webnovel

Memberi Kesan Palsu

Langkah kaki itu terdengar semakin mendekat. Dalam keadaan seperti itu, Mia tidak tahu bagaimana harus menghadapi Petra.

Mencium keponakannya di depan umum…. Meskipun tidak disengaja, Mia bisa menerka apa yang akan dihadapinya.

Mia memejamkan mata dan sedikit melemas, menurunkan perlawanannya, dan bahkan merasa Wira lupa memaksakan diri padanya.

Wira merasa senang, dan tak perlu dipertanyakan lagi, sikap Mia yang seperti ini artinya Mia merindukannya. Dia pun lantas memperdalam ciuman dengan senang, hingga dia bahkan tidak menyadari adanya langkah kaki yang datang dari belakangnya.

Kristian bersiul dengan mengejek. Karena ketinggian sang pria menyembunyikan sosok wanita itu sepenuhnya, dari sudut pandang mereka, mereka tidak dapat melihat siapa pria dan wanita itu.

Di tempat seperti Bar Purnama, adegan ciuman semacam ini tidak mengherankan.

Haris hanya menampakkan ekspresi tidak peduli dengan dingin. Eddy tersenyum miring, tapi tidak berusaha mencari tahu siapa keduanya. Petra tidak memperhatikan, hanya bicara kepada Eddy dengan tak acuh setelahnya.

Tiba-tiba, pikirannya membeku.

Mata Petra yang tajam semakin dalam, namun hanya sesaat. Di saat berikutnya, dia kembali tenang. "Norak…." Itu jawabannya untuk pertanyaan Kristian tadi.

Setelah pulang kerja hari itu, Petra pulang terlebih dahulu ke Taman Dewata. Tapi ketika sudah hampir waktunya Mia pulang kerja, wanita itu tidak kunjung pulang.

Meski merasa agak bingung di dalam hati, Petra tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya mengira, pasti akan selalu ada orang yang menunggunya setiap kali dia kembali. Kali ini tidak, dan dia tidak terbiasa dengan hal itu.

Setelah menelepon, Petra mendengar bahwa Mia dan teman-temannya pergi ke Bar Purnama. Dia tidak tahan diam saja di rumah, lalu mengajak beberapa temannya untuk datang ke sana juga. Dia berpikir bahwa ketika Mia sudah selesai, dia mungkin akan menjemputnya.

Mengenai sikap dirinya sendiri, Petra sendiri tidak paham kenapa dia melakukannya. Hanya saja, ketika dia berbohong pada Mia bahwa dia masih berada di kantor tadi, dia merasa agak kekanakan dan konyol.

Langkah kaki mereka sudah menjauh. Mia ingin mendorong Wira menjauh, tapi dia masih tidak punya pilihan selain melanjutkan paksaan Wira.

Dia menatap mata Wira dengan marah, lalu menggigit dengan keras.

Darah menyebar di mulut mereka, dan baunya yang amis membuat keduanya mual.

Mia memanfaatkan keganasan Wira yang semakin berkurang dan mendorongnya dengan sekuat tenaga. Matanya menatap tak acuh ke srha Wira yang kehilangan kesabaran. "Kalau kau biarkan media dan klien-klienmu melihat sikapmu yang keren ini, beritanya pasti sangat menarik."

Kata-kata yang tak acuh itu bahkan tidak terasa ramah sedikit pun, dan sebagian isinya mengejek Wira.

Wira memandang Mia dengan kaget, seolah-olah tidak menyangka mulutnya bisa begitu tajam. Barusan saja, Mia jelas sama-sama menginginkannya, 'kan?

Mia tidak mau berlama-lama di sana lagi. Petra datang ke Bar Purnama, Wira hilang akal…. Dia tidak ingin membuat kekacauan yang lebih besar.

Wira tersenyum; namun senyuman itu membeku di sudut mulutnya dan tidak mencapai matanya. "Kamu benar-benar kejam, Mia."

Langkah kaki Mia sejenak terhenti, namun sesaat kemudian, dia kembali melangkah. Tidak berkata apa-apa, tidak menyisakan apa-apa.

Ketika mendorong pintu untuk masuk ke ruangan mereka, Mia melihat keramaian di dalam dan tiba-tiba merasa agak mengganggu.

Daran dengan cepat menyatakan perasaannya pada Layla, tidak ada yang memperhatikan Mia yang tiba-tiba masuk.

"Terima! Terima! Terima!" Semua orang menyoraki Layla untuk menerimanya, dan Daran semakin bersemangat menyatakan cintanya.

Mia tertawa, tapi tawanya terasa lebih buruk daripada menangis.

Hidupnya sendiri jelas luar biasa, dengan keluarga yang bahagia, dan kekasih yang sedang jatuh cinta ... Tapi kenapa, kenapa dia menjadi seperti ini?

Dengan diam-diam, saya mengambil tas saya dan berbalik, tidak ingin kesedihan saya mengacaukan suasana.

"Kak Mia…." Fira tiba-tiba menyadari Mia sedang berjalan pergi. "Ponselmu barusan berdering… Panggilan dari P."

Seketika, Mia terperanjat. Dia merasa agak bersalah, karena bisa saja telah terjadi hal buruk pada Petra.

"Kak Mia, kenapa matamu merah?" Wajah Fira yang bersemangat tiba-tiba tampak ragu.

"Aku agak tidak enak badan…." Mia melirik teman-temannya yang masih berkerumun, dan di dalam hati, dia bersalah pada Daran. "Aku pulang duluan. Tolong beritahu mereka nanti, ya," ucapnya. Dia tidak memberi Fira kesempatan untuk berbicara dan langsung berbalik meninggalkan ruangan itu.

Aryo merasa ada yang tidak beres saat melihat Wira kembali ke ruangan mereka. Dalam reuni angkatan mereka hari ini, semua yang ada sudah bekerja dalam bidang hukum, dan mereka semua sangat senang bicara. Ketika semua orang bertanya tentang masalahnya dengan Mia, wajahnya bahkan lebih murung dari biasanya.

Tetapi bahkan sekalipun Wira bersikap seperti itu, tidak ada yang akan bertanya lebih jauh sebagai teman seangkatannya.

Dia pergi keluar, beralasan ingin mencari udara segar, dan ketika dia kembali, wajahnya tampak semakin buruk. Meski begitu, Aryo, yang besar bersamanya dan memahami jalan pikirannya, tahu sesuatu pasti telah terjadi padanya.

"Kenapa?" Aryo mengambil bir dan memberikan sekaleng kepada Wira.

Wira mengambilnya, mendongakkan kepalanya dan menenggak setengah kaleng. "Yo, aku tadi bertemu dengannya…."

Sudah jelas siapa yang dimaksud Wira dengan "dia." Selain Mia, tidak ada lagi yang bisa membuat Wira kalap.

"Lalu?" ​​tanya Aryo dengan tenang.

Wira memasang senyum sedih, lalu mengangkat kaleng birnya. Dia menepuk Aryo tanpa mengatakan apa-apa lagi, lalu meminum sisanya birnya.

"Aku duluan." Wira meletakkan kaleng kosongnya, lalu bangun. "Kalian bersenang-senang saja. Aku yang traktir malam ini."

Teman-temannya yang lain tentu menolak. Tempat itu dipesan untuk Wira dan Aryo. Bagaimana bisa Wira pergi begitu saja?

"Wir, begitu sudah jadi pengacara terkenal, kamu tidak mau bergaul dengan kami, teman-teman lamamu, ya?" tanya Rani, matanya yang melengkung sipit agak naik, membuatnya tampak berbinar terang.

Wira menoleh, tatapannya tak acuh. "Kalau ada yang dengan sengaja merendah, artinya orang itulah yang secara tidak sadar menjauhkan dirinya dari orang lain."

Wajah Rani berubah dalam sekejap. Semua yang hadir di sana berasal dari Fakultas Hukum kampus mereka. Mana yang tidak mahir dalam hal hukum, hingga tersudutkan oleh yang lain?

Tetapi pada saat ini, kata-kata Wira yang tajam itu tentu saja membuat suasana menjadi kaku.

Aryo menghela napas pelan. Meskipun punya sifat yang dingin, Wira juga berhati lembut. Sejak Wira menerima pesan putus dua tahun lalu dalam perjalanan ke bandara, semuanya berubah.

"Wira kenapa?"

"Ya, dia diam saja sejak tadi pertama kali datang…."

"Aryo, dia kenapa?"

Setelah Wira pergi, teman-teman mereka bertanya dengan penasaran, tapi Aryo hanya bisa menanggapi dengan senyum pasrah sambil mengangkat bahu.

Kalau ada sebuah kota di dunia ini diserang oleh perampok cinta, berapa banyak laki-laki dan perempuan di dunia yang dapat lolos dari sana?

Mia berdiri di depan Bar Purnama, merasa agak lelah. Dia baru saja keluar dan menelepon Petra kembali, karena takut Petra tahu Wira bertemu dengannya.

Untungnya, pria itu tidak bertanya apa-apa. Petra hanya berkata dia ada di Bar Purnama, dan akan pulang bersamanya kalau sudah selesai.

Karena mengira Petra baru saja tiba, sedangkan dia sudah selesai, Mia berkata dia agak lelah dan ingin pulang. Dia akan membiarkan Petra bersenang-senang dengan santai. Tapi Petra tidak menanggapi dan memintanya menunggu di pintu depan untuk pulang bersama.

Mia sudah menunggu selama sepuluh menit, dan dia mulai merasa sedikit kesal.

Dia merasa agak kesal karena takut ketika Petra muncul, Wira akan datang lagi.

Untungnya, ketika dia sudah mulai mendengus gelisah, sebuah Spyker hitam melaju perlahan ke hadapannya. Mia bergegas masuk ke dalam mobil bahkan tanpa bertele-tele.

Tapi, karena dia terlalu bersemangat, dia tidak sadar bahwa ketika dia membuka pintu mobil, roknya berdesir terangkat. Tatapan Petra, dan Wira yang baru saja keluar dari mobil, berubah tajam.

次の章へ