Rumah Pak Wijatmoko sangat mewah dengan begitu banyak pohon yang rindang dan memiliki bangunan struktur Jawa kuno. Di gazebo dia sedang menikmati secangkir kopi sambil menghisap sebatang rokok. Seketika pria tampan, dengan tinggi 165cm, dengan style rambut gondrong. Alfin 27 tahun anak dari Pak Wijatmoko datang untuk menyapanya.
"Ayah sedang apa kau disini?" tanya Alfin duduk di samping Ayahnya.
"Bagaimana tugasmu sudah selesai?" tanya balik Pak Wijatmoko kepada Alfin.
"Aku tidak tahu tugas yang mana yang kau berikan," jawab Alfin dengan bingung.
"HHEUHH!" Pak Wijatmoko hanya mengehela nafasnya, dengan sesekali melirik Alfin yang masih duduk di sampingnya.
Di bandara Soekarno Hatta, Adamma mengantar Risa yang akan terbang ke Amerika untuk melakukan penelitian yang dilakukan oleh perkumpulan psikiater satu dunia.
"Tante hati-hati ya," ucap Adamma yang sedih dengan kepergian Risa yang akan check-in.
"Pergilah sana, jaga dirimu baik-baik ya," jawab Risa yang tidak tega meninggalkan Adamma lalu dia berbalik untuk check-in kepada petugas.
Risa melambaikan tangan ke arah Adamma, lalu berbalik untuk masuk. Setelah Risa sudah tidak terlihat, Adamma berbalik berjalan menuju mobilnya yang terparkir di belakang bandara. Adamma menghentikan langkahnya, dia merasa ada seseorang yang mengikutinya. Saat dia akan berjalan menuju tempat parkir.
"Perasaan seperti ada yang mengikuti, tapi sepi gak ada orang satu pun di belakangku," gumam Adamma menengok ke belakang.
Dia berjalan dengan cepat, mendengar suara langkah kaki seseorang yang mengikutinya. Dengan sedikit keberanian dia kembali menengok dan terkejut melihat seseorang yang ada di belakangnya.
"Pak security kenapa mengkuti saya?" tanya Adamma sambil mendengarkan suara hati security yang berkata "Aneh sekali wanita ini, berjalan cepat sekali membuatku lelah saja," suara hati security yang mengikutinya.
"Saya dari tadi sudah memanggil, tapi anda tidak mendengarnya. Ini gantungannya jatuh, ini punya anda kan?" Pak security memberikan gantungan pada Adamma.
Adamma menerima gantungannya, lalu mengecek handphone yang ada di saku celananya, dan benar saja gantungan ponselnya terlepas.
"Iya benar ini milik saya, terima kasih ya Pak. Maaf saya tidak mendengar panggilan bapak," jawab Adamma tersenyum ramah.
"Baiklah, saya permisi dulu," pamit Pak security berbalik badan meninggalkan Adamma.
Adamma pun melanjutkan perjalanannya menuju mobilnya. Saat ingin memasuki mobil, Adamma merasa seperti ada seseorang yang memperhatikannya sedari tadi, membuat bulu kuduk merinding. Dengan segera Adamma menaiki mobilnya, lalu pergi menuju tempat kerja. Setelah Adamma pergi, seseorang yang ada di balik mobil orang lain muncul dia menggunakan masker dan pakaian serba hitam memperhatikan mobil Adamma yang sudah jauh.
***
Malam hari di restoran Jepang, seperti biasa Pak Wijatmoko mengajak bertemu Pak Handoyo dan Jaksa Ilyas untuk membahas kasus Pak Gunnar.
"Apa kabar kalian, sudah hampir satu bulan kita tidak bertemu. Sudah ada perkembangan dari kasusnya?" tanya Pak Wijatmoko dengan senyuman khasnya yang dingin membuat Pak Handoyo dan Jaksa Ilyas takut.
"Sepertinya mereka tidak akan menyerah sebelum pelaku yang membunuh Pak Gunnar tertangkap," jawab Pak Handoyo dengan menunduk takut.
"Jadi apa yang harus kita berdua lakukan Tuan?" tanya Jaksa Ilyas melihat Pak Wijatmoko.
"Hehehehehe." Suara tertawa Pak Wijatmoko yang membuat semua menundukkan kepala. "Kenapa kalian bertanya kepadaku," teriak Pak Wijatmoko kepada mereka. "
Pak Handoyo dan Jaksa Ilyas, memberanikan diri untuk memberi usul kepada Pak Wijatmoko, yang selama ini sudah membantu mereka untuk mencapai posisinya saat ini.
"Kalau saya boleh usul, sebaiknya kita munculkan saja pelaku yang membunuh Pak Gunnar, untuk mengelabui mereka semua," ucap Pak Handoyo memberi saran kepada Pak Wijatmoko.
"Dasar bodoh! Percuma saja aku membantu kalian mencapai posisi sempurna saat ini, jika hanya itu yang ada di otak kalian," bentak Pak Wijatmoko mengomeli anak buahnya. "Tugas kalian hanya satu, memantau, melaporkan dan mengikuti segala yang aku perintahkan," lanjut Pak Wijatmoko beranjak dari duduknya untuk pergi keluar dari restoran.
Setelah Pak Wijatmoko pergi, Pak Handoyo dan Jaksa Ilyas saling bertatapan dengan tatapan penuh kebencian.
"Sepertinya jika memang anda tidak bisa berpikir, sebaiknya anda diam! Tidak perlu bicara. Dasar otak sampah!" ucap Jaksa Ilyas yang kesal dengan Pak Handoyo lalu beranjak dari duduknya untuk keluar dari restoran.
"Kau yang lebih baik diam! Tidak usah ikut campur masalahku. Dasar Jaksa gadungan," teriak Pak Handoyo meluapkan emosinya pada Jaksa Ilyas yang sudah pergi.
Dia melanjutkan untuk meminum arak Jepang yang sudah dipesan oleh Pak Wijatmoko.
Keesokan paginya Adamma yang baru saja bangun tidur di tempat messnya, di panggil oleh Arya untuk pergi ke TKP penemuan mayat Vania.
"Bangun… Bangun wanita malas," panggil Arya melihat Adamma masih tidur di mess yang terletak di dalam gedung kepolisian.
"HHOAMMM" Adamma menguap dengan mengulet. "Baiklah, aku akan bangun," jawab Adamma beranjak dari tidurnya yang hanya beralaskan tikar. "Kemana jadwal kita hari ini?" tanya Adamma yang sedang menguap.
"TKP Vania, habis itu kita akan pergi ke rumahnya, tempat kerja lalu mengikuti rute yang dilewati Vania saat berangkat ataupun pulang bekerja," jawab Arya yang cepat sekali bicaranya.
"Banyak sekali, yasudah aku akan pergi ke kamar mandi untuk bersiap," ucap Adamma yang beranjak dari duduknya untuk pergi ke kamar mandi.
"Cepet ya mandinya, aku tidak akan menunggu terlalu lama. Jika itu terjadi aku akan menghukumnya," pinta Arya dengan menakuti Adamma.
"Siap senior," tegas Adamma dengan tangan hormat pada Arya.
"Baiklah aku akan pergi menunggumu di luar," pamit Arya tersenyum melihat Adamma yang sedang hormat padanya.
Di luar Arya melihat teman pria Adamma yang waktu itu pernah dilihat olehnya. Rama yang juga melihat Arya langsung mendekatinya untuk mengetahui posisi Adamma.
"Seniornya Adamma ya," sapa Rama menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Arya yang cuek saat melihatnya.
"Hemmm, ada apa kemari?" tanya Arya datar.
"Aku ingin bertemu dengan Adamma," jawab Rama dengan bekal yang dia bawa di tangannya.
"Itu apa?" tanya Arya melihat palstik putih yang di bawa oleh Rama.
"Iya ini untuk Adamma sarapan, kalau boleh tahu dimana dia?" tanya Rama melihat Arya yang seperti tidak menyukai kedatangannya.
"Adamma sedang pergi! Titip saja padaku," pinta Arya dengan menjauhi kontak mata dengan Rama.
Seketika Adamma datang untuk menghampiri Arya yang sudah menungu, lalu Rama yang melihat Adamma berjalan ke arahnya, langsung berpikir negatif pada Arya yang berbohong tentang keberadaan Adamma kepadanya.
#Dear pembaca jangan bosen ya buat baca novelku yang berjudul "Adamma Brunella" dijamin deh ini memompa jantung kalian. Terus dukung aku ya dengan mengkoleksi dan memberikan ulasan tentang yang kalian baca di buku ini. Agar aku belajar lebih baik lagi. Semoga hari-hari kalian menyenangkan