Memanglah tidak dapat dipungkiri bahwasanya Pangeran Ansell memiliki sebuah perasaan kepada Azura. Rasa yang tulus, selayaknya rasa cinta seorang lelaki kepada perempuan. Entah sejak kapan perasaan itu hadir dalam serambi hatinya, yang jelas, ia baru menyadarinya manakala sosok Eden memiliki suatu kedekatan tertentu dengan Azura. Sejak pada saat itu, barulah Pangeran Ansell merasakan gejolak perasaannya.
Kini, Pangeran Ansell hanya mampu mengembuskan napas panjangnya. Lelaki itu merasa sebal pada dirinya sendiri, karena memikirkan Azura.
"Sudahlah. Tiba saatnya untuk diriku lebih berfokus kepada Konferensi Pemurnian nanti. Bagaimana pun, banyak orang yang mempertaruhkan kehidupannya kepadaku."
Lelaki itu pun bangkit dari duduknya, kembali mendekat kepada kuda hitam Alfredo, lalu mengelusnya. Kuda itu sedikit meringkik senang, lalu Pangeran Ansell tertawa. "Bagaimana, apakah kamu sudah siap untuk menjalani perjuangan lagi?"
webnovel.com で好きな作者や翻訳者を応援してください