webnovel

How Does it Feel 2

[ KISAH INI TERDAPAT UNSUR KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN. DILARANG KERAS UNTUK DITIRU ]

"Emm ... awalnya gua tertekan sama hidup gua yang sekarang, Yo. Terus gua nyoba sekali sampai dua kalilah. Alhasil gua malah ngerasa seneng gitu pas ngebunuh." Mungkin maksud dirinya adalah ia tertekan karena selalu dirisak di sekolah, di rumah ia selalu tak diperhatikan dan di luar rumah ia tak memiliki teman. Mungkin, itu alasannya. Ya, aku tahu itu karena dulu ia pernah cerita seperti itu padaku.

"Terus berapa tahun lu ngebunuh?"

"Tiga bulan yang lalu. Waktu pertama kali gua dibully sama temen-temen gua." Aku hanya membulatkan mulutku sebagai jawaban. Lagi-lagi dia bertanya tentang suatu hal tak penting dan menceritakan tentang pembunuhannya kepadaku. Ray bilang kalau dia pernah ketahuan membunuh oleh polisi dan beberapa warga. Dia berhasil melarikan diri dari kejaran polisi-polisi itu. Walaupun kini dia sedang diincar, aktivitas sehari-harinya tak terganggu sama sekali. Selagi orang-orang tak mengetahui siapa dia, maka hidupnya akan aman-aman saja. Itu pun kata Ray. Dia masih anak-anak, wajar saja kalau dia bodoh. Ray tidak tahu kalau sekarang dirinya terancam dipenjara, apalagi polisi sudah tahu identitasnya. Kalau saja para polisi menyebarkan wajah Raynald Devil, pasti hidupnya akan berakhir. Entah cepat atau lambat, dia akan segera dipenjara. Begitupun denganku dan para pembunuh yang berkeliaran di Beverly Hills.

Saat ku tanya tentang sebuah pembunuhan yang terjadi kepada seorang wanita yang terbunuh tak berbusana dan menggantung di pohon rumahnya sendiri, Ray sama sekali tak mengetahui hal itu. Ini berarti pembunuhnya bukan Raynald Devil. Mungkin sanksi yang melihat hanya menebak-nebak saja pembunuh itu. Saat mendengar tentang hal ini, Ray tampak kesal.

"Udahlah gak usah bahas itu! Oh ya, nanti malam gua mau beraksi. Mau ikut?" ajak Ray. Seketika itu mataku langsung berbinar-binar. Ray ternyata memahami perasaanku dan aku juga ingin beraksi malam ini.

"Boleh. Mau bunuh siapa?" tanyaku padanya.

"Mau ... bunuh lu!" Aku menatapnya tajam. Anak ini mulai berani mengancam walaupun hanya becanda.

"Sebelum lu bunuh gua, gua bakalan bunuh lu duluan," balasku pedas. Ray terkekeh pelan.

"Emang bisa? Megang pisau aja lu takut," ejek Ray, aku mendesis. Belum tahu dia sejago apa diriku jika sudah bermain dengan pisau. Bukan hanya pisau saja, pistol, dan gergaji pun aku sudah tak akan bisa diragukan lagi. Jika ada perlombaan bunuh membunuh, aku yakin, aku akan menjadi juaranya.

"Gak usah ngerendahin gua. Mungkin, jagoan gua daripada lu," kataku berlagak sombong. Ray mengernyitkan dahinya bingung.

"Jagoan lu? Maksudnya?" tanya Ray. Ck, aku memberi kode ke Ray, tapi ia tak mengerti. Ya sudahlah.

"Pikir aja sendiri!"

"Oke. Bodo amat! Yang penting, lu ikut gak?"

"Oke, gua ikut. Kapan ? Jam berapa?"

"Sip. Malam ini, jam 8."

Aku mengangguk menyetujui ucapan Ray. Akhirnya anak SD itu keluar dari kamarku. Malam ini aku tak akan beraksi, tapi aku akan tahu bagaimana cara membunuh ala Ray dan semoga saja malam ini aku dan Ray tidak ketahuan oleh polisi sialan itu. Oh ya? Apa kabar dengan I.K itu? Apa malam ini dia akan membunuh lagi? Jika iya, ayo kita membuat sebuah kelompok pembunuh. Antara aku, Ray dan I.K itu. Siapa tau dengan ini polisi akan lebih kesulitan mencari kita. Ahahaha aku yakin, suatu saat pasti itu terjadi. Setelah menutup pintu aku pun berjalan menuju ke ranjang dan duduk sambil bersandar. Semoga saja Ray tidak seperti Jeffrey Dahmer.

***

Aku dan Ray malam ini berjalan kaki di trotoar jalanan Beverly Hills. Dari rumah, kami memakai jaket, memakai masker, sarung tangan dan tak lupa memakai tudung jaket kami. Aku pun mengajak Ray mengobrol dengan topik cara ia membunuh. Saat sedang asik membicarakan itu, aku kembali menabrak bahu seseorang.

BRAK!

Aku menatap siapa yang menabrakku. Lagi-lagi ia seorang gadis, memakai tudung jaket dan menatapku tajam. la terlihat kesal dan langsung menghadapkan tubuhnya ke diriku.

"Lu lagi, lu lagi. Apa di dunia ini manusia cuma lu hah? Bosen gua lihatnya," omel dia. Hah? Aku? Cih! Kenapa dengan gadis ini?

"Lu kenapa? Kenapa salahin gua?" tanyaku. Gadis ini memutarkan kedua bola matanya.

"Pikir aja sendiri!" jawabnya dan berlalu begitu saja. What? Gadis itu tidak jelas. Aku pun menatap Ray, Ray malah mengangkat kedua bahunya. Kami pun kembali melanjutkan mencari mangsa.

Hei, tunggu! Gadis itu … aku merasa pernah melihatnya. Di mana? Oh ya, aku baru ingat, dia adalah gadis yang selalu bertabrakan denganku. Waktu itu kalau tidak salah pertama aku melihatnya di sekolah, kedua di restoran dan ketiga beberapa hari yang lalu di malam hari waktu aku ingin melakukan aksiku. Ya, dia selalu saja menabrakku.

Saat Ray sibuk mencari mangsanya, aku melihat 3 orang sedang mengobrol di depan sebuah bar. Dua orang laki-laki dan satunya seorang wanita yang sepertinya seorang pelacur karena pakaiannya yang tak pantas untuk dilihat. Aku bukan melihat wanita sexy itu tapi aku mengenal kedua pria di depannya. Mereka adalah teman-teman Nathan, siapa lagi kalau bukan Lee dan David. Inilah saatnya aku membalaskan dendamku kepada mereka dengan memanfaatkan Ray. Ia yang akan mempraktikannya dan aku yang mencari korbannya.

"Ray!" panggilku. Ray menoleh.

"Lu lihat tiga orang di sana? Di depan Bar itu," tanyaku. Ray mengangguk.

"Lu pilih yang mana?" tanyaku lagi. Dia lebih memilih wanita itu daripada dua lelaki yang ada di sana. Benar dugaanku kalau Ray membunuh seorang pelacur. Wajar saja kalau dia saat itu masuk ke dalam bar untuk membunuh salah satu pekerja prostitusi itu. Entah alasannya mengapa, aku juga tidak tahu dan tak ingin memperpanjang kepenasaranku. Semua orang memiliki alasan masing-masing saat mereka melakukan sesuatu, aku tak perlu mengetahuinya. Biarkan hanya dia saja yang tahu.

"Gua pengennya dua cowok itu," kataku.

"Emang lu ada masalah sama tuh dua cowok?" tanyanya. Aku pun mengangguk. Ray pun menyeringai.

"Oke, gua bakalan bunuh ketiga orang itu," ucap Ray. Aku memasang wajah senang. Akhirnya rencanaku berjalan lancer. Akan aku lihat bagaimana adikku membunuh dua lelaki brengsek itu. Kami pun mendekati mereka.

"Hai, Bro! Lagi ngapain?" sapaku kepada kedua temannya Nathan. Mereka pun saling tatap.

"Lu yang ngapain di sini?" tanya salah satu dari mereka.

"Gua cuma lewat dan eh malah ketemu lu berdua. Oh ya? Ini siapa?" tanyaku kepada mereka sambil menunjuk ke wanita itu.

"Kenalin aku Karen." Wanita itu memperkenalkan dirinya.

"Aku Rio. Kalian lagi ngapain sih di sini?"

Kedua temannya Nathan menatap diriku dengan sinis dan mereka sedikit berbisik sepertinya membicarakanku. "Kepo banget sih!"

"Kita mau ke hotel, tapi kita bingung, di sini gak ada kendaraan dan hotel kan jauh dari sini," jawab si wanita itu. Aku menaikkan alisku. Hotel? Apa jangan-jangan mereka akan 'bermalam' dengan wanita itu dan bergiliran? Cih! Dasar otak mesum. Aku rasa otak mereka perlu dicuci agar bersih. Haha!

"Hotel? Mau ngapain?" tanya Ray.

Karen menjawab pertanyaan Ray, "Ah, kamu kayak enggak tau aja. Pasti kamu tau dong kalau ke hotel kita mau ngapain." Ray melirikku seakan-akan meminta penjelasan. Dasar anak SD! Itu saja tidak tahu. Aku hanya mengangkat kedua bahuku tanda tak peduli dengan apa yang diucapkan wanita itu.

Bersambung …

次の章へ