webnovel

Bab 26

"Jadi, aset apalagi yang belum kembali ke BIG COOPERATION?" Nico menatap lekat pada Sekertaris Aris. Lelaki yang sedang sibuk dengan data-data yang berada di layar laptop.

"Vila Tuan yang berada di Bandung dan ehm ...!" Sekertaris Aris menautkan kedua alisnya, memperhatikan dengan seksama data-data yang tertera pada layar laptop.

"Sepertinya hanya itu, Tuan!" ucap Sekertaris Aris menarik tubuhnya menjauh dari benda pintar yang ada di hadapannya. Mengalihkan pandangannya pada Nico yang duduk pada bangku di depan meja kerja.

"Mengapa Vila itu belum bisa kembali pada kita?" tanya Nico, mengeryitkan dahi, menatap penasaran pada Sekertaris Aris. Lelaki yang sudah lama sekali bekerja di perusahaan Cooporation dan tentunya, Sekertaris Aris lah satu-satunya orang kepercayaan Nico yang enggan untuk berkhianat. Meskipun harus di keluarkan dari perusahaan yang kini di kelola oleh Sofia.

"Menurut informasi yang saya ketahui, Vila itu sudah diberikan kepada Dokter Hans, dokter keluarga Tuan Nico. Sepertinya itu adalah semacam imbalan," tegas Sekertaris Aris, menatap penuh keyakinan.

Nico menarik kedua sudut bibirnya tersenyum sinis. "Sudah kuduga tidak mungkin Dokter Hans mau melakukan hal bodoh tanpa sebuah imbalan," desis Nico kesal. Tangan kanannya menumpu wajahnya pada bangku.

"Jadi Dokter Hans menolak menjual Vila itu kembali?" seloroh Nico menautkan kedua alisnya.

"Iya Tuan, Dokter Hans tidak ingin menjual vila itu sekalipun kita sudah memberikannya harga tertinggi," tutur Sekertaris Aris.

Nico mengangguk-anggukkan kepalanya dengan wajah berpikir, "Baiklah, biarkan saja! Nanti aku akan membuat perhitungan sendiri kepada Dokter penghianat itu," cetus Nico dengan nada santai.

"Baik, Tuan!"

"Tolong persiapan kedatanganku di perusahaan, karena sebentar lagi aku akan kembali," ucap Nico dengan nada mantap. Sorot matanya menatap lurus menerawang jauh.

"Baik Tuan!" jawab Sekertaris Aris menutup layar laptopnya.

"Lalu bagaimana dengan perusahaan Cooperation yang masih berada di tangan Nyonya Sofia?" celetuk Sekertaris Aris.

Nico mengalihkan tatapannya pada lelaki yang duduk di hadapannya. "Perusahaan itu sudah di ambang kehancuran. Ketidak becusan Sofia mengelola, membuat anak dari perusahaan Big Cooperation sepertinya tidak mungkin untuk diselamatkan lagi," lirih Nico mantab. Perhitungan pengusaha sukses itu memang tidak pernah meleset.

"Lalu apakah Tuan akan memberikannya kepada Nyonya Sofia?"

Seketika Netra Nico memicing pada Sekertaris Aris yang sudah cukup lancang bertanya terlalu jauh. Bagi Sekertaris Aris, kinerja Sofia dan Sam hanyalah benalu. Dalam tahun saja, Sofia mampu membuat perusahaan jaya itu menjadi bangkrut.

"Maaf, Tuan!" segera Sekertaris Aris meminta maaf atas ketidaknyamanan yang sudah ia lakukan.

Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan Sekretaris Aris. Nico berjalan keluar dari rumah berlantai dua pemberiannya untuk sekretaris Aris sebagai hadiah atas kesetiaan lelaki itu padanya. Sekertaris Aris membantu Nico berjalan hingga ke dekat mobil.

"Terimakasih atas kedatangannya, Tuan!" ucap Sekertaris Aris membukakan pintu mobil untuk Nico.

Lelaki yang kembali berpura-pura buta itu mengangguk-angguk lembut, setelah duduk di dalam mobil. Setelah pintu mobil tertutup, Jodi segera melajukan kemudinya. Sepanjang perjalanan Nico hanya terdiam, sesekali ia memperhatikan Nico dari kaca spion yang berada di atas kemudi.

"Katanya Tuan sudah melihat, tapi sepertinya belum deh!" gemuruh di dalam hati Jodi, menaikan kedua alisnya, sesekali melirik pada Nico yang terduduk tenang di bangku belakang mobil, dengan tatapan mata kosong.

_____

Satu minggu telah berlalu, lelaki bermata indah yang sudah membuat Sofia jatuh hati tiba-tiba saja menghilang tanpa bisa dihubungi. Setelah mendapatkan uang 50 juta darinya.

"Bagaimana, sudah ada kabar tentang, Sam?" tanya Sofia pada seseorang yang berada di balik telepon. Sejenak Sofia terdiam mendengar jawaban dari seseorang di seberang telepon.

"Apa? Belum ada, lalu di apartemennya bagaimana?" cerca Sofia memburui. Wajahnya nampak sangat panik sekali.

"Kata tetangga apartemen Tuan Sam, sudah hampir 1 minggu lebih Tuan Sam tidak kembali ke apartemennya, Nyonya!" sahut suara lelaki yang berada di balik telepon.

Sofia meremas lembaran kertas yang berada di atas meja kerjanya dengan kesal. "Lalu, info apalagi yang sudah kamu dapatkan?" cetus Sofia.

Sekejap, hanya suasana hening yang terdengar dari balik telepon. "Tidak ada, Nyonya. Nihil!" tegas suara dari balik telepon.

Sofia mematikan ponselnya kasar. Wajahnya meradang, hampir satu minggu ini wanita yang sangat mencintai Sam itu dibuat gila oleh Sam yang tiba-tiba menghilang. Apalagi ia juga harus menyelidiki tentang kebenaran jika Niko sudah dapat melihat sendiri.

Prank! Prank!

Sofia melemparkan beberapa benda yang berada di atas meja kerjanya sembarangan. Dadanya bergemuruh menahan sakit dan kesal.

"Argh ....!" teriak Sofia. Hana yang berada diluar pintu ruangan Sofia sesaat mengintip dari kaca pintu, lalu mengurungkan niatnya untuk masuk ke ruangan Sofia.

"Sam, kamu kemana, Sam! Sialan sekali kamu Sam. Di saat seperti ini, justru kamu menghilang bagaikan seorang pecundang!" hardik Sofia. Wanita itu menenggelamkan wajahnya di atas meja, perlahan bahunya bergerak naik turun bersama isakan yang lamat-lamat terdengar.

Cekret!!

Suara derit pintu yang terbuka tidak membuat Sofia tertarik untuk melihat siapa tamu yang datang di ruangannya. Langkah mantap itu berjalan semakin mendekat pada Sofia yang masih menengelamkan dirinya di dalam kesedihan.

"Apa yang anda tangisi, Nyonya Sofia?" seloroh lelaki yang telah menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di depan meja kerja Sofia. Senyuman mengejek sekilas terbit dari kedua sudut bibirnya.

Sofia hafal betul dengan warna suara itu. Sejenak wanita itu membiarkan lelaki berkepala plontos itu terus merancau mengejeknya.

"Berhentilah menangis Nyonya cantik. Sekalipun kamu menangis seharian penuh, hal itu tidak akan merubah segalanya!" cetus Dokter Hans dengan nada mengejek.

Seketika Sofia mengangkat wajahnya yang sebab, menatap sinis kepada Dokter Hans.

"Untuk apa kamu datang ke sini Dokter Hans?" cetus Sofia sinis, sorot matanya menatap tajam pada Dokter Hans.

Lelaki berkepala plontos itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum sinis. "Tentu saja kedatanganku ke sini untuk membicarakan pembagian perusahaan ini!" balas Dokter Hans dengan nada santai, menatap Sofia yang menyapu jejak air mata yang sempat berjatuhan.

Rahang Sofia mengeras, "Kamu gila Hans, tidak ada perjanjian untuk membagi perusahaan ini dengan kamu. Aku hanya berjanji kepadamu akan memberikan sebuah vila untuk membayar kerjasama kita!" cetus Sofia dengan wajah yang mulai memerah. Kedua netranya membeliak penuh pada Dokter Hans.

"Baiklah!" Dokter Hans mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Mengusap lembut pada layar lalu menunjukkan sebuah rekaman kepada Sofia.

"Nyonya bisa mendengar sendiri, apa kata orang yang Nyonya cintai selama ini kepada saya!" decih Dokter Hans memutarkan rekaman itu pada Sofia.

Sejenak Sofia mendengarkan rekaman pembicaraan antara Dokter Hans dengan Sam. Dada wanita itu semakin bergemuruh kesal.

"Sam, kamu memang lancang sekali!" hardik Sofia geram setelah mendengarkan rekaman itu. Kedua tangannya mengepal, dengan wajah merah menyala.

"Aku tidak akan pernah memberikan sedikit pun perusahaan ini untuk kamu, Hans!" sentak Sofia penuh penekanan.

Dokter Hans menarik sebelah sudut bibirnya. "Baiklah, Nyonya muda bisa membayangkan jika saya menunjukkan rekaman ini kepada Tuan Nico," ancam Dokter Hans.

"Hans!" desis Sofia dengan gurat wajah meradang.

___

Bersambung ....

次の章へ