dia berakhir menjawab, "Seperti yang Tuan katakan, keluarga kerajaan mungkin saja memiliki penyakit yang serius." Nyatanya, dia hanya perlu mengulang perkataan yang sama. Perkataan yang akan tetap membuatnya merasa aman.

sekali lagi, ruangan itu diisi suara tawa keras. Sangat mengganggu, tetapi Lux tahu dia tidak bisa melakukan apapun selain hanya membiarkan. Lux tahu kesalahannya, tetapi di satu sisi dia pun tidak memiliki jawaban lain.

Dari pada mengambil risiko dan berakhir malang atas kelancangannya, jawaban mengiyakan adalah jawaban terbaik yang bisa dia keluarkan. Ya, tidak ada yang berani bertingkah sembarangan di depan salah satu empat menteri tertinggi dan berkuasa di Naserin—menteri Aran. Bahkan kekuasaannya dapat melampaui kekuasaan raja sekalipun. Penyimpangan semakin merajalela dengan tidak munculnya anggota kerajaan. Alhasil, rakyat lebih memilih hormat saat melihat menteri Aran dan tiga menteri lainnya. Keadaan itu telah membuat menteri Aran menjadi congkak.

Menteri Aran berbalik kembali menghadap jendela. Dari sini dia bisa melihat bangunan lain yang berdiri paling tinggi, megah, dan kokoh. Penjagaannya tidak perlu diragukan. Satu-satunya bangunan paling privat di dalam istana Naserin hanyalah kediaman para keluarga kerajaan. Tidak pernah ada yang melihat pintu utamanya terbuka. Tidak hanya itu, para dayang dan pengawal yang ada di sana didatangkan langsung oleh menteri Louis.

Perlu diketahui, ketika semua orang berspekulasi bahwa keempat menteri lah yang telah melihat wajah keluarga kerajaan. Namun Faktanya, hanya menteri Louis lah yang memiliki kesempatan tersebut, kendati yang melaksanakan segala urusan kerajaan Naserin adalah empat menteri; Aran, Louis, Dera, Orman. Berasal menteri Louis, segala perintah dan keputusan berhasil tersampaikan.

Sementara keadaan berubah seperti itu, menteri Aran justru sangat tidak puas. Pria itu jelas menginginkan kekuasaan lebih. Kemungkinan dia menginginkan kursi raja yang selalu tampak dingin saat pertemuan berlangsung. Toh, tidak ada siapapun yang pernah duduk di sana. Dan menteri Aran berniat untuk mendudukinya suatu saat nanti.

Menteri Aran berbalik cepat ke arah Lux, sementara lelaki yang diamati memilih menunduk dalam-dalam. Terlalu takut hanya untuk menunjukkan wajah. Siapa yang tahu raut wajahnya dapat membawa kemarahan di benak tuannya. Lebih baik memilih aman saja, pikirnya. Lux baru mengangkat wajah saat mendengar suara menteri Aran terdengar menginterupsi. Sang menteri telah berdiri terlalu dekat dengannya.

Hawa dingin seketika menerobos masuk begitu menteri Aran mengibaskan jubahnya. Warna hijaunya tampak lebih gelap sementara sisi yang tertimpa cahaya terkesan bersinar. Terlihat memukau sekaligus menakutkan. Aura yang dikeluarkan menteri Aran sangat tidak biasa.

Kemungkinan besar ambisi dan keinginan jahatnya membuat seluruh tubuhnya merespon. Kendati dari luar sosoknya terlihat peduli, namun siapa sangka dia adalah kebohongan yang nyata. Tidak ada yang dapat menerka penyimpangan apa yang telah diperbuatnya hingga berdiri di posisinya sekarang. Bisa jadi, darahnya sendiri sudah dia peras hingga tetes terakhir.

"Lux, apakah kamu masih ingit dengan kejadian di pasar?"

Lux mendongak, tetapi kedua maniknya berusaha bergerak ke arah lain. Dia tidak pernah benar-benar berani menatap langsung kedua manik biru milik menteri Aran. Pria ini terlalu berbahaya.

Lux mengangguk sekilas, lantas menjawab dengan suara pelan, "Ya, Tuan."

Menteri Aran mengangguk. Dia menambahkan, "Kalau begitu kamu masih ingat dengan si gadis apel?" Kening sang menteri berkerut saat mengingat gadis yang ditemuinya. Dia baru saja mengurus beberapa masalah di luar kerajaan mengingat dirinya adalah menteri perhubungan, dan kembali bersama iringannya melewati pasar.

Namun menteri Aran tiba-tiba terusik saat mendengar perdebatan sengit yang menggangu perjalanannya. Meski posisinya terbilang jauh di depan, belum lagi suara bising yang dihasilkan para pengunjung pasar, siapa sangka perdebatan kecil itulah yang paling mengganggunya. Tidak ada salahnya saat dia memilih bergabung dalam percakapan mereka. Tahu-tahu, dia justru mendapati satu kejahatan lain. Seorang pedagang penipu.

Meski masalah penipuan terkadang dipandang sebelah mata, siapa sangka masalah yang tampak kecil itulah yang justru sulit teratasi. Siklusnya terus berulang.

"Ya, saya masih mengingatnya dengan jelas, Tuan," kata Lux.

Kedua manik menteri Aran memicing. Dia sungguh merasa tidak asing dengan wajah gadis itu, seolah-olah mereka pernah bertemu sebelumnya. Dan ketika sang menteri berhasil menyadari beberapa hal yang mengejutkan, pria itu tidak bisa menahan diri dan berakhir terbelalak.

Tetapi sesaat setelahnya menteri Aran justru menyeringai. "Ah, benar," katanya, terdengar misterius. Lux mendongak sedikit hanya untuk mendapati raut wajah menteri Aran terlihat senang. Dan begitu sang menteri balas menatapnya, Lux terburu menundukkan pandangan. "Lux, apakah kamu ingat, beberapa tahun lalu seorang peramu obat datang dengan satu masalah aneh?"

Lux menggeleng. "Maaf Tuan, aku tidak mengingat apapun," Lux menyesalkan ingatannya. Hanya saja, dia terkesan terhadap ingatan menteri Aran. Bagaimana bisa dia mengingat kejadian itu?

Menteri Aran sempat terbahak. Tetapi saat dia menyadari Lux tampak kebingungan dengan reaksinya, dia menjelaskan, "Lux, semuanya sudah jelas. Aku benar-benar mengingatnya seolah itu baru saja terjadi kemarin." Menteri Aran kembali terbahak. Kali ini jauh lebih keras dan cukup lama. "Aku ingat betul bagaimana seorang peramu obat datang terseret oleh para pengawal. Namun, itu bukanlah poin utamanya. Sebaliknya, cucunya lah yang paling menarik perhatianku. Mungkin, saking menariknya aku sampai teringat hingga sekarang."

Lux mulai terbawa arus penasaran. Dia yang semula tidak berani menatap wajah menteri Aran kini dengan blak-blakan bertanya, "Apa yang terjadi dengan anak itu, Tuan?"

Menteri Aran mengangkat alis. Cukup terkejut mendengar antusias Lux dengan ceritanya. Dia tersenyum sinis. "Anak itu menyebabkan keributan karena warna rambutnya yang aneh. Dia satu-satunya yang memiliki rambut merah di Naserin."

Lux terdiam. Benar juga, pikirnya. Dia selalu mendengar beberapa orang membicarakan keberadaan seorang gadis berambut merah. Namun dia tidak pernah melihatnya secara langsung. Lux pikir itu hanyalah omong kosong di kalangan rakyat.

"Jadi, apakah gadis yang kita temui di pasar adalah dia?"

Menteri Aran mengangguk cepat. "Benar." Tatapannya semakin berkilat saat berkata, "huh! Mengapa aku bisa mengabaikannya selama ini. Jelas-jelas gadis itu lah satu-satunya yang telah mendapatkan dekrit raja. Selama ini, tidak seorang pun pernah mendapatkan dekrit semacam itu. Bukankah ini menarik? Seorang raja pasif yang enggan mengurusi rakyat, tiba-tiba memberi dekrit untuk gadis itu."

Sebaliknya, Lux mengangguk tak yakin.

Begitu menteri Aran menubrukkan pandangan dengan Lux, penampakan kontras pun terlihat. Warna iris yang berbeda benar-benar tampak tak biasa. Biru dan cokelat. Sementara di sisi lain, kilat rencana di balik mata menteri Aran telah berhasil mengundang manik Lux melebar.

Bahkan kian bertambah sesaat setelah sang menteri mengucap titahnya, "Cari tahu tentang gadis itu, apapun! Baik masa lalunya atau kehidupannya yang sekarang." Menteri Aran tersenyum miring. "Semuanya, temukan semuanya!"

Sebelum Lux mendapati ketenangannya, bibirnya yang bergetar telah mengucap, "Baik, Tuan!"

次の章へ