Citra baru saja menaiki motor matic nya, dia menoleh ke belakang saat perasaannya yang tiba-tiba terasa aneh. Seperti ada yang sedang memperhatikannya, Citra harus segera pergi dari tempat kerjanya. Buru-buru cewek itu menanarik gas dan melenggang pergi, sebelumnya Citra melihat bayangan hitam dari arah kaca spion kanannya.
Airin?
Untuk apa cewek itu mengawasi Citra? Memangnya Citra ada salah apa sampai Airin menatap dengan penuh benci saat Citra dan motornya meninggalkan toko roti? Selain tatapan tajam dari Airin, Citra juga melihat salah satu dari tangan Airin yang tidak kosong, dia membawa pisau daging yang ukurannya memang lumayan besar.
Maksudnya apa?
Apa Citra akan di bunuh? Tapi apa alasannya? Apakah ada Reno juga di sana? Mungkinkah mereka akan mencelakai Citra? Mengingat kejadian mereka yang mengobrol sengit membuat pikiran Citra sekarang menjadi keruh.
Kenapa Citra bisa berpikir seperti itu, segera mungkin dia jauhkan pikirana busuk itu. Citra tidak ingin salah sangka, dia harus menyelidiki apakah benar atau tidaknya. Mungkin saja Airin membawa pisau itu untuknya di rumah atau suruhan dari keluarga maupun kerabatnya.
Citra tidak perlu sejauh itu untuk berpikiran aneh. Mana mungkin juga Airin akan membunuhnya, kan? Cewek itu masih baru mengenal Citra. Mereka berdua juga paling hanya saling sapa tanpa mengobrol lebih jauh lagi selain dalam toko. Jadi.., apa yang harus di takuti oleh Citra?
Dia juga merasa tidak ada salah apapun pada Airin maupun Reno.
Jadi..., apa mungkin hanya perasaan Citra saja?
*******
Pemuda yang mengenakan pakaian hangat itu sedang menyesap teh hangat yang di buatnya, dia melirik ke arah jendela yang bunyi karena angin yang kencang di luar. Hujan lebat selalu saja membuat rumah itu seperti akan terbawa kapan saja.
Matanya yang selalu terlihat kosong itu mengamati setiap rintikan yang padat di luar rumahnya, sudut bibir nya nampak terangkat ke atas sambil memutar tubuhnya untuk pegi ke arah sofa depan. Dia menatap seseorang yang juga sebelumnya bertemu, bukan hanya sekali.
"Gadis yang sangat malang." gumaman yang tidak seperti orang bergumam, dia anak lelaki yang berada di rumah kumuh. Gadis yang di maksudnya itu adalah Reyna. Dia menemukannya jatuh pingsan saat petir yang terdengar bergemuruh sebelum hujan datang mengguyur dengan derasnya.
Dia pikir mungkin saja gadis itu terkejut dan takut menjadikannya pingsan hingga sekarang, bahkan sudah lebih dari lima belas menit yang lalu.
"Reyna. Nama yang cukup bagus." dia menatap wajah yang begitu sejuk di penglihatannya, tangannya baru saja ingin menyentuh namun Reyna mulai mengerjapkan kedua matanya dan membuka perlahan.
"Aku di mana?" lirihnya yang belum sadar sepenuhnya.
"Rumahku."
Reyna tersentak saat mendengar suara, dia beringsut duduk dengan sigap. "Kamu."
"Kenapa? Bukan kah setiap hujan kamu sering kali menginjak ke sini?"
Reyna mendadak diam. Dia sedang mengingat apa yang sudah terjadi padanya, "Aku, ga niat untuk ke sini. Tapi lupa juga kenapa bisa ada di sekitaran rumah kamu?"
"Kamu tadi pingsan, aku bawa kemari."
Ah, pantas saja Reyna terbaring di sofa. Ternyata pemuda di depannya itu sudah menolongnya, padahal saat kunjungan hari kemarin yang memang saat hujan juga Reyna sudah berjanji tidak akan lagi menginjakkan kakinya lagi. Namun siapa sangka jika Reyna sekarang ini berada di rumah yang di maksudnya.
Apa dia sudah termasuk melanggar perjanjian?
Tapi bukankah itu tidak di sengaja oleh Reyna? Kecuali memang dia sengaja untuk bertemu sebelumnya, namun karena dia phobia dengan petir Reyna sudah berusaha untuk lari dari tempatnya menuju jalan raya untuk mencari taksi, naasnya memang dia keburu pingsan dan berakhir di rumah kumuh itu.
"Makasih banyak," dia sedikit bingung untuk memanggil, namun Reyna lanjutkan, "Mas."
"Jaxton, namaku."
Reyna mengulum bibir, namanya cukup susah untuk di ingat menurutnya. Tetapi, Reyna hapal di awal saja katanya.., Jeks, Jacks, atau Jakes? Reyna mulai pusing dengan nama anak cowok itu, berharap semoga saja dia tidak lagi bertemu, sih. Kalau sampai bertemu dan Reyna menyapa salah menyebut namanya, pasti akan terkena masalah lagi. Reyna lagi yang akan menjadi merasa salah, dia baru pertama kalinya mendengar nama yang begitu sulit di ucapkan.
"Iya. Makasih selalu menolong aku, Jacks."
"Jaxton."
Apa Reyna bilang, dia pasti sudah salah menyebutkan namanya.
"Haha, iya itu maksudnya." begitu canggung dan takut lagi, Reyna lebih baik diam kembali. Dia tidak ingin membuat orang di depannya ini salah paham kembali. Sudah cukup kemarin Jacks yang membuat Reyna tidak enak hati karena sudah berpikir jika cowok itu adalah hantu tampan.
Penghuni rumah yang berjarak beberapa meter dari rumah lain, Reyna atau pun yang lain mungkin saja bisa satu arah pemikiran. Namun juga tidak boleh buruk jika soal prasangka, bisa jadi memang ada pemiliknya walau rumah itu terlihat tidak terawat dari luar.
Reyna memang sudah meminta maaf sebelumnya sampai kata yang entah berapa kali terlontar untuk bisa di maafkan oleh Jaxton. Dan Reyna baru tahu nama pemuda itu saat ini, kemarin dia terlalu sibuk bergulat dalam pikiran yang terlalu bingung harus bagaimana bisa dia di maafkan segera. Setelah mendapatkannya Reyna berjanji saat itu juga untuk tidak akan pernah lagi ke tempat ini. Dia salah lagi.
Reyna tidak bisa memilih, takdir yang menemukan mereka berdua kembali.
"Reyna, minum teh nya sebelum dingin." Jaxton membuyarkan lamunan Reyna, cewek itu tersenyum canggung dan meraih gelas di meja yang langsung di teguknya.
"Tujuan kamu memangnya mau kemana?" tanya Jaxton saat Reyna meletakkan kembali gelas teh tadi.
"Tadinya aku mau ke tempat kerja. Udah naik angkot dan baru jalan beberapa meter doang, taunya angkot itu mogok dan aku mau ga mau harus cari taksi lewat. Tapi mungkin keadaan aku yang lemah dan kendaraan ga ada satu pun melintas. Saat itu juga petir seakan ada di hadapan aku, jadi pingsan." ceritaan dari Reyna cukup di pahami oleh Jaxton, apalagi Reyna perempuan yang sendirian dengan keadaan akan turun hujan.
Sungguh kasihan, pikir Jaxton.
"Makannya aku bingung kenapa bisa kamu nolong aku."
Jaxton bergeming sesaat. Dia berdiri untuk mengambil sesuatu dari tempat lain yang Reyna tidak tahu kemana, tetapi juga tidak jauh dari arah sofa. Dia kembali dengan satu buah payung di tangan kiri dan kain yang terlipat rapih di tangan kanannya.
"Pakai ini kalau kamu ingin pulang, mumpung hujan di luar lumayan reda." perkataan yang pasti akan tertuju negatif.
Reyna di usir? Lagi?
Baik, sih. Tapi apa setelah menerima semua kebaikan Reyna akan meminta agar tetap diam sampai hujan tidak lagi turun? Itu di namakan tidak tahu diri selain tidak berterima kasih.
"Kamu ga perlu kembalikan lagi. Aku ga pernah terima barang yang sudah aku berikan pada orang lain."
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!