webnovel

I am a Killer 3

[ KISAH INI TERDAPAT UNSUR KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN. DILARANG KERAS UNTUK DITIRU ]

"Kenapa? Kaget? Hahaha ... ya, inilah gua! Lu udah lihat gua kan? Lu juga udah lihat gimana gue makan tadi kan? Sekarang penuhi rasa lapar gua," katanya sambil mendekatiku. Ja-jadi ini yang dia lakukan di luar rumah? Aku benar-benar tak menyangka jika dia seperti ini. Aku harus lari sebelum dia mengetahui siapa aku. Aku pun berlari sekencang mungkin, aku tidak mau menjadi korbannya. Aku menoleh ke belakang, ternyata ia mengejarku. Sial! Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah hanya ada di film-film saja? Kenapa harus aku yang dia incar? Sial! Sial! Sial! Aku dikejar manusia gila. Ya, dia manusia, tapi dia memakanku. Aku tidak mengerti kenapa dia melakukan ini? Kenapa dia menikmatinya?

BRUG!

KKKREESSHH

"AARRGH ... LEPASIN GUA! LEPASIN! GUA MOHON!" teriakku sambil meronta-ronta dan menarik kepalanya. Ya, dia meloncat ke punggungku dan langsung melahap bahuku. Dia seperti kesetanan, dia kehilangan akalnya dan dia seperti zombie. Oh tidak! Dia menggigit bahuku. Apa belum cukup dengan daging di lenganku?

"GUA MOHON LEPASIN! GUA MOHON!" mohonku. Dia berhasil menarik dagingku dan mengunyahkan tanpa turun dari tubuhku. Aku terus menerus meronta sampai menangis. Selain karena rasa sakit, aku juga tak menyangka mengapa dia seperti ini? Benar-benar menakutkan.

Dia kembali menggigitku dan mengunyahnya. Lagi, lagi dan lagi berulang kali. Sepertinya aku harus memberitahunya. Ya, harus! Aku tidak ingin dia menikmati ini.

"LEPASIN RAY! LEPASIN! GUA MOHON, LEPASIN!"

BUG!

"AHAHA ...," tawanya. Kami terjatuh, mungkin karena aku yang tidak memperhatikan langkahku. Aku terbaring lemah di tanah sambil mengatur nafas serta jantungku yang berdebar tidak karuan. Kini anak itu berdiri di atasku sambil menyeringai.

"AARRRGGHH LEPASIN! LEPASIN RAY! LEPASIN!!! GUA RIO! GUA KAKAK LU! GUA MARIO!" Anak ini menaiki tubuhku dan kembali menggigit bahuku yang satu lagi. Ku lepas maskerku karena tak tahan, tapi ia tak melihatku. Aku berusaha mendorongnya untuk menjauhiku, dia tetap menggigitku tanpa melepaskannya.

"GUA RIO, RAY! GUA RIO!" teriakku lagi. Ku rasa aku tak lagi merasakan gigitan itu. Ku lirik dia, dia melirikku, matanya membelalak ketakutan. Aku kembali menangis lalu mendorong tubuhnya. Aku bangkit dan langsung menjauhi dia. Aku rasa anak itu hanya menatapku dengan ekspresi terkejutnya. Ya, dia adikku, Raynald Dickson.

"R-Rio," gumamnya sempat ku dengar. Aku menangis tanpa berkata sedikitpun. Bagaimana tidak? Aku tak menyangka jika adikku seperti ini, aku tidak menyangka dengan apa yang barusan dia lakukan kepadaku. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu? Bagaimana bisa ia tak menyadari bahwa orang yang ia gigit adalah kakaknya? Kakak kandungnya sendiri. Aku benar-benar syok dan merasa kalau aku tak bisa menerima Ray yang seperti ini. Ku lihat bahu kiriku, ck! Benar-benar hanya terlihat daging saja, sama halnya dengan bahu dan lengan kananku yang ia gigit beserta darah yang mengucur deras.

"Kenapa lu ngelakuin ini?" tanyaku tanpa menatapnya.

"Apa lu menikmatinya?"

"Apa lu .… " Aku terdiam. Aku tak sanggup lagi menanyakan hal itu padanya. Kenapa dia melakukan itu? Hanya pertanyaan tersebut yang ingin ku tanyakan. Ck! Sudahlah! Ku rasa aku harus mengakhiri pertemuan dan keterkejutan ini.

"Gua kakak kandung lu, Ray. Gua keluarga lu dan lu ngelakuin hal ini sama gua. Gimana sekarang perasaan lu setelah ngelihat gua yang kayak gini? Gua lihat tadi lu ketawa, berarti lu bahagia kan ngelakuin hal itu?" tanyaku membuat dia menundukkan kepalanya. "Lu gigit gua, lu ketawa saat gue kesakitan, dan lu menyeringai, Ray. Sejak kapan lu jadi psikopat kayak gini? Apa lu juga ngebunuh orang pake cara itu? Iya?" Tak ada jawaban dari pertanyaan yang aku ajukan. Dia bungkam bagaikan tak mendengar suaraku. Ku alihkan pandanganku ke arah lain lalu kembali menatapnya.

"Lu Raynald Devil, kan? Nama pembunuh cilik itu sama kayak nama lu. Cara dia membunuh juga sadis dan lu sama sadisnya kayak dia. Menggigit orang lain layaknya daging sapi, apa lu menikmati itu? Gua manusia, Ray. Bukan sapi yang lu makan seenaknya." Aku berdecak saat dia malah semakin menundukkan kepala, bukan menjawab pertanyaanku.

"Ck! Percuma juga kalau gua tanya lu malah pura-pura bisu kayak gini. Udahlah! Anggap aja kalau kita gak pernah ketemu di luar rumah," kataku lalu berbalik hendak meninggalkannya.

Ku hentikan langkahku saat dia mulai berbicara, "Gu-gua gak tau!" Ray tak mengetahui apa alasannya melakukan hal ini? Aku pun tertawa meremehkan jawabannya.

"Lu gak tau alasan lu sendiri? Sinting lu! Apa Cuma karena pengen makan sampai-sampai lu makan manusia, iya? Sumpah ya? Lu menjijikkan, Ray!" kataku. Aku menolehkan kepalaku sedikit untuk melihatnya. Dia masih terduduk di tanah dengan wajah syok dan takut. Aku mendesis pelan.

"LU MENJIJIKAN, RAYNALD DEVIL!" teriakku tanpa menoleh sambil melangkahkan kakiku meninggalkan Ray. Aku menunduk dan terus berjalan. Aku tidak peduli lagi dengan orang itu, aku tidak ingin lagi mendengar penjelasannya. Walaupun aku bertanya beribu-ribu kali, aku yakin, ia akan menjawab dengan jawaban yang tidak masuk akal. Aku harus pergi ke rumah sakit, jangan sampai aku mati kehabisan darah di jalan. Aku juga tak mau kalau orang rumah tahu bahwa diriku seperti ini. Jika mereka bertanya, akan ku jawab, "Aku digigit anjing liar."

***

Pagi ini aku termenung di kelas, tanpa ditemani siapapun seperti biasanya. Hm, semalam aku sama sekali tidak tidur. Sepulang dari rumah sakit, aku benar-benar terus menerus memikirkan hal itu. Bagaimana tidak? Semalam adalah malam yang paling tak terduga untukku. Ya, adikku menggigitku layaknya zombie. Aku dibuat ketakutan karenanya. Kalau saja semalam aku masih bisa menahan dan melarikan diri, pasti Ray tidak akan tahu siapa yang ia gigit. Ya, pasti! Namun percuma terus menerus memikirkan hal ini. Tangan dan bahuku tak akan kembali normal, begitupun dengan Ray, dia juga pasti tak ingin berhenti melakukan hal itu. Aku tahu betul bagaimana sulitnya.

Disaat sedang asyik melamun, datanglah tiga orang menghampiriku. Siapa lagi kalau bukan Lee, David dan Nathan, mereka temannya si Alvin.

" kita cepetan!" kata mereka dan langsung menarik tanganku dengan kasar.

"Eh tunggu! Kalian mau ngapain? Mau ajak gua ke mana?" tanyaku bingung. Alih-alih menjawab pertanyaan aku, mereka malah memaksaku dan menyeretku keluar kelas. Dengan terpaksa aku harus mengikuti keinginan mereka.

Tak lama aku diajak ke taman belakang sekolah yang sepi. Lalu dua orang yang menyeretku tadi mengikatkan diriku di sebuah pohon. Aku memberontak sekuat mungkin. Mereka terus memaksakan kakiku untuk diikat dan tanganku. Ya, aku gagal untuk menyelamatkan diriku, mereka telah berhasil mengikatku di pohon itu.

"Kalian mau apa? Kenapa gua diikat?" tanyaku. Mereka bertiga pun menatapku seakan-akan aku ini seseorang yang benar-benar bersalah. Sebenarnya apa yang mereka inginkan dariku? Aku sama sekali tidak mengerti. Nathan pun berjalan menghampiriku.

BUG!

Bersambung …

次の章へ