webnovel

Benar Cemburu

Suasana di halaman Sekolah pagi itu masih terlihat ramai. Bell tanda masuk juga belum ditekan, lantaran jam masuk Sekolah masih beberapa menit lagi. Terlihat Para siswa berseragam putih abu-abu masih banyak yang baru datang dari berbagai penjuru arah.

Baju sekolah yang dirombak sama Redo, melekat pas di badanya, membuat Ia terlihat sangat seksi. Postur tubuhnya juga proposional, sedikit terbentuk karena hobinya yang ber-olaraga.

Begitu-pun dengan Yohan, meski badanya tidak segempal Redo, namun ukuran tubuh yang proposional membuat Ia nampak begitu mempesona.

Antara Redo dan Yohan, keduanya mempunyai selera berpakaian, dan berpenampilan yang sama. Modis.

Saat berjalan berdampingan, mereka tidak pernah luput dari pandangan remaja putri. Baik di Sekolah maupun di luar Sekolah.

Redo memukul pelan pundak Yohan, saat mereka baru saja melewati pintu gerbang sekolah."Yoh... Kamu duluan ya." Ucap Redo karena Ia melihat teman team futsalnya melambaikan tangan ke arahnya.

"Oh... iya." Jawab Yohan singkat.

Redo dan juga Yohan, jalan terpisah di halaman sekolah. Redo hendak menemui teman main futsalnya, sedangkan Yohan berjalan menuju ke ruang kelas.

Setibanya di ruang kelas, Yohan langsung menuju bangkunya, lalu menduduk dirinya di sana.

"Yoh..."

Suara lembut seorang remaja putri, membuat Yohan menghentikan kegiatannya yang akan menyiapkan buku mata pelajaran jam pertama. Ia memutar kepala sambil mendongak, lalu mendapati remaja putri bernama Amel.

"Ya..." Jawab Yohan. Ia menatap penuh tanya kepada Amal yang sedang berdiri sambil memeluk buku tebal. "Ada apa?" Tanya Yohan dengan logat sundanya.

Amel meletakan buku yang sedang Ia peluk di atas meja belajar milik Yohan seraya berkata, "aku tuh masih belum ngerti sama tugas akuntansi yang dikasih sama Ibu Melda." Kelu Amel sambil membuka halaman pada buku yang baru saja ia letakkan di atas meja. "Aku paling males ama yang namanya akuntansi. Ribet." Keluh Amel kembali. Tangannya masih sibuk membuka lembar demi lembar pada buku yang penuh dengan angka tersebut.

"Hem... kamu mah aneh! males sama semua pelajaran IPS, tapi ngambilnya jurusan IPS." Heran Yohan, lantaran  kata malas selalu terucuap dari mulut Amel, pada semua pelajaran yang sering ia tanyakan kepada Yohan.

Gadis remja manis itu hanya tersenyum simpul, ia terlihat salah taingkah di depan Yohan. Namun dengan sigap Amel mencoba untuk menyembunyikannya dari Yohan.

"Aduh... pokonya aku teh enggak ngerti, kamu kan paling pinter. Jadi aku mau minta diajarin kamu." Kila Amel sambil mendudukkan dirinya di kursi yang sedang diduduki sama Yohan.

Hal itu reflek membuat Yohan menggeser tubuhnya, pindah di kursi Redo teman sebangkunya, Amel duduknya terlalu rapat.

Namun baru saja Yohan mengangkat bokongnya, Amel sudah menarik pergelangannya. "Atuh... nggak usah jauh-jauh duduknya," cegah Amel seraya menarik pergelangan tangan Yohan supaya duduk kembali dibangkunya. "Aku mana bisa ngerti, kalo kamu jelasin dari jauh."

Yohan menarik sebelah ujung bibir sambil mendengkus, "yaudah, mana yang kamu nggak ngerti?" Tanya Yohan. Ia tidak ingin berlama-lama duduk merapat dengan Amel. Entahlah tiba-tiba saja ia merasa khawatir kalau Redo melihatnya.

Senyum simpul terbit dari bibir manis Amel, rasanya ia sangat senang bisa duduk sedekat itu dengan Amel.

"Yang mana Amel?" Tanya Yohan kembali, lantaran Amel sedang tertegun menatap wajah gantengnya.

"Oh... iya," gugup Amel sambil membuka kembali halaman pada buku akuntansi, "yang ini... iya yang ini?" Ucap Amel sambil menunjuk asal halaman yang juga ia buka sedapatnya.

Setelah diberitahu Amel, Yohan menjelaskan sesuai dengan yang Ia tahu. Namun sayang, penjelasan nya sia-sia lantaran Amel tidak memperhatikannya. Amel lebih asik menikmati wajah dan gerak bibir Yohan.

Yohan belum tahu, masih tetap saja serius menerangkan kepada Amel, meskipun Amel sama sekali tidak memperhatikan penjelasannya.

"Ekhem....!"

Suara dehem yang dibuat-buat sama Redo membuyarkan khayalan indah Amel yang sedang terkesiama menatap wajah Yohan.

Begitupun dengan Yohan, ia menghentikan kegiatannya guna melihat Redo yang sudah berdiri di depannya. Entah sejak kapan Redo berdiri di situ, Amel dan Yohan tidak menyadarinya.

"Eh.. Redo," gugup Amel. Karena merasa malu, Amel menutup buku yang sedang diterangkan Yohan, lalu bergegas beranjak dari kursi Yohan. "Udah Yoh, aku udah ngerti kok." Bohong Amel sambil meraih buku miliknya di atas meja. "Makasih Yoh."

Amel berjalan cepat, meninggalkan Redo dan Yohan yang sedang menatapnya datar.

"Ngapain si Amel?" Tanya Redo setelah ia sudah duduk di bangkunya.

"Biasa, cuma nanya." Jawab Yohan seadanya.

"Rapet banget duduknya?" Sinis Redo sambil membuka tas miliknya. "Kursiku kan kosong."

"Emang kenapa?" Tanya Yohan seraya menatap wajah Redo. "Biasanya juga gitu kan?"

"Ya... biasanya gitu. terus kamunya juga suka." Kesal Redo sambil menjatuhkan buku yang baru saja ia ambil dari dalam tasnya. "Cara Amel ngeliat kamu juga beda."

"Iya... trus kenapa?" Tanya Yohan, ia merasa heran lantaran melihat wajah Redo yang terlihat kesal.

"Ya... aku," tenggorokan Redo seperti tercekat, lidahnya juga terasa kelu. Yohan benar, trus kenapa? Redo sendiri bingung kenapa ia tidak suka melihat Yohan duduk sedekat itu dengan Amel.

"Iya kamu kenapa?" Tegas Yohan.

"Nggak papa," gugup Redo, ia memalingkan wajahnya, menghadap ke depan kelas.

Semantara Yohan masih menatap Redo dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Selamat pagi anak-anak!"

"SELAMAT PAGI BU...!" suara serempak dari semua murit membalas salam dari Ibu Melda.

Beberapa saat kemudian keduanya mulai fokus mengikuti pelajaran. Tapi terkadang keduanya terlihat saling curi pandang ditengah kegiatan belajar mereka.

***

Tidak seperti biasanya, hari itu Yohan ingin menyaksikan Redo bermain futsal. Ia sengaja menunggu sampai nanti Redo selesai bermain futsal supaya bisa pulang bersama.

Yohan duduk di kursi penonton bersama teman-teman lainya yang ikut menyaksikan pertandingan Futsal antar kelas tersebut. Mata Yohan tidak berkedip, saat sedang menyaksikan aksi Redo di lapangan futsal yang dikelilingi oleh pagar jaring yang menjulang tinggi.

Tepuk tagan penuh semangat, terikan girang juga selalu Ia lakukan saat melihat Redo yang selalu berhasil memasukan bola ke gawang lawan. Tidak hanya Yohan semua penonton pun memberi tepukan tangan meriah kepada Redo.

Redo terlihat sangat bersemangat dari awal hingga pertandingan itu selesai. Terlebih ada Yohan di situ, ia merasa aksinya di tengah lapang ia persembahkan hanya untuk Yohan.

Usai pertendingan Redo berjalan mendekati Yohan. Tubuhnya yang penuh keringat, dan rambut yang acak-acakkan, membuat Redo terlihat sangat seksi.

Redo harus menghentikan langkahnya lantaran beberapa remaja putri menghadang perjalanannya. Mereka adalah sebagian dari siswi yang mengagumi Redo.

"Kak... ini minumnya."

"Punya aku aha kak, ini sengaja aku beli buat kakak."

"Jangan ini punya aku aja, kak Redo kan cakep, lebih cakep lagi kalo minum pemberian aku."

Redo mengerutkan kening, menatap heran para siswi yang sedang berebut ingin memberikan minum padanya. Tapi sayang, tidak ada satupun dari minuman itu diterima oleh Redo. Ia menoleh ke arah Yohan, lalu mendapati Yohan yang sedang mengangkat tangan sambil memegang sebotol air mineral.

"Ss.. sory, aku bawa minum sendiri. Jadi biar adil aku minum punyaku sendiri aja," tolak Redo seraya berjalan menerobos kerumunan para siswi. Ia berlalu meninggalkan mereka yang sedang kecewa akibat penolakannya.

Redo mengambil sebotol air mineral dari tangan Yohan, saat sudah berada didepan Yohan. "Makasih Yoh..." Ucap Redo sambil membuka botol minuman tersebut.

Yohan hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Bola matanya fokus menatap wajah Redo yang nampak berseri dengan sisa-sisah keringat di pelipisnya.

"Dih... banyak fans." Goda Yohan saat Redo sedang menegug minuman pemberiannya.

Redo menanggapinya hanya dengan senyum nyengir sambil menutup kembali tutup botol yang baru saja ia gunakan untuk minum.

"Langsung pulang yuk," ajak Yohan sambil menatap Redo yang sedang menaruh sesuatu ke dalam tas ranselnya.

"Yaudah... tapi kamu yang bawa motornya. Aku capek." Kelu Redo yang ditanggapi ganggkan kepala sama Yohan.

Setelah Redo selesai merapihkan semua perlengkapan miliknya, keduanya berjalan secara beriringan.

"Redo...!"

Baru beberapa langkah mereka berjalan, keduanya sudah dihentikan oleh suara seorang remaja putri yang memanggil nama Redo.

"Kamu jadi anter aku pulang kan?" Tanya Ema. Ia adalah siswi masih satu angkatan hanya berbeda kelas. "Kamu kan udah janji, hari ini kita pulang bareng."

"Duh..." kehadiran Ema membuat Redo menjadi salah tingkah. Ia lupa, bahwa ia pernah terpaksa harus menuruti keiinginan Ema untuk pulang bersamanya. Ia berani berjanji lantaran Ema selalu mendesaknya. Sekarang, di hadapan Yohan ia jadi merasa serba salah.

Redo mengerutkan kening sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Hatinya mulai gelisah saat melihat ekspresi wajah Yohan berbah menjadi kesal.

"Jadi kan do?" Tanya Ema kembali, lantaran Redo belum menjawab pertanyaannya. "Kamu kan udah janji."

"Tapi aku mau pulang bareng Yohan," jawab Redo gugup.

"Yohan pulang bareng aku aja."

Suara Ozan mengalihkan perhatian Redo, Yohan dan juga Ema. Ketiganya menatap Ozan yang sudah berdiri sambil mengalungkan pergelangannya di pundak Yohan.

"Kamu kan udah janji sama Ema, tepatin dong." Ucap Ozan sambil tersenyum penuh kemenangan ke arah Redo.

次の章へ