webnovel

Episode 16: Akhirnya Terjadi

Nita nampak cukup malu karena khayalannya sudah gila untuk bisa digauli oleh kakak tirinya sendiri. Di dalam kamarnya dia masih merenungi yang terjadi, hatinya gundah gulana karena besok Iwan akan pulang memuji Yani selaku istrinya.

"Duaarrrr"

Tiba-tiba saja suara petir bergemuruh membuat dirinya ketakutan, buru-buru dia masuk ke kamar Iwan yang sedang tidur telentang.

"Lho Nit, kamu ngapain?"

"Mas, Nita takut sama petirnya."

"Itu cuma sekali doang Nit."

"Duaaarrr."

Tiba-tiba saja kembali petir bergemuruh dan kali ini sangat kencang, Nita lebih erat memeluk tubuh Iwan.

"Nit, meluknya jangan kaya gini!"

"Memang kenapa mas?"

Iwan tidak nyaman karena kaki kanannya Nita menindih dan agak menggesek kemaluannya.

"Itu kaki kamu nindih barang mas."

"Oh, maaf mas."

Tidak ada hujan tapi cuaca sangat dingin sekali, berada didalam selimut yang sama tidak menjadikan Nita dan Iwan merasa kehangatan. Tapi semua berubah ketika Nita bersandar pada dada Iwan yang bidang, gairah panas mulai menyerang kedua insan tersebut.

Tiba-tiba saja Iwan mencium kening adik tirinya sendiri.

"Mas?"

Nita menadah keatas dan saya dia menatap wajah Iwan, pada saat itu juga Iwan mencium bibirnya. Sontak malam itu Nita begitu bahagia karena akhirnya Iwan menggagahinya penuh nafsu.

Saya pagi harinya orang tua Iwan baru pulang, karena semalam mereka tidak sempat pulang diakibatkan angin kencang.

"Iwan? Nita?"

Sri mencari anak lelakinya, saat dia buka kamar dimana Nita tidur rupanya dianaa tidak ada Nita. Lantas diapun menuju kamar Iwan, betapa kagetnya Sri ketika membuka pintu kamarnya Iwan.

"Iwan, Nita!"

Sri berteriak cukup kencang karena disana terlihat Iwan dan Nita tanpa busana dalam satu kasur Drajat yang kaget langsung menuju asal suara. Dia pun tak kalah kagetnya dengan Sri, anak lelakinya meniduri adik tirinya.

"Ini apa-apaan Wan?"

Drajat masuk kamar dan langsung menampar wajah Iwan, sementara Iwan masih tidak menyangka bisa meniduri Nita yang notabene adalah adik tirinya.

"Pakai pakaian kalian, temui bapak sama ibu di rumah tengah!" Bentak Drajat

----

Laras begitu bahagia ketika bangun tidur karena disampingnya terbaring lelaki yang seharusnya menjadi suaminya.

"Mas Seno?"

Buru-buru dia pakai pakaian dan menuju dapur, baru juga keluar kamar tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu depan rumahnya.

"Laras!"

Laras tahu betul kalau itu suara dari Rani, dia sebenarnya malaa bertemu dengan Rani.

"Ada apa sih mbak Rani?"

Tiba-tiba saja Rani nyelonong masuk dan melihat kamarnya Laras.

"Mbak Rani apa-apa sih?"

"Aku tuh gak nyangka kalau kamu suka penis orang lain, padahal kan kamu tahu penisnya Rudi gedenya kaya gimana."

"Mbak Rani gak tahu apa-apa kan, kenapa mbak harus usil dengan kehidupan saya?"

"Heh asal kamu tahu ya, suami kamu tuh nginap di rumahnya pak Bagas."

"Kenapa gak dirumahnya mbak Yani?"

"Maksud kamu apa?"

"Mbak Rani belum tahu kan kalau mas Rudi pernah.... Sama mbak Yani."

Rani menelan ludah karena Laras yang terlihat menutup masalah tiba-tiba saja menjadi frontal.

"Terus kamu gak marah suami kamu tidur sama dia?"

"Aku tanya sama mbak ya, mbak marah gak mas Wahyu tidur sama dia?"

Rani kembali terdiam dengan ucapan dari Laras, dia masih bingung dengan Laras yang kini berubah total.

"Kalau jawaban mbak Rani gak apa-apa, aku juga sama. Suami macam mas Rudi dan mas Wahyu itu gak ada gunanya, mereka modal kontol doang."

Rani menggelengkan kepalanya dan langsung masuk ke kamarnya serta menemui Wahyu.

"Mas, apa benar kamu sudah ngentot sama mbak Yani?"

Wahyu yang pada saat itu sedang makan langsung memuntahkan makanan, dia kaget bukan main dengan pertanyaan istrinya.

"Kamu gak usah kaget gitu mas, aku juga gak bakalan marah kalau kamu ngentot sama Yani. Cuma ya Yani mau-maunya di entot sama kamu."

"Kalau kamu hanya datang kemari untuk menghinaku mending pergi aja lagi."

"Kamu ngusir?"

Wahyu terdiam dan rasa laparnya hilang seketika.

----

Iwan belum beranjak dari tempat tidur, dirinya masih menyesali apa yang dilakukannya semalam. Beberapa kali dia pukul kepalanya akan kebodohannya menuruti hawa nafsu, saat dia pejamkan matanya teringat bagaimana dirinya mengerang penuh nikmat saat ejakulasi di dalam rahim Nita.

"Goblok, kenapa aku bisa kaya gini? Gimana kalau Nita hamil." Gerutunya.

Sementara Nita ada didalam kamar mandi guna membersihkan tubuhnya usai tempur bersama kakak tirinya, vaginanya masih terasa ngilu, maklum saja dia masih perawan.

"Nit, mas jadi gak tahan!"

"Kenapa harus ditahan mas, emang mas mau apa?"

"Ahhh..."

Nita meremasi payudaranya saat mandi, perlakuan Iwan semalam dia prakteken di kamar mandi.

"Mas, Nita masih perawan. Tapi Nita rela melepasnya buatcmas Iwan."

"Jangan Nit!"

Tiba-tiba saja Nita menarik tubuh Iwan dan mengelus kemaluannya, alhasil Iwan tidak tahan. Birahinya begitu memuncak sehingga tanpa sadar Iwan menelanjangi adik tirinya, dirinya sempat sadar tapi Nita langsung mengulum penisnya sehingga tidak ada waktu untuk pikiran jernih berkuasa. Pada saat itu birahi menjadi topangan pasti untuk mencapai kenikmatan.

Iwan pacu adrenalinnya saat dirinya menyatu dengan Nita, genjotan Iwan begitu berbeda saat meniduri Yani selaku istrinya sahnya. Bersama Nita dia merasakan sensasi yang luar biasa, hingga ketika dirinya hendak mencabut penisnya untuk ejakulasi, Nita menahan dan membiarkan seluruh Spermanya masuk.

"Duduk kalian!"

Iwan masuk terlihat acak-acakan dan begitu menyesal, tidak dengan Nita yang sudah terlihat cantik walaupun semalam adalah bencana untuk Iwan.

"Kenapa kalian bisa melakukannya?"

"Ka..."

"Kami sama-sama nafsu pak." Nita nyerobot omongan Iwan.

"Kamu nafsu sama adik tiri kamu sendiri Iwan?"

"Aku gak tahu pak, semalam tiba-tiba saja terjadi."

"Ibu kecewa sama kalian berdua, gimana kalau Nita hamil, apa kata orang nantinya?"

Selagi ibu kandungnya Nita berkata seperti itu, dasar wanita goblok dia merasa bahagia dan justru ingin hamil anak dari Iwan.

"Aku bakalan tanggung jawab Bu, gak mungkin Nita hamil gak ada bapaknya."

"Plakkk, goblok!" Drajat begitu murka kepada Iwan.

"Maafkan Iwan pak, Bu."

"Pergi darisini, bawa Nita juga!"

"Tapi mas." Sri mencoba melarang Drajat yang mengusir Iwan dan Nita.

"Biar mereka sadar Bu, kalau yang dilakukan mereka itu salah dan buat malu saja."

Iwan memejamkan matanya sejenak, dia ingat Yani yang setia menunggunya. Belum lagi sekarang yani sedang hamil, tapi Iwan tak punya pilihan selain membawa Nita ikut bersamanya.

"Kamu boleh tinggal disini Nita, sampai hal yang ditakutkan tidak terjadi, tapi kalau terjadi hari itu juga kamu susul Iwan!" Drajat memberikan keringanan untuk Nita.

Bersambung